Di Paksa Menikah - Chapter 170 BAB 167
Beberapa hari kemudian
Hari ini ospek hari terakhir. Setiap hari Intan mengikuti ospek tapi hanya tiduran di ruang kesehatan ditemani Dina. Mereka saling bertukar cerita dan bercanda setiap hari. Intan juga menceritakan tentang suaminya tanpa menyebutkan namanya. Dina mendengarkan dengan antusias. Ia pun menjadi iri dengan keromantisan suami Intan. Dari mendengar cerita Intan saja, ia bisa membayangkan betapa bahagianya apabila ia menjadi Intan. Begitu juga dengan para pembaca. Iya kan? Ayo pada ngaku. Hahaha.
“Beruntung banget kamu dijodohin sama lelaki yang sangat sempurna … “ ujar Dina pada Intan dengan takjub.
“Mungkin ini yang dinamakan jodoh Kak, datangnya tanpa kita sangka-sangka,” balas Intan seraya tersenyum.
Dina pun jadi teringat Ricko. Sudah beberapa kali ia bertemu dengan Ricko. Mulai dari di bandara, SPBU, dan area parkir kampus beberapa hari yang lalu. Ia pun berandai-andai apakah Ricko adalah jodohnya yang dikirimkan tuhan untuknya? Ia jadi senyum-senyum sendiri. Intan yang melihat Dina senyum-senyum sendiri segera membuyarkan lamunan Dina.
“Kak Dina kenapa?” tanya Intan sambil mengerutkan dahinya merasa heran.
“Tidak apa-apa. Aku hanya teringat seseorang yang kutemui secara tidak sengaja beberapa kali. Apakah itu bisa dikataka jodoh?” tanya Dina pada Intan.
“Ya mungkin saja Kak. Apa Kak Dina menyukainya?” tanya Intan dengan antusias.
“Sepertinya begitu. Dia sangat tampan dan pekerja keras,” jawab Dina dengan penuh semangat.
“Semoga saja dia jodoh Kak Dina,” ucap Intan seraya tersenyum.
Sore hari ketika pulang dari ospek, Ricko menyuruh Intan segera beristirahat. Ia memijat kaki Intan tanpa disuruh. Ricko merasa kasihan dengan Intan yang harus membawa kedua anaknya ke mana-mana.
“Terima kasih Mas, tapi aku tidak lelah beneran,” ujar Intan pada Ricko.
“Tidak apa-apa. beristirahatlah sekarang. Nanti malam aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” ucap Ricko misterius.
“ke mana?” tanya Intan ingin tahu.
“Rahasia. Istirahatlah. Aku ke ruang kerja dulu,” balas Ricko lalu berdiri dan meninggalkan Intan setelah mengecup kening istrinya.
Intan pun memejamkan matanya untuk tidur sebentar.
Intan POV
Aku terbangun dari tidur soreku. Ketika aku membuka mataku, aku melihat kamarku tampak sepi. Aku tidak melihat Mas Ricko di sampingku ataupun di semua sudut kamarku. Aku bangkit dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhku karena aku ingat Mas Ricko akan mengajakku ke suatu tempat malam ini. Entah ke mana, aku pun tak tahu karena Mas Ricko tidak memberitahuku.
Ketika aku keluar dari dalam kamar mandi, aku melihat sebuah gaun di atas tempat tidurku. Aku pun menghampirinya dan mengambil gaun itu. Aku mengangkat gaun itu dan betapa takjubnya aku akan keindahan gaun itu.
Tidak berapa lama Mas Ricko masuk ke dalam kamar. Dia terlihat sangat tampan dengan setelan jas yang menempel pada tubuhnya. Dia berjalan menghampiriku dengan tersenyum.
“Pakailah gaun itu,” ucapnya. Aku pun mengangguk dan menuruti perintahnya.
Aku melepas handuk yang melilit di tubuhku lalu memakai gaun yang disiapkan Mas Ricko untukku. Dia memandangi tubuh telanjangku dengan perutku yang semakin membuncit. Aku melihatnya tersenyum senang. Aku tahu dia bahagia melihat anaknya yang semakin besar di dalam rahimku. Aku pun tersenyum padanya.
Setelah siap, Mas Ricko menggandeng tanganku berjalan keluar kamar. Aku mengikuti langkah kakinya. Kukira kami akan menuruni tangga dan masuk ke dalam mobil seperti biasanya, tapi aku salah. Mas Ricko mengajakku ke sebuah pintu yang belum pernah kutahu sebelumnya. Di sana ada sebuah tangga untuk naik ke atap. Aku tidak bertanya apapun padanya, aku tahu dia tidak akan menjawab pertanyaanku.
Setelah sampai di atap rumah, aku melihat sebuah helikopter terparkir di sana. Tentu saja aku terkejut. Sejak kapan helikopter ini datang pikirku. Mas Ricko mengajakku menghampiri helikopter itu dan membantuku menaikinya. Di dalam helikopter itu sudah ada seorang pilot yang siap mengantar kami ke tempat tujuan.
“Kita mau ke mana Mas?” tanyaku semakin penasaran sekaligus takut. Ini pertama kalinya aku naik helikopter.
“Nanti kamu juga akan tahu,” jawabnya. Selalu itu yang dia ucapkan padaku.
Setelah aku duduk, Mas Ricko memasang sabuk pengaman pada tubuhku dan headphone pada kepalaku. Tidak lama kemudian baling-baling helikopter itu berputar dan badan helikopterpun terangkat ke udara.
Aku takut dan jantungku berdebar-debar, tapi Mas Ricko menenangkanku dengan memeluk tubuhku erat-erat.
BAB ini lebih panjang dari biasanya. Tolong ya kakak, kita simbiosis mutualisme, alias saling menguntungkan. Saya update untuk menghibur anda, anda vote untuk menaikkan rangking novel saya. Poin bisa didapatkan dengan cara gratis, tidak usah beli. Terima kasih atas dukungannya. ^_^
Cara vote bisa dilihat di eps 99. ????