Di Paksa Menikah - Chapter 189. BAB 186
“Hallo Ntan … “ sapa Vina ketika sudah menerima telepon dari Intan.
“Main ke rumah yuk. Aku kangen kalian … “ ucap Intan dengan ceria.
Bibir Vina pun bergetar tidak kuat menahan tangisnya. Isakan tangis pun mulai terdengar.
“Kamu kenapa Vin?” tanya Intan saat mendengar Vina menangis.
“Rita … Ntan … “ ; ucap Vina dengan menutup bibirnya tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
“Rita kenapa?” tanya Intan semakin penasaran.
“Rita meninggal, Ntan … “ ;jawab Vina dengan berurai air mata. Melly pun ikut menangis di samping Rita.
Intan pun terkejut dan tertegun mendengarnya. Ia membelalakkan matanya dan tiba-tiba butiran bening keluar dari matanya mengalir membasahi pipinya.
“Kamu bercanda kan Vin?” tanya Intan tidak percaya.
“Enggak, Ntan. Aku harap kamu tidak syok mendengarnya,“ balas Vina dengan suara lirih.
“Di mana Rita sekarang?” tanya Intan.
“Di rumahnya,” jawab Vina.
Intan pun segera memutuskan sambungan teleponnya lalu memesan taksi online melalui ponselnya. Setelah itu ia masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian bersiap-siap berangkat ke rumah Rita.
Dua puluh menit kemudian taksi yang dipesan Intan datang. Ia segera keluar dari dalam kamarnya dan bersiap-siap pergi. Saat Intan melewati ruang tengah, Susi melihatnya dan menyapanya.
“Mbak Intan mau ke mana?” tanya Susi saat melihat Intan memakai pakaian serba hitam dengan kerudung yang menutupi kepalanya.
“Ke rumah teman saya,” jawab Intan dengan mata sembab.
“Sebaiknya menunggu Pak Ricko pulang, Mbak,” saran Susi.
“Enggak bisa. Saya harus pergi sekarang,” ucap Intan seraya melenggang pergi.
Susi segera mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya lalu menghubungi Ricko. Sementara itu Ricko di perusahaannya sedang meeting dan ponselnya sedang kehabisan baterai jadi ia mengecas ponselnya di ruangannya.
“Aduh Pak Ricko bisa marah ini kalau tahu istrinya pergi sendirian,” gumam Susi. Ia pun mencoba menelepon Ricko berkali-kali berharap Ricko segera ;menjawab teleponnya.
Tiga puluh menit kemudian Intan sampai depan rumah Rita. Ia masuk ke halaman rumah Rita dengan langkah gontai. Ia melihat rumah itu sangat ramai orang takziah. Tidak lama kemudian Melly dan Vina datang menghampiri saat melihat Intan datang. Mereka bertiga berpelukan dengan belinang air mata.
“Kamu ke sini sendiri?” tanya Melly sambil mengusap air mata Intan.
“Hmm,” gumam Intan seraya mengangguk.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Rita. Melly dan Vina membantu Intan berjalan karena kandungannya yang semaki besar membuat Intan kesulitan berjalan dengan tubuhnya yang mungil.
Sesampainya di ruang tamu, Intan menghampiri jenazah Rita yang ada di depannya. Ia duduk di lantai di samping jenazah Rita. Di sana Rita terbujur kaku dengan wajah yang pucat. Intan memeluk tubuh itu dan menangis.
“Rita … kenapa kamu pergi secepat ini?” tutur Intan sambil membelai wajah Rita. Ia masih tidak percaya bahwa sahabatnya kini telah tiada. Ia masih ingat betapa bahagianya persahabatan mereka. Berkumpul dan bercanda bersama merupakan kenangan yang tidak bisa ia lupakan.
Tidak lama kemudian Intan merasakan keras dan sakit pada perutnya. Ia memegangi perutnya seraya mengerutkan dahinya dan menggigit bibir bawahnya menahan sakit. Vina dan Melly yang melihat ekspresi Intan segera menghampiri dan membantu Intan berdiri untuk menjauh dan mencari tempat duduk.
“Kamu kenapa Ntan?” tanya Melly merasa khawatir.
“Perutku sakit,” jawab Intan dengan mendesis kesakitan dan memegangi perutnya.
“Aduh bagaimana ini? Apa mau melahirkan ya?” tanya Vina ikut panik, tapi tidak tahu harus berbuat apa. Ia masih ingat betul kalau kandungan Intan masih berusia delapan bulan.
***
Maaf baru bisa update karena beberapa hari ini saya tidak enak badan. Terima kasih sudah setia menunggu novel ini update. Selamat membaca. Semoga suka. ;_
Terima kasih juga untuk yang sudah vote baik menggunakan koin atau pun poin. Untuk mengetahui aktivitas author, silakan follow instagram sifa.syafii. ;_