Di Paksa Menikah - Chapter 192. BAB 189
Lagi-lagi Intan merasakan nyeri pada perutnya. Ia pun mendesis menahan sakit dan kencang yang sesekali timbul pada perutnya.
“Kamu kenapa Ntan?” tanya Melly yang melihat Intan meringis menahan sakit.
“Perutku sakit lagi,” jawab Intan seraya mendesis dan memegangi perutnya.
Vina pun melipat surat dari Rita dan menyimpannya kembali ke dalam kotak.
“Ayo kita keluar saja ke teras sambil menunggu suaminya Intan datang,” ajak Vina sambil membantu Intan bangkit dan membopongnya keluar dari dalam kamar Rita tidak lupa membawa kotak peninggalan Rita.
Tiga puluh menit kemudian Ricko dan Romi datang. Karena pemakaman memang tidak jauh dari rumah Rita, hanya berjarak tiga rumah saja.
“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Ricko khawatir saat melihat Intan meringis sambil memegangi perutnya.
“Perutku sakit lagi, Mas,” jawab Intan dengan meringis kesakitan.
“Ayo ke rumah sakit,” ajak Ricko seraya menghampiri Intan.
Ricko pun segera membopong tubuh Intan masuk ke dalam mobil. Melly dan Vina berpamitan pada tantenya Rita lalu ikut masuk ke dalam mobilnya Ricko. Di dalam mobil Romi sudah siap duduk di kursi kemudi.
“Ayo cepat Rom!” perintah Ricko pada Romi.
“Iya. Ini tinggal gas aja kok,” jawab Romi santai.
Romi pun segera melajukan mobil menuju ke rumah sakit. Di tengah perjalanan sakit di perut Intan tiba-tiba menghilang.
“Mas, udah enggak sakit lagi. Pulang aja yuk,” ucap Intan tiba-tiba.
“Beneran mau pulang?” tanya Ricko memastikan. Intan menganggukkan kepalanya.
Akhirnya Ricko pun menyuruh Romi memutar balik untuk pulang ke rumah supaya Intan bisa segera beristirahat. Sementara itu Vina dan Melly meminta turun di tengah jalan untuk naik taksi dan meninggalkan kotak peninggalan Rita di dalam mobil Ricko.
Sesampainya di rumah Ricko, Romi segera pamit untuk pulang karena hari sudah sore dengan naik taksi yang berlalu lalang di jalan raya yang tidak jauh dari perumahan rumah Ricko. Ricko pun menyetujuinya.
Setelah itu Ricko membopong tubuh Intan masuk ke dalam kamar. Kemudian ia segera melucuti pakaian Intan lalu menggantinya dengan pakaian rumahan yang lebih nyaman.
“Tunggu sebentar ya, aku buatin susu hangat,” ucap Ricko lalu pergi ke keluar kamar menuju dapur. Intan mengangguk tanda setuju.
Tidak lama kemudian Ricko membawa segelas susu hangat dan menyerahkanya pada Intan. Intan pun menerimanya dan segera meminumnya.
“Kenapa tadi tidak menghubungiku terlebih dahulu? Aku bisa mengantarmu,” tanya Ricko sambil membelai kepala Intan dengan lembut.
“Aku panik dan buru-buru, Mas. Kantor Mas Ricko kan jauh dari rumah. Nanti keburu Rita dimakamin dan aku enggak bisa lihat dia,” jawab Intan setelah meminum habis susunya.
“Ya sudah, istirahatlah. Aku akan memanggil dokter Amanda untuk memeriksa kandunganmu,” tutur Ricko lalu membaringkan tubuh Intan dan ;menutupinya dengan selimut.
Tiga puluh menit kemudian Dokter Amanda datang. Ia datang sedikit terlambat lantaran baru saja selesai membantu persalinan di rumah sakit. Sesampainya di dalam kamar Ricko, ia segera memeriksa Intan dan membicarakan hasilnya dengan Ricko di ruang tengah sambil nge-teh yang sudah disiapkan Susi.
“Segera tentukan tanggal operasi dua minggu lagi,” ucap Dokter Amanda lalu menyesap teh yang sudah ada di depan bibirnya.
“Kenapa harus operasi?” tanya Ricko dengan mengerutkan dahinya.
“Istrimu masih muda, kehamilan kembar, bahkan pernah mengalami tekanan darah tinggi. Ini resiko tinggi pada kehamilan,” jawab Dokter Amanda dengan sabar.
“Aku akan membicarakannya dengan istriku dulu,” balas Ricko sedikit sedih. Ia takut terjadi apa-apa dengan istri dan anaknya.
Setelah menghabiskan tehnya, Dokter Amanda pun pamit pulang.
***
Terima kasih dukungan like, vote poin/koin, dan komen positifnya. ;_