Istri Manja Tuan Kusuma - Chapter 122 Kesedihan Yudha (III)
Pagi harinya hujan gerimis mengguyur kota. Kaca jendela kamar dibasahi air hujan yang terbawa oleh angin. Yudha baru terbangun sekitar pukul 9 pagi, setelah semalaman tidur dalam kegelisahan dan demam tinggi. Kepalanya masih terasa sakit, dia mengerjapkan mata berkali – kali untuk mengumpulkan kesadarannya. Dilihatnya Gina tertidur di kursi yang tepat berada di sampingnya. di usapnya kepala sang istri dengan begitu lembut hingga sang istri terbangun.
” Kamu sudah bangun sayang? Apa kamu baik – baik saja? Bagaimana perasaanmu? ”
Gina segera bangun dan memegang dahi sang suami yang masih terbaring di tempat tidur, guna mengetahui apakah dia masih demam atau tidak.
” Syukurlah demamnya sudah turun! ”
Gina menghela nafas lega, karena suaminya sudah lebih baik dari semalam
” Terimakasih telah menjagaku! Maaf, aku pasti telah membuat mu begitu khawatir semalam? ”
Yudha terlihat berusaha memberikan sebuah senyuman dengan kondisinya yang lemah
” Tidak apa. Aku akan selalu berada di sisi mu. Tidak peduli apapun. Aku tidak akan meninggalkanmu. Kamu harus percaya padaku. Kamu sudah tidak sendiri lagi sayang. Ada aku yang siap berbagi suka dan duka bersama denganmu. Jadi, kamu tidak perlu khawatir dan bersedih lagi. Kita akan membuat kenangan indah setiap harinya. Hingga tak ada tempat di hati kita untuk kenangan lama yang menyedihkan! ”
Gina tersenyum lembut mengiringi perkataannya
Yudha pun mengangguk dengan senyum
” Hari ini aku ngin kamu menemaniku pergi ke suatu tempat! ” Ginapun mengiyakan dan mereka berdua tiba pada siang hari di tempat yang Yudha maksud.
Sebelumnya mereka pergi ke toko bunga untuk membeli dua ikat bunga Lili putih untuk mereka bawa.
Gina dan Yudha berjalan di bawah rintiknya hujan yang membasahi bumi. Dengan memakai payung, munyusuri jalan dengan beberapa genangan air.
” Sayang, bukankah ini tempat pemakaman?
Kita akan mengunjungi makam siapa? “Gina yang berada di sebelah Yudha dengan menggandeng tangannya tak sabar bertanya pada sang suami.. Yudha tidak langsung menjawab dia hanya menoleh ke arah Gina dan tersenyum
Mereka berhenti tepat di depan dua makam yang berdampingan. Disana tertulis nama Willy Kusuma dan Siera Ana Cokro.
” Mereka adalah orang tuaku. Hari ini adalah tepat 20 tahun kepegian mereka ” Yudha berjongkok dan meletakkan buket bunga di masing – masing makam ibu dan ayahnya. Kesedihan nampak sekali diwajahnya yang tampan dan sedikit pucat
” Ayah, ibu. Aku datang bersama menantumu dan dia sedang mengandung cucu kalian. Aku ingin kalian mengenalnya. Maaf, karena aku baru mengajaknya kemari menemui kalian ”
” Maaf ayah, ibu. Jika bukan karena aku, kalian pasti masih berada disini bersama kami. Melihat menantu kalian yang cantik dan baik hati dan cucu kalian nanti. Aku sungguh – sungguh minta maaf ayah, ibu ” Air mata pun menetes di wajah tampan Yudha. Suaranya terdengar pilu, hatinya seakan terluka begitu dalam.
Gina teringat dengan cerita neneknya semalam. Dia pun tak kuasa menahan tangis mendengar perkataan sang suami yang begitu getir.
Gina memegang pundak Yudha, seakan memberikan dukungan dan kekuatan pada sang suami.
” Ayah, ibu. Apakah kalian bahagia melihatku sudah menikah? Sekarang aku tidak sendiri. Aku memiliki istri yang selalu menemaniku. Kakek selalu berkata padaku untuk melupakan kejadian itu. Tapi itu begitu sulit, senyum terakhir kalian selalu teringat di kepalaku. Tapi kalian tidak perlu khawatir dan cemas lagi tentang ku. Aku sudah menemukan pendamping ku dan aku akan berusaha membahagiakan istri juga anakku ”
” Kalian tenanglah disana. Aku akan kemari lagi nanti. Sekali lagi maafkan aku ayah, ibu. Aku tidak bisa melindungi kalian ”
Yudha pun berdiri dan hendak beranjak pergi dari sana bersama Gina. Langkahnya begitu berat, seakan enggan untuk meninggalkan makam ibu dan ayahnya.
” Ayo sayang kita pulang! ”
Gina berusaha menyadarkan Yudha dari kesedihannya dan mengingatkannya bahwa masih ada Gina yang akan menemaninya
” Kakek atau nenek pasti sudah memberi tahu mu tentang orang tua ku? ”
Gina menganggukkan kepala dan berkata ” Iya ”
” Nenek sudah menceritakan semuanya padaku semalam ” Gina menghentikan langkahnya dan membalikkan badan Yudha agar berhadapan dengannya
” Dengarkan aku! Itu bukan salahmu. Itu adalah sebuah kecelakaan dan jadi bagian masa lalumu. Dan kamu sekarang tidak sendiri, ada aku yang akan selalu berada di sisimu. Jika sesuatu terasa begitu berat bagimu, maka kamu bisa membaginya denganku. Katakan padaku, agar aku bisa tahu apa yang kamu rasakan. Jangan memikulnya sendiri. Kamu bisa berbagi kesedihan mu kepadaku! ”
Mata Yudha berkaca – kaca, akhirnya Yudha sedikit membungkuk, menyandarkan kepalanya di bahu Gina dan menangis di pelukannya.
Gina pun membalas pelukan sang suami, mengusap punggungnya untuk menenangkan hati suaminya