Di Paksa Menikah - Chapter 190. BAB 187
Ricko baru saja keluar dari ruang meetingnya. Ia masuk ke dalam ruangannya diikuti Lia dan Romi. Romi dan Lia duduk di kursi yang ada di depan meja Ricko. Sementara itu Ricko melihat ponselnya yang masih dicas. Ia melihat ada 20 panggilan tidak terjawab dari Susi. Karena penasaran, ia pun menelepon Susi balik setelah melepas casannya.
“Hallo Pak,” sapa Susi dengan gugup.
“Ada apa?” tanya Ricko langsung ke inti.
“Mbak Intan … “ jawab Susi terputus karena masih menata kata-kata yang tepat supaya Ricko tidak marah, tapi dengan terputusnya ucapan Susi membuat Ricko semakin penasaran dan tidak sabar.
“KENAPA DENGAN ISTRIKU?” bentak Ricko. Lia dan Romi yang ada di depan Ricko ikut terkejut dan memegangi dadanya yang tiba-tiba berdebar-debar. Begitu juga dengan Susi sampai-sampai ponselnya terjatuh saking kagetnya. Susi pun segera mengambil ponselnya dan menjawab pertanyaan Ricko.
“Mbak Intan pergi ke rumah temannya,” jawab Susi dengan napas ngos-ngosan.
“Siapa?” tanya Ricko semakin tidak sabar.
Aduh tadi lupa enggak nanya Mbak Intan mau ke rumah siapa. Mati aku. Batin Susi.
“Enggak tahu Pak. Tadi Mbak Intan memakai pakaian serba hitam. Kayaknya ada yang meninggal,” jawab Susi dengan ketakutan. Ricko pun segera memutuskan sambungan teleponnya.
“Enggak berguna!” gerutu Ricko dengan mendengus kesal dan menjambak rambutnya sendiri.
Tidak lama kemudian ponsel Romi yang bergetar. Romi menyenyapkan ponselnya karena tadi sedang meeting, jadi hanya getaran yang ia rasakan di sakunya. Ia mengabaikan ponselnya yang bergetar karena ini masih jam kerja dan Ricko kini sedang marah di hadapannya.
“Rom telepon adik kamu! Pasti Intan bersamanya sekarang,” perintah Ricko setelah berpikir sejenak.
“Okey,” jawab Romi lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya.
“Eh panjang umur ni anak. Mau ditelepon malah nelepon duluan,” gumam Romi sambil nyengir. Ia pun segera menggeser tombol hijau pada benda pipih itu.
“KAKAK! Lama banget sih angkat teleponnya!” gerutu Vina dengan teriak-teriak. Romi yang mendengar teriakan Vina segera menjauhkan ponselnya dari telinganya.
“Kak, kok diam aja sih?” tanya Vina karena tidak mendapatkan respon dari Romi.
“Ada apa?” tanya Romi seraya menutup telinganya dengan jari telunjuknya.
“Bilang sama suaminya Intan, kalau perutnya Intan sakit,” ucap Vina.
“Kalian di mana sekarang?” tanya Romi mendadak ikutan panik.
“Di rumah Rita. Nanti aku kirim alamatnya. Segera ke sini ya Kak,” balas Vina lalu segera memutuskan sambungan teleponnya.
“Apa katanya?” tanya Ricko saat melihat Romi sudah menaruh ponselnya di atas meja.
“Perut Intan sakit. Mungkin mau melahirkan,” jawab Romi berasumsi.
“APA?! perutnya sakit?” tanya Ricko dengan meninggikan suaranya lalu mengusap wajahnya dengan gusar.
“Ayo cepat kita susul mereka!” ajak Ricko seraya melenggang pergi menuju pintu ruangannya.
“Pak, urusan … “ ucapan Lia belum selesai sudah diputus Ricko.
“Kamu yang urus!” sahut Ricko singkat tanpa menoleh ke belakang.
“Sabar ya … “ tutur Romi sambil nyengir dan menepuk bahu Lia lalu mengejar Ricko yang sudah pergi jauh. Lia pun cemberut karena harus mengurusnya sendirian.
Sesampainya di area parkir, Ricko segera melempar kunci mobilnya pada Romi. Dan Romi menangkapnya.
“Aku yang nyetir?” tanya Romi.
“Iya. Siapa lagi? Supirku sudah kupecat saat Intan sudah tidak kuliah lagi,” jawab Ricko lalu masuk ke dalam mobilnya.
Nasib jadi bawahan. Gerutu Romi dalam hati.