Di Paksa Menikah - Chapter 156 BAB 153
Setengah jam berlalu setelah Ricko menghubungi Dokter Amanda, tapi Intan masih belum sadar juga. Ia pun menelepon Dokter Amanda lagi.r
r
“Apalagi?” tanya Dokter Amanda saat sudah menerima panggilan dari Ricko.r
r
“Istriku masih belum bangun Amanda … “ jawab Ricko dengan lembut.r
r
“Rick, apa dari tadi kamu membiarkan istrimu pingsan tanpa memberinya apa – apa?” tanya Dokter Amanda mulai emosi.r
r
“Kan aku sudah memanggilmu tadi, harusnya kamu yang menanganinya kan?” balas Ricko polos.r
r
“Okey, sekarang longgarkan pakaian istrimu lalu beri minyak angin atau apa pun yang berbau tajam. Selamat malam Rick, aku mau tidur,” ujar Dokter Amanda lalu mematikan ponselnya.r
r
Setelah menaruh ponselnya, Ricko melonggarkan pakaian Intan dan memberi minyak angin pada tubuh, kepala, dan hidung Intan.r
r
Lima menit kemudian, Intan pun membuka matanya sambil mengernyitkan dahinya.r
r
“Akhirnya kamu sadar juga,” ucap Ricko merasa lega karena akhirnya Intan bangun dari pingsannya.r
r
“Aku kenapa Mas?” tanya Intan berusaha bangkit sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.r
r
“Kamu pingsan. Sudah, tidak usah bangun dulu, kamu harus makan, setelah itu minum obat,” ucap Ricko mencegah Intan bangkit. Intan pun patuh dan bersandar pada sandaran tempat tidur.r
r
Ricko mengambil bubur yang dibuat Susi tadi lalu menyuapi Intan dengan penuh kelembutan. Intan memakan bubur suap demi suap dengan pasrah.r
r
Saat Ricko menyuapi Intan, tiba – tiba perutnya berbunyi tanda lapar. Intan pun mendengarnya karena suara dari perut Ricko terdengar sangat keras.r
r
“Kamu belum makan Mas?” tanya Intan dengan heran.r
r
“Iya, aku menunggumu sadar,” jawab Ricko sambil tersenyum malu karena perutnya berbunyi dengan lantangnya.r
r
Intan pun mengambil mangkuk bubur dari tangan Ricko lalu menyendok bubur itu dan mengarahkannya ke mulut Ricko.r
r
“Mas Ricko harus makan juga, biar enggak sakit,” ucap Intan dengan suara lirih.r
r
Ricko tersenyum lalu membuka mulutnya dan Intan memasukkan bubur itu ke dalam mulut Ricko.r
r
Setelah bubur dan sup itu habis, Ricko mengambil obat yang diberikan Dokter Amanda untuk Intan. Ia berusaha mengingat – ingat apa yang diucapkan Dokter Amanda tadi. Ia pun mengambil obat yang berbungkus warna merah lalu membukanya dan memberikannya pada Intan.r
r
“Ini obat dari mana Mas?” tanya Intan pada Ricko. Ia merasa belum pernah meminum obat itu.r
r
“Dari Dokter Amanda. Tadi aku memanggil dokter untuk memeriksamu,” balas Ricko sambil mengambil gelas yang berisi air putih.r
r
Intan pun meminum obat itu. Setelah memberikan gelas kosong pada Ricko, Intan mengingat ponselnya yang hancur dibanting Ricko.r
r
“Ponselku mana Mas?” tanya Intan.r
r
“Sudah kubuang. Besok aku belikan yang baru dan lebih bagus dari ponsel lamamu itu,” jawab Ricko.r
r
“Tapi Mas … sim cardnya enggak kamu buang juga kan?” tanya Intan lagi.r
r
“Kubuang semua. Besok akan kubelikan nomor super cantik,” balas Ricko.r
r
“Bukan masalah nomornya Mas, tapi kontak di dalamnya,” balas Intan.r
r
“Kontak siapa? Laki – laki itu? Kenapa sih kamu tidak bisa dikasih tahu?” ujar Ricko mulai sewot kalau membahas yang berhubungan dengan Adit.r
r
“Bukan hanya dia, tapi semua kontak teman – temanku juga Mas,” jawab Intan kesal dengan kelakuan Ricko yang mudah marah.r
r
“Aku akan mengembalikan semua kontak teman – temanmu, kecuali laki – laki itu,” balas Ricko berjanji.r
r
“Bagaimana caranya?” tanya Intan sambil mengernyitkan dahinya.r
r
“Sudah, kamu istirahat saja. Biar aku yang mengurusnya,” jawab Ricko sambil tersenyum.r
r
Intan pun patuh. Ia membaringkan tubuhnya dan Ricko menyelimutinya. Setelah itu Ricko naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Intan.r
r
“Selamat malam … ” ucap Ricko sambil mengecup kening dan memeluk tubuh Intan.