Di Paksa Menikah - Chapter 187. BAB 184
“Mas Ricko kok sudah pulang?” tanya Intan sambil menatap suaminya yang kini duduk di sampingnya.
“Aku ingin makan siang bersama istriku dan si kembar. Jadi aku buru-buru pulang setelah meeting selesai,” jawab Ricko seraya membelai perut buncit Intan. Intan tersenyum sambil mengacak rambut Ricko yang tengah mencium perutnya.
Intan mengambilkan makanan untuk Ricko seperti biasanya. Ricko menunggunya dengan tersenyum. Sementara itu Dina yang melihat kemesraan dan keharmonisan rumah tangga mereka di depan matanya merasa seperti disambar petir di siang bolong. Tiba-tiba dadanya terasa bergemuru dan sesak karena merasa iri dan cemburu pada mereka. Garpu di tangannya pun tiba-tiba terjatuh.
Ricko yang tadinya tidak mengindahkan keberadaan Dina segera menoleh pada Dina. Dina yang ditatap Ricko semakin deg-degan dan salah tingkah. Jantungnya seakan-akan mau melompat keluar. Ia pun tersenyum canggung dan berjongkok untuk mengambil garpu di kolong meja sampai kepalanya terbentur bagian bawah meja. Ia merasa malu sendiri. Padahal Ricko pun tidak mengindahkan keberadaannya bahkan ia sudah lupa kejadian di bandara waktu itu.
“Kak Dina enggak apa-apa?” tanya Intan saat mendengar bunyi kepala Dina yang terbentur meja.
“Enggak apa-apa, Ntan. Hehe,” jawab Dina dari kolong meja.
Dina merasa semakin malu untuk duduk kembali. Ia mengatur napasnya di kolong meja dan mengelus-elus dadanya sendiri. Setelah merasa tenang ia kembali duduk dan minum air putih yang ada di depannya.
“Kak Dina kenapa?” tanya Intan saat sudah menaruh piring makanan di depan Ricko.
“Tidak apa-apa. Aku harus segera pulang,” ucap Dina seraya tersenyum paksa.
“Kenapa buru-buru? Ini masih siang loh … “ cegah Intan seraya menatap Dina.
Lama-lama di sini aku bisa pingsan di tempat melihat kemesraan kalian di depan mataku. Batin Dina.
Setelah menghabiskan makanannya, Dina segera pamit pulang pada Intan. Intan mengantarnya sampai di teras rumah.
“Siapa dia?” tanya Ricko saat Intan sudah kembali ke meja makan.
“Kakak tingkat yang menemaniku di ruang kesehatan waktu ospek, Mas. Dia baik banget loh sama aku. Dia itu cerita suka sama seseorang dan berharap itu jodoh dia, tapi ternyata dikerjain gitu katanya. Aku juga kurang paham dengan ceritanya. Haha,” balas Intan menjelaskan. Ricko pun tersenyum seraya mengusap puncak kepala Intan. Tanpa mereka tahu orang yang disukai Dina adalah Ricko. Untungnya Dina tidak pernah menyebut nama Ricko saat ia bercerita pada Intan.
Sementara itu Dina cemberut di dalam mobilnya. Ia memukul kemudi di depannya saking malunya. Ia merasa menjadi wanita paling bodoh dan tidak tahu malu. Ia tidak menyangka bahwa pangerannya ternyata suami dari Intan, adik tingkat yang selama ini ia jadikan tempat curhat.
“Untung saja aku tidak pernah menyebutkan nama ‘Ricko’ ketika aku bercerita. Bisa makin malu aku … “ ucap Dina seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Wajahnya terasa panas dan memerah karena menahan malu.
“Okey. Kembali ke target utama kalau begitu. Kak Ali … tunggulah aku datang,” gumam Dina seraya tersenyum dan melajukan mobilnya pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Dina segera mandi dan berganti pakaian lalu mengambil ponselnya dan rebahan di atas tempat tidurnya. Ia mengirim pesan pada Ali dan meminta ketemuan pada hari Minggu. Sudah lama Dina suka sama Ali, tapi ia tidak pernah mengungkapkannya karena Ali begitu tegas dan cuek padanya. Justru dengan sikap Ali yang seperti itu membuat semua cewek di kampus menjadi tertantang untuk mendapatkannya. Dina sempat berpaling ke Ricko karena ia merasa pesimis untuk mendapatkan Ali, tapi kali ini ia akan maju tanpa mengenal lelah.