Jenius Yang Nakal - Chapter 494
Menyadari apa yang baru saja ia katakan membuat Yani langsung memerah malu. Dia segera melarikan diri dari hadapan Rinto setelah terlebih dahulu mengambil tasnya. Rinto yang kaget mendengarkan apa yang baru saja ia katakan, membuatnya tersenyum kemudian mengikutinya dari belakang. “Memalukan sekali, bagaimana mungkin aku bisa mengatakannya dengan selancar itu kepadanya.” Yani terus berjalan sambil mengomentari dirinya sendiri hingga keluar dari kantor. “Aku seperti Khodijah, yang melakukan pelamaran kepada seorang laki-laki. Meskipun itu bisa saja terjadi, tapi rasanya sangat memalukan sekali.” Yani terus berjalan sembari memikirkan apa yang baru saja ia lakukan kepada Rinto. Dia yang terus berjalan di trotoar tidak mengira kalau ternyata mobil Rinto sekarang sedang mengikutinya. Masih memilih dirinya sendiri, Rinto hanya tertawa pelan melihatnya dari dalam mobil. Hari yang sudah mulai gelap membuat Rinto dengan segera membunyikan klaksonnya. Terkejut mendengar bunyi klakson yang sangat dekat dengan dirinya. “Baiklah aku akan mengantarmu pulang.” Teriak Rinto dari dalam mobil. Masih merasa malu, yang tidak mungkin akan menuruti apa yang dikatakan oleh Rinto. Dia malah mempercepat langkahnya dan berjalan dengan sepatu haknya. Klakson mobil kembali berbunyi dengan keras. “Kau tidak akan mendapatkan lagi kendaraan umum di jam segini. Lagipula kendaraan umum juga tidak akan aman buat mu. Jadi lebih baik aku yang mengantarmu pulang.” bujuk Rinto sekali lagi kepada Yani dengan sedikit menancapkan gas nya agar bisa sejajar dengan langkah Yani. “Pergilah, aku terlalu malu untuk menatap wajahmu sekarang.” Usir Yani dengan wajahnya yang masih memerah malu. “Kau ingin dibegal? Sekarang sudah malam, bukankah kau akan terlambat untuk shalat magrib?” Rinto masih mencari cara agar Yani mau ikut dengannya. Yani berhenti sejenak melihat jamnya yang jika Iya masih mencari kendaraan umum, maka tentu saja ia akan melewatkan satu waktu. Melihatnya sedikit mengalami keraguan, untuk segera kembali ingin membujuknya lagi. “Jadi yang kau katakan tadi hanya sebuah omong kosong? Aku pikir kau benar-benar tulus mengatakannya. Ternyata kau hanya sama saja dengan wanita-wanita lainnya mengeluarkan kata-kata manis dengan begitu gampangnya. Tadinya aku berpikir bahwa kau berbeda dengan yang lainnya, tetapi melihatmu terus menolak ku seperti ini membuatku yakin…” Rinto yang ikut menghentikan mobilnya melihat kedepan saat mengatakannya. “Brakkkk!” Yang dimaksud ke dalam mobilnya dan duduk di kursi tepat disebelahnya. “Aku yakin kalau kau benar-benar menyukaiku.” jelas Rinto kembali melirik kearah Yani yang kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Rinto. “Kau sudah mempermainkanku sekarang?” Yani tak mengira kalau Rinto akan mengatakan hal tersebut. Dia yang dengan segera ingin membuka kembali pintu mobilnya, membuat Rinto menguncinya dengan cepat. “Maafkan Aku, aku tidak bermaksud untuk mempermainkanmu. Tetapi apa yang kau katakan sebelumnya, akan aku pertimbangkan.” Ucap Rinto sembari tersenyum dengan begitu licik. “Kau…” belum sempat Yani melepaskan kekesalannya, Rinto sudah menancap gas nya dengan sangat cepat. Ringtone menemukan kesenangan baru dengan selalu mengusili Yani. reaksi Yani yang apa adanya dan bahkan terkesan blak-blakan membuat Rinto merasa sedikit menarik. Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk sampai ke rumah sakit. Yani segera turun dari mobil Rinto kemudian dengan hormat. “Terima kasih banyak karena bapak telah mengantarku. Sebaiknya ini pertama dan terakhir kali Bapak mengantarku, karena aku tidak ingin terus-terusan salah paham terhadap sikap bapak kepadaku. Sampai jumpa lagi di kantor Pak, assalamualaikum.” Ucap Yani memberi salam dan meninggalkan Rinto ketika telah mengucapkan terima kasihnya kepadanya. Rinto tersenyum mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Yani, tidak pernah ada wanita yang sangat berterus terang kepadanya. Dan cara Yani berterus terang membuatnya sangat gemas. “Aku harus menemukan cara, agar tidak berpapasan kembali dengannya di kantor. Aku seperti merasakan dia sangat menikmati permainannya saat ini. Dan itu membuatku sangat kesal.” Gumam Yani sembari terus berjalan menuju ke ruang perawatan ibunya. Sesampainya di ruang perawatan ibunya, Yani melihat adiknya sedang mengupas kan buah untuk ibunya. “Kau sudah pulang dari pengayaan?” Tanya Yani begitu masuk ke dalam ruangan. “Iya kak, hari ini pengayaan nya cuma satu mata pelajaran saja. Aku jadi bisa pulang cepat untuk merawat ibu.” Jawabnya sembari memberi Yani beberapa potongan buah apel yang sudah dikupasnya. “Kalian berdua sudah makan?” Tanya Yani kepada ibu dan adiknya. “Kami berdua sudah makan tadi, kalau kau belum makan sebaiknya makan lah terlebih dahulu.” Jawab ibunya dengan suaranya yang serak. “Aku juga sudah makan, tapi sebaiknya aku mencari makan malam untuk kita semua. Aku akan pergi shalat dulu, setelah itu aku pergi mencari makan malam untuk kita semua.” Yani hanya mengambil beberapa lembar uang di kantongnya dan menaruh tasnya di dalam ruangan tersebut. “Hati-hati di jalan Kak..” seru adiknya dengan cepat mengingatkan Yani. Yani hanya tersenyum sembari terus berjalan keluar. Beberapa saat kemudian, terdengar suara ketukan dari luar. Ibu Yani dan adiknya segera menoleh ke arah pintu, dan menemukan seorang pria tampan yang sedang tersenyum kearah mereka. “Assalamualaikum, boleh saya masuk?” Sapa Rinto meminta izin terlebih dahulu. “Waalaikumsalam, silakan masuk.” Ucap mereka berdua dengan kompak. Mereka saling pandang dengan bingung karena tidak mengenali siapa pemuda yang sedang memasuki ruangan tersebut. “Kakak sedang mencari siapa?” Tanya adik Yani kepada Rinto dengan kebingungan. “Oh maaf, nama saya Rinto. Saya adalah teman Yani, Saya kemari sengaja untuk mengunjungi ibu. saya baru tahu beberapa waktu lalu kalau ibu ternyata dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya saya kemari setelah mengantar Yani, tetapi sepertinya dia tidak akan mengizinkan saya untuk masuk sehingga saya harus menunggu hingga dia pergi.” Jelas Rinto dengan panjang lebar yang langsung membuat keduanya tersenyum dengan begitu ceria. Rinto dengan segera menjadi sangat akrab terhadap ibu Yani dan adik Yani. Mereka bahkan sudah tertawa bersama-sama. Mendengar suara yang tak asing tersebut, Yani langsung menerobos dengan cepat. “Bapak? Bukannya tadi Bapak sudah pulang?” kenapa malah sekarang Bapak berada di sini?” Yani dengan segera menyerang Rinto dengan semua pertanyaannya karena terkejut. “Ba.. pak? Bukannya dia teman Kak Yani? Dia juga bahkan kenal dengan Ayumi.” Tanya adik Yani kebingungan dengan panggilan Yani kepada Rinto. “Iya memang benar, dia teman kakak tapi dia adalah atasan kakak juga di kantor. Bukan, maksud kakak dia adalah atasan kakak bukan teman kakak.” Yani malah menjelaskan dengan cara yang selalu berputar-putar membuat keduanya menjadi tertawa dengan pelan. Melihat reaksi Yani yang begitu berlebihan, membuat keduanya paham akan hubungan yang sedang terjadi di antara mereka berdua.