Di Paksa Menikah - Chapter 204. BAB 201
Setelah pesta berakhir semua orang pulang ke rumah masing-masing. Si kembar tidur di kamar dengan bu Sofi dan bu Romlah yang menemani mereka. Pukul 00.00 Ricko masuk ke dalam kamar Intan. Itu adalah kamar di mana dulu Intan tidur untuk pertama kalinya di rumah Ricko.
“Selamat malam, Sayang … “ ucap Ricko seraya mengecup kening Intan dan membelainya. Ia duduk di kursi samping tempat tidur Intan.
“Anak kita sudah berusia satu tahun. Itu sama artinya juga kamu sudah koma satu tahun lamanya. Kapan kamu akan bangun? Mereka sangat cantik dan tampan,” imbuh Ricko dengan lirih. Ia pun menengadahkan kepalanya dan melihat foto pernikahan mereka yang digantungkan di dinding kamar itu.
“Sayang, rasanya baru kemarin kita menikah. Aku bahagia menikah denganmu. Aku harap kamu tidak akan pernah meninggalkanku. Aku berharap semua tidak akan pernah berakhir. Aku ingin selalu bersamamu sampai kapanpun. Duniaku sangat indah rasanya saat kamu masuk ke dalam hidupku. Dunia yang tadinya terasa hanya hitam dan putih, seketika menjadi berwarna saat kamu hadir di dalam hidupku. Sekarang aku merasa sendiri. Meskipun kamu ada di sampingku, tapi aku tidak bisa merasakan kehidupan yang seperti dulu. Aku selalu berdoa semoga kamu bisa segera sadar dan bisa kembali seperti dulu. Aku merindukanmu, Sayang … “ ucap Ricko lalu memeluk tubuh Intan dan menangis. Tubuhnya bergetar dan menangis tersedu-sedu. Ia sudah tidak kuat lagi menahan kesedihannya selama satu tahun ini.
“Andai aku bisa menggantikanmu. Andai aku bisa memohon pada Tuhan supaya aku bisa menggantikanmu. Aku akan sangat bersedia dengan senang hati, Sayang. Lebih baik aku yang koma dari pada aku harus melihatmu seperti ini,” ucap Ricko dengan menangis di dada Intan.
“Bangunlah … bukankah aku sudah berjanji padamu? Kita akan naik helikopter bersama dengan anak-anak kita? Aku tidak akan menyewa lagi. Aku akan membelinya untukmu, Sayang. Aku mohon bangunlah … ” imbuhnya dengan berderai air mata. Dokter pun pernah berkata kalau Intan tidak kunjung bangun juga, Ricko bisa mengajukan untuk suntik mati. Tapi Ricko menolaknya. Ia yakin kalau istrinya suatu hari nanti akan bangun kembali.
Intan pun menangis di dalam hatinya. Ia pun sama. Ia juga merindukan suaminya yang selalu menjahilinya, menggodanya, mencumbuinya, dan memanjakannya. Setetes bulir bening pun keluar dari matanya dan mengalir ke samping matanya.
Ricko tidur di samping Intan dengan duduk di kursi dan menaruh kepalanya di tepi tempat tidur. Intan ingin sekali membelai kepala suaminya seperti dulu. Ricko suka sekali tidur di pahanya dan Intan membelai rambutnya. Intan pun mencoba untuk membuka matanya dan menggerakkan anggota tubuhnya, tapi tidak bisa.
***
Enam bulan kemudian
Siang hari saat Ricka dan Ricki bermain di ruang keluarga bersama bu Sofi, tiba-tiba Ricki memukul kepala Ricka karena mengambil mainan yang ia pegang. Ricka pun menangis dengan histeris karena merasa sakit. Bu Sofi pun segera menggendongnya dan membawanya ke dapur untuk membuat susu. Ricki bermain sendiri lalu berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar Intan. Ia naik kursi yang ada di samping tempat tidur Intan lalu memukul tangan Intan. Perawat yang sedang menjaga Intan sedang tertidur di sofa.
“Ma … “ panggilnya dengan cedal. Ia bisa tahu Intan adalah mamanya karena setiap hari Ricko mengajak mereka masuk ke dalam kamar Intan dan memberitahu mereka bahwa Intan adalah mama mereka.
Seketika Intan membuka matanya dengan melotot. Jari-jarinya mulai bergerak. Saat ia mendengar Ricka menangis, hatinya tergugah untuk ingin segera bangun dan melihat anaknya yang tengah menangis. Tidak lama kemudian Ricki datang dan memukulnya.
“Ma … “ panggil Ricki lagi seraya menaruh kepalanya di lengan Intan.
Air mata Intan pun mengalir dari pelupuk matanya. Ia berusaha keras untuk menggerakkan tangannya. Ia ingin membelai kepala Ricki untuk pertama kalinya.
***
Jangan lupa like dan komen di setiap ba