Di Paksa Menikah - Chapter 182 BAB 179
Romi sampai di perusahaan pukul 13.15. Ia berangkat dari apartemen Sita pukul setengah tujuh pagi. Setelah itu pulang sebentar untuk menaruh kopernya dan berganti pakaian.
“Loh Rom katanya cuti?” tanya Lia yang melihat Romi hendak masuk ke dalam ruangan Ricko.
“Enggak jadi,” jawab Romi sewot karena kesal.
Romi merasa sangat lelah karena habis menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam. Ia pun menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki dan menghembuskan napas dengan kasar.
“Nasib bawahan kakak ipar gini amat ya,” gumam Romi.
Sementara itu di rumah Ricko, Ricko sedang menemani Intan bermalas-malasan di kamar baru mereka yang berada di lantai bawah. Tepatnya kamar yang dulu pertama kali Intan tempati saat pertama kali menjadi istri Ricko.
Intan memberitahu teman-temannya kalau ia akan cuti sampai setelah melahirkan di grup whatsapp. Tentu saja respon Melly dan Vina merasa sedih, tapi tidak dengan Rita. Teman Intan yang satu itu tidak ada respon. Kini Rita telah berubah tidak seperti dulu.
Sore hari setelah pulang kuliah, Vina dan Melly datang ke rumah Intan. Begitu juga dengan Romi yang membawakan berkas untuk Ricko. Romi dan Ricko masuk ke dalam ruang kerja di lantai atas, sedangkan Melly dan Vina di ruang tengah bersama Intan sambil menonton televisi.
“Rita ke mana?” tanya Intan pada kedua sahabatnya.
“Aku juga tidak tahu. Setelah kelas berakhir, dia selalu menghilang,” balas Melly sambil makan kacang yang ada di atas meja.
“Aku pernah melihatnya di mall sedang jalan sama laki-laki, tapi aku enggak tahu siapa laki-laki itu,” sahut Intan menceritakan yang ia lihat di mall waktu itu..
“Oh jadi dia sekarang sudah punya pacar? Pantesan enggak pernah gabung sama kita-kita lagi,” celetuk Vina sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Sudahlah, biarin. Yang penting dia bahagia, kita juga ikut bahagia,” balas Intan seraya tersenyum.
Malam hari sebelum tidur, Dina mengirim pesan pada Lia yang ia kira selama ini adalah Ricko. Ia ingat kata-kata Intan di kampus waktu itu, mungkin Ricko adalah jodohnya. Karena itu ia memberanikan diri mengajak Lia bertemu di sebuah café pada hari Minggu. Lia pun menyetujuinya karena memang sudah lama ia tidak bertemu dengan Dina.
Hari Minggu
Dina bercermin di depan kaca dengan perasaan gugup. Berkali-kali ia berputar-putar di depan cermin takut kalau penampilannya ada yang kurang.
“Kakak mau ke mana?” tanya Adit yang kebetulan lewat di depan kamar Dina yang pintunya terbuka lebar.
“Mau tahu aja sih,” sahut Dina cuek.
“Mau ketemu gebetan nih kayaknya,” tebak Adit sambil melipat lengan di dadanya.
Dina tidak menjawabnya lalu ke luar dari dalam kamarnya melewati Adit yang berada di ambang pintu kamarnya. Adit hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kakaknya yang centil.
Sesampainya Dina di café, ia duduk di sebuah meja sambil menunggu kedatangan Lia dengan gugup. Beberapa kali ia berkaca pada layar ponselnya untuk memastikan kalau penampilannya tidak berantakan.
Tidak lama kemudian ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Lia yang sudah berada di tempat parkir. Jantung Dina berdebar-debar rasanya.
Lia : Kamu di mana? aku sudah sampai.
Dina membalas pesan Lia dengan jantung berdebar-debar. Tangannya pun berkeringat dan gemetar.
Dina : Aku sudah menunggumu di dalam. Di meja nomor 13.
Lia : Okey, aku akan segera ke sana, tapi aku mau ke toilet dulu sebentar.
Tolong ya kakak, kita simbiosis mutualisme, alias saling menguntungkan. Saya update untuk menghibur anda, anda vote untuk menaikkan rangking novel saya. Poin bisa didapatkan dengan cara gratis, tidak usah beli. Terima kasih atas dukungannya. ^_^
Cara vote bisa dilihat di eps 99. ????