Di Paksa Menikah - Chapter 153 BAB 150
Sesampainya di rumah, Ricko turun dari mobil sambil melepas jasnya lalu menaruhnya di sofa ruang tengah. Setelah itu ia melipat lengan kemejanya hingga sampai di siku sambil berjalan ke arah dapur. Intan mengikutinya lalu duduk di meja makan.
Ricko membuka kulkas lalu mengambil telur, susu, dan bahan lainnya. Kali ini ia ingin membuatkan Intan makanan dari hasil karya tangannya sendiri. Sudah lama ia tidak memasak karena sibuk bekerja, terakhir ia memasak saat masih kuliah di London.
Susi sedang mencuci pakaian di belakang, sedangkan Ani sedang bersih – bersih di lantai atas. Saat mendengar suara berisik di dapur, Susi segera menghampiri dan melihat Ricko sedang bersiap – siap untuk memasak. Ia merasa terkejut karena tiba – tiba melihat Intan dan Ricko sudah berada di rumah kembali.
“Ada yang bisa saya bantu Pak?” tanya Susi pada Ricko.
“Tidak usah, lanjutkan pekerjaanmu,” jawab Ricko mengibaskan tangannya tanpa menoleh dan tetap fokus menyiapkan bahan – bahannya.
“Baik Pak,” balas Susi lalu pergi ke belakang.
“Mas Ricko mau bikin apa?” tanya Intan yang penasaran dengan apa yang dilakukan Ricko.
“Membuatkan kamu makanan,” jawab Ricko sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Makanan apa?” tanya Intan lagi.
“Nanti kamu juga akan tahu,” balas Ricko sambil tersenyum. Intan pun memajukan bibirnya kesal karena seperti biasa Ricko tidak akan menjawab rasa penasarannya.
Setelah semua bahan siap, Ricko mulai mencampur bahan – bahan dan mengaduknya. Intan memperhatikan semua apa yang dilakukan Ricko dari meja makan.
Tidak berapa lama kemudian bel pintu rumah berbunyi, Intan segera berdiri untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Saat Intan membuka pintu, ia merasa terkejut karena melihat bapak, ibu, dan adiknya berkunjung ke rumahnya.
“Bapak, Ibu, Johan?” sapa Intan dengan terkejut sekaligus senang. Ia pun segera mencium punggung tangan kedua orang tuanya dan mempersilakan mereka masuk.
Saat kedua orang tua dan adik Intan masuk ke dalam rumah, Ricko muncul dari dalam rumah masih menggunakan pakaian kerjanya serta celemek menempel di dadanya. Ia merasa terkejut sekaligus malu karena yang datang adalah mertua dan adik iparnya. Begitu juga dengan kedua orang tua dan adik Intan, mereka juga terkejut melihat Ricko di rumah padahal masih waktunya untuk bekerja dan memakai celemek di dadanya. Ricko segera menyambut mereka dengan senyum terbaiknya dan mencium punggung tangan kedua mertuanya serta menjabat tangan adik iparnya.
“Silakan masuk, barangkali mau istirahat, cuci tangan, atau mandi … ” ucap Ricko dengan sopan karena mereka dari luar, Ricko berharap rumahnya bebas dari virus dan kuman. Setelah itu ia mengambil remote AC dan menyalakannya supaya kuman dan virus segera mati karena AC-nya memiliki kemampuan membunuh kuman.
“Kuenya sudah matang Mas?” tanya Intan pada Ricko.
“Iya, cucilah tanganmu dulu sebelum makan,” jawab Ricko sambil berjalan ke arah meja makan.
“Di mana kamar mandinya?” tanya Bu Romlah yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Ricko.
“Ayo, Intan antar Bu,” jawab Intan sambil menggandeng lengan ibunya.
Pak Ramli dan Johan mengikuti Ricko duduk di meja makan setelah mencuci tangannya di dapur.
Setelah mengantar ibunya ke kamar mandi dan mencuci tangannya, Intan menyantap kue buatan Ricko. Saat Intan memasukkan makanan ke dalam mulutnya, ia mengeryitkan dahinya.
“Bagaimana rasanya? Enak?” tanya Ricko pada Intan.
“Mau jawaban jujur apa gimana ni Mas?” tanya Intan balik.
“Jujur aja enggak apa – apa,” jawab Ricko sambil tersenyum.
“Enggak enak Mas, rasanya aneh hweek,” jawab Intan lalu memuntahkan makanan di dalam mulutnya pada selembar tisu di tangannya.
Pak Ramli dan Johan menahan tawa melihat kelakuan Intan dan Ricko. Ricko pun segera mencicipi kue buatannya juga dan benar, memang rasanya tidak enak. Ia pun memuntahkan makanan itu sama seperti yang Intan lakukan. Ricko pun memanggil Bi Ani dan Susi supaya membuang makanan itu lalu menyuruh mereka memasak untuk Intan dan keluarganya. Setelah itu Ricko pamit naik ke atas untuk bekerja.
Setelah kepergian Ricko, Intan berbincang – bincang dengan kedua orang tua dan adiknya.
“Kamu wisuda beneran Jo?” tanya Intan pada adiknya.
“Enggak Kak, hanya mengambil ijazah, tapi harus didampingi orang tua. Itu pun masuknya antri satu per satu karena pandemi covid-19,” jawab Johan sedih karena tidak bisa merasakan wisuda seperti pada umumnya.
“Sabar ya Jo, nanti kamu akan menikmati wisuda saat kelulusan SMA,” balas Intan memberikan semangat pada adiknya.
Satu jam kemudian, makanan sudah siap. Intan memanggil Ricko yang sedang bekerja di ruang kerjanya. Setelah Ricko turun, mereka berlima makan bersama. Selesai makan Intan memberitahukan pada keluarganya bahwa ia sedang mengandung bayi kembar. Pak Ramli dan Bu Romlah sangat senang mendengarnya, begitu juga dengan Johan. Setelah berbincang – bincang dan bercengkramah, keluarga Intan baru pulang pada sore harinya.
Terima kasih sudah membaca dan mendukung novel DI PAKSA MENIKAH baik like, komen positif, dan vote poin / koin. Saya sudah pernah bilang di note chapter sebelumnya bahwa ini novel berjalan, mengarang dan menulisnya harian. Jadi sabarlah, saya juga punya kesibukan di dunia nyata, tidak hanya menulis saja. Saya minta maaf apabila belum bisa memuaskan anda semua, tapi saya juga sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk saat ini. ^_^ ????