Jenius Yang Nakal - Chapter 486
“Bapak… lepasin! Bapak ngapain disini? Lepasin Yani pak.” Yani terus berusaha untuk melepaskan tangannya dari Ayahnya yang tiba-tiba muncul dan langsung menyeretnya pergi.
“Plakkkk.. sialan kamu! Orang tua lagi susah kamu bisa-bisanya pergi pacaran dengan pria lain.” Ayah Yani menampar Yani dengan keras hingga darah segar keluar dari bibirnya. Yani jatuh tersungkur akibat pukulan telak yang mengenai wajahnya tersebut.
“Kamu perempuan kurang ajar, kau sama saja seperti ibu, cuihh.. perempuan tak berguna!!” Makinya sekali lagi dan Yani tidak berekspresi apa-apa dan hanya kembali bangkit dari posisinya.
“Jangan pernah menjelekkan Mama, bapak tidak berhak untuk mengatakan itu. Bapakkan sudah pergi meninggalkan kami, buat apa bapak kembali kesini? Mau minta uang lagi.. Yani sudah nggak akan memberikan bapak sepersenpun. Mama membutuhkan uang yang Yani hasilkan.” Jawab Yani dengan suara datar dan sangat dingin kepada Ayahnya.
“Berengsek! Apa karena kau sudah tidur dengan laki-laki itu kau jadi sombong seperti ini? Sudah berapa banyak yang kau dapatkan dari laki-laki itu?” Ayah Yani langsung memegang leher Yani dengan sangat kasar.
Bau alkohol dan rokok tercium begitu menyengat dari mulut Ayah Yani. Tubuh Yani yang begitu lemah dengan gampang di kuasai oleh Ayahnya. Meski merasa kesakitan, Yani tetap tak ingin menunjukkan kelemahan dihadapan Ayahnya.
“Lepaskan, jangan bapak pikir semua laki-laki itu sama brengseknya dengan dirimu. Dia adalah laki-laki terhormat bukan seperti mu!” Tatap Yani tajam dipenuhi dengan kebencian.
“Apa??? Hahahhahaha… apa kau tak tahu kalau semua pria itu buaya? Dan kau bilang bapakmu ini brengsek? Biar aku tunjukkan seperti apa itu berengsek yang sebenarnya.” Ayah Yani dengan segera memaksa Yani untuk membuka hijabnya.
“Lepaskan! Sampai matipun aku takkan memaafkan mu jika kau membuka hijabku. Lepaskan!!!” Teriak Yani mencoba untuk terus mempertahakan hijabnya.
“Pel*** sepertimu berlagak sok suci dengan memakai hijab. Kau menjadikan hijabmu sebagai tameng untuk menutupi kelakuan busukmu itu.” Ayah Yani terus menyeretnya masuk ke sebuah gang di sekitar Bar diskotik.
Tak ada satupun dari mereka yang berani melerai ketika melihat hal tersebut mendengar isi percakapan mereka. Terlebih karena wilayah itu memang menjadi sarang para preman sehingga mereka tidak berani mengambil resiko.
“Ada apa ribut-ribut?” Feby yang tak sengaja berjalan di sekitar sana melihat dari kejauhan seberang jalan ada kehebohan yang sedang terjadi.
“Kenapa tidak ada yang melerai mereka. Apa zaman sekarang rasa manusiawi orang telah mulai hilang?” Gumam Feby merasa kasihan pada keributan yang sedang terjadi.
Dia merasa iba terhadap apa yang didapatkan oleh perempuan itu, namun ia juga tidak bisa melakukan apapun karena dia juga hanya seorang perempuan yang lemah. Dia seolah merasa sangat marah melihat beberapa dari mereka malah hanya menonton dan merekam kejadian tersebut.
“Jika Alisya dan yang lainya berada disini dan melihat kejadian itu, apa dia akan membiarkannya?” Feby tenggelam dalam pikirannya dan kemudian dia dengan berarti memalingkan wajah dan beranjak pergi dari sana.
“Kau memang tak pantas menjadi seorang bapak! Aku menyesal memiliki bapak sepertimu.” Yani tahu kalau semarah apapun dia, seharusnya dia tidak mengatakan hal tersebut, namun apa yang dilakukan ayahnya sudah semakin membuat kebenciannya meledak kuat.
“Plakkkkkk” satu tamparan kuat kembali membuat ia jatuh tersungkur. Kali ini hidungnya pun mengeluarkan darah segar.
Feby langsung terhenti dan membelalakkan matanya. Ia tahu kalau suara itu adalah suara Yani sehingga tanpa sadar kakinya melangkah secara perlahan-lahan.
“Au yakin seperti ini lah perasaan marah Alisya ketika melihat orang lain di perlakukan dengan sangat tidak baik apa lagi jika itu adalah sahabatnya sendiri.” Feby mengepalkan tangannya dengan sangat erat lalu berlari menyeberangi jalan yang sedikit ramai.
Beberapa mobil membunyikan klaksonnya untuk memperingatkan Feby yang menyebrang dengan sangat sembrono sehingga membuatnya tersrempet mobil dengan begitu kuat.
“Apa kau sudah gila!!!” Teriak seorang pengendara mobil yang sedikit menabraknya.
Feby tak peduli dan terus berjalan dengan kaki yang sudah terluka. Pandangannya lurus kepada Yani yang akan mendapatkan penyiksaan lagi.
Begitu sampai, Feby langsung berlari dan mendorong Ayah Yani dengan sangat keras ketika tangannya sekali lagi ia layangkan untuk kembali memukul Yani. Ayah Yani menabrak dinding dengan sangat keras akibat dorongan dari Feby.
Feby yang mendorong pun ikut terjatuh dengan sangat keras yang menyebabkan tangannya tergores dengan cukup lebar karena membentur lantai yang kasar.
“Feby? Kenapa kamu bisa berada disini? Apa yang kamu lakukan disini?” Yani berusaha bangkit dari posisinya setelah membersihkan hidungnya dengan cepat agar tak terlihat oleh Feby.
Betapa terkejutnya dia melihat Feby yang langsung menerjang ayahnya. Terlebih dengan tubuhnya yang di penuhi oleh luka-luka yang entah dari mana ia dapatkan, Yani kebingungan melihat Feby.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Feby mengkhawatirkan Yani dan tak memikirkan dirinya.
“Aku baik-baik saja, justru kau yang tidak baik-baik saja sekarang. Dari mana kau mendapatkan semua luka-luka ini?” Tanya Yani dengan tatapan sangat khawatir melihat kondisi Feby yang cukup parah.
“Brengsek!!! Sialan.. dari mana asalnya perempuan kurang ajar ini.” Ayah Yani kembali bangkit dengan penuh amarah yang langsung membuat tubuh Yani gemetar ketakutan.
Yani takut kalau Ayahnya dapat mencelakai Feby mengingat ayahnya juga adalah seorang mantan kriminal karena membunuh seseorang sebelumnya. Yani dengan sigap langsung menyembunyikan Feby di belakangnya.
“Apa kalian lihat-lihat hah??? Bubar semua!!!” Ayah Yani berteriak kepada semua orang di sekitar sana dengan mengeluarkan yang langsung membuat mereka semua pergi dengan ketakutan.
“Bukankah harusnya kita melaporkan ini ke polisi?” Tanya salah seorang dari mereka saat mereka berlari dari sana.
“Merepotkan, kau ingin jadi saksi? Selain itu, apa kau tidak tahu wilayah disekitar sini? Wilayah ini dikuasai oleh geng tertentu yang ditakuti oleh polisi. Jika mereka mengetahui siapa yang memberikan laporan, kau yang akan mereka bunuh.” Ucapnya menghentikan temannya.
“Lupakan apa yang sudah kau lihat tadi, anggap hal itu tidak pernah terjadi.” Ucapnya lagi memperingatkan temannya.
Yani akhirnya mundur beberapa langkah sambil terus melindungi Feby di belakangnya.
“Apa kau bisa lari?” Bisik Yani kepada Feby bersiap untuk melarikan diri.
“Sepertinya bisa!” Jawab Feby pelan.
“Aku hitung sampai 3, pegang tanganku dengan erat dan lari dengan sekuat-kuatnya.” Terang Yani lagi sembari memperhatikan ayahnya yang tampak semakin kesal.
Yani mulai menghitung mundur menggunakan jarinya dan begitu ia mengangkat jari ketiga, Yani langsung memegang tangan Feby dengan erat dan menariknya untuk berlari.
Kaki Feby yang sebelumnya terkena tabrakan membuat ia hanya bisa berlari beberapa langkah saja yang langsung membuat Ayah Yani tertawa.