Di Paksa Menikah - Chapter 174 BAB 171
Keesokan harinya
Ketika Intan membuka mata, ia melihat Ricko memakai jubah mandi dan duduk di sofa sambil membaca koran di tangannya. Intan pun bangkit dari tidurnya dan menutupi dadanya dengan selimut. Ricko melihatnya lalu melipat koran di tangannya dan meletakkannya di meja. Kemudian dia menghampiri Intan dan duduk di tepi tempat tidurnya.
“Bagaimana tidurmu, nyenyak?” tanya Ricko sambil merapikan rambut Intan yang menutupi wajahnya. Intan mengangguk sambil cemberut.
“Kenapa?” tanya Ricko lagi karena melihat bibir Intan mengerucut.
“Tadi malam kamu sangat ganas, Mas … “ jawab Intan sambil memukul paha Ricko.
“Auuuuwhhh!” pekik Ricko sambil mengelus-elus pahanya yang terasa panas karena pukulan Intan.
“Maaf … habisnya kamu sangat menggemaskan, sayang … “ ucap Ricko seraya tersenyum dan memegang kedua pipi Intan dengan kedua telapak tangannya.
“Mas, aku lapar,” kata Intan dengan manja. Meskipun tadi malam ia makan banyak sampai kekeyangan, pagi ini ia merasa lapar karena makanan yang ia makan dimakan bertiga dengan kedua janin yang ada di dalam rahimnya. Ditambah tadi malam Ricko mengerjainya tanpa ampun hingga tenaganya habis tak tersisanya. Dalam urusan ranjang, Ricko tidak akan mau mengalah sebelum dirinya merasa puas. (Nah lo? Para pembaca masih ada yang pengen jadi istrinya Mas Ricko? Haha.)
“Sebentar lagi pelayan akan datang membawa makanan. Segera mandi dan berganti pakaian,” saran Ricko. Intan pun mengangguk lalu bangkit dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak lama kemudian bel pintu kamar Ricko berbunyi. Ricko segera bangkit untuk membuka pintu kamarnya. Ketika Ricko membuka pintu lebar-lebar, pelayan yang mengantar makanan itu tercengang dan melongo melihat Ricko yang hanya memakai jubah mandi.
“Lihat apa kamu? Cepat bawa masuk!” Ricko menyadarkan pelayan itu dari ketertegunannya.
“I-iya, maaf Pak,” ucap pelayan itu lalu mendorong troli di depannya masuk.
Setelah pelayan itu keluar, Ricko segera menutup dan mengunci pintunya kembali. Ia duduk di sofa sambil menikmati kopi dan menunggu Intan keluar dari dalam kamar mandi.
Intan keluar dari dalam kamar mandi menggunakan jubah mandi sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk lain. Ia duduk di samping Ricko lalu mengambil gelas yang berisi susu sapi hangat.
Ketika Intan menaruh gelas kosong ke atas meja, Ricko memperhatikan bibir Intan yang belepotan bekas susu yang diminum Intan. Ricko pun mengelap bibir Intan dengan ibu jarinya.
“Terima kasih Mas,” ucap Intan seraya tersenyum.
Setelah itu mereka sarapan bersama dan berganti pakaian untuk bersiap-siap pulang. Ricko mengajak Intan berjalan keluar kamar lalu masuk ke dalam lift dan menekan tombol 1. Ketika mereka sampai di pintu lobby, mobil beserta supirnya sudah siap di sana. Ricko menggandeng tangan Intan masuk ke dalam mobil itu.
“Lo Mas, enggak naik helikopter lagi?” tanya Intan merasa heran karena pulangnya naik mobil.
“Helikopternya sudah pergi sayang … aku kan nyewa, bukan beli. Hahaha,” jawab Ricko sambil membelai pipi Intan.
“Yaaaah padahal aku pengen lihat pemandangan kota pada siang hari dari atas juga, Mas … “ balas Intan dengan cemberut.
“Kapan-kapan saja kalau anak kita sudah lahir. Kita naik helikopter berempat biar makin ramai,” bujuk Ricko. Intan pun mengangguk pasrah.
Supir yang ada di depan melihat kemesraan Ricko dan Intan melalui kaca spion yang ada di depannya. Ia masih jomlo, otomatis hanya bisa menelan ludah. Jiwanya meronta-ronta minta segera menikah, tapi apalah daya pacar pun tak punya.
“Lihat apa kamu? Cepat jalan!” perintah Ricko saat mengetahui mata supir di depannya meliriknya.
“Si-siap Pak!” ujar supir itu gelagapan ketahuan mengawasi dari kaca spion.