Di Paksa Menikah - Chapter 179 BAB 176
Ricko dan Intan sedang bersiap-siap tidur di atas tempat tidur. Tiba-tiba Ricko teringat Romi yang mengunjungi Sita. Ia pun panik lalu mengambil ponselnya yang ada di atas nakas.
“Ada apa Mas?” tanya Intan seraya memandang Ricko dengan heran.
“Romi mengunjungi Sita hari ini,” jawab Ricko sambil mengotak-atik layar ponselnya.
“Lalu kenapa?” tanya Intan dengan santainya dan membelai perutnya yang besar.
“Nanti Romi ngapa-ngapain Sita kan bahaya. Tahu sendiri laki-laki gimana nafsunya?” balas Ricko lalu menempelkan benda pipih bernama ponsel itu di telinganya. Intan melirik malas pada Ricko. Dia sendiri juga korban dari keganasan nafsu manusia bernama laki-laki.
“Loh, kok enggak aktif sih?” gumam Ricko saat mengetahui nomor ponsel Romi tidak aktif. Dia makin panik tidak karuan. Ia pun mencoba menghubungi Sita.
“Sita ini juga ke mana coba? Di telepon enggak diangkat-angkat dari tadi,” gerutu Ricko saat teleponnya enggak diangkat-angkat sama Sita.
“Sabar Mas … mungkin mereka sedang makan di luar,” ucap Intan menenangkan Ricko seraya membelai bahu suaminya.
“Makan? Makan apa jam segini?” kata Ricko seraya melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 23.00.
“Mas Ricko enggak percaya sama Mas Romi?” tanya Intan seraya menatap Ricko.
“Enggak,” jawab Ricko singkat sambil tetap berusaha menghubungi Sita.
“Kenapa enggak percaya? Dia kan temannya Mas Ricko. Enggak mungkin kali ngapa-ngapain Sita,” sahut Intan.
“Mereka tinggal bersama dan aku tahu apartemen Sita cuma punya satu kamar,” tutur Ricko.
“Positive Thingking dong Mas … “ ucap Intan sambil membelai punggung Ricko.
“Enggak bisa, sayang … “ balas Ricko lalu bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke balkon kamarnya.
Ricko takut Romi menjamah Sita karena ia yakin yang namanya nafsu tidak bisa ditahan. Ia teringat kejadian saat ia bercinta dengan Intan untuk pertama kalinya. Saat itu belum ada cinta di antara mereka, tapi hal itu bisa terjadi. Untungnya mereka sudah menikah.
Sementara itu di apartemen Sita, Romi tidak tahu kalau baterai ponselnya habis. Sehingga ia tidak tahu kalau ponselnya sudah mati karena kehabisan baterai. Kini ia tidur di sofa ruang tamu sambil menonton televisi setelah kepulangan Lusi yang dari tadi nemplok padanya kayak ulat pohon.
Sedangkan Sita sudah tidur di dalam kamarnya karena lelah seharian belum istirahat. Ponselnya ia silent sejak kuliah tadi hingga saat ini masih berada di dalam tas kuliahnya.
Ricko di rumahnya tidak bisa tidur memikirkan apa yang dilakukan Romi dan Sita hingga mereka berdua tidak menerima panggilannya. Ia keluar dari dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan pelan-pelan takut membangunkan Intan yang sudah tidur dengan nyenyaknya.
Ia menuruni tangga lalu ke dapur untuk membuat kopi sendiri. Ia stres sendiri memikirkan apa yang dilakukan Romi dan Sita sekarang. Padahal yang dipikirkan malah sudah tidur dengan nyenyaknya.
Setelah menghabiskan kopinya, Ricko kembali ke dalam kamarnya lalu naik ke atas tempat tidur dan memeluk Intan. Ia menaruh tangannya di perut Intan yang besar sambil membelainya. Tendangan super dari dalam perut pun ia rasakan pada tangannya. Ricko tersenyum ketika merasakan anaknya bergerak. ia pun ingin merasakannya lagi, jadi ia membelai perut Intan di beberapa titik yang bisa merangsang pergerakan anaknya. Hingga ia lupa dengan Romi dan Sita yang belum ada kabarnya.
Intan jadi terbangun gara-gara beberapa kali tendangan dari anak yang ada di dalam perutnya. Ricko yang melihat Intan terbangun segera memeluknya.
“Maaf sudah membangunkanmu,” bisik Ricko di telinga Intan. Intan pun menutup matanya kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu.