Jenius Yang Nakal - Chapter 508
Tiga Jam sebelumnya.
“Pyasssshhhh” hantaman air yang sangat keras segera membangunkan Yani. Ia merasakan sakit yang cukup perih pada bagian wajahnya hingga sedikit kesulitan untuk menarik nafas karena hempasan air yang sebagian masuk kedalam hidungnya.
“Sampai kapan kau terus tak sadarkan diri seperti itu?” pria itu memegang dagu Yani dengan sangat kasar.
“Kak Yani, Kak.. Kak Yani bangun kak!” teriak adiknya melihat Yani kembali melemas ketika mengingat kenyataan yang sebelumnya.
Mendengar suara adiknya, Yani segera tersadar kalau dia masih punya satu orang yang sangat di cintainya untuk ia lindungi. Dengan susah payah melawan cahaya matahari yang menusuk masuk ke dalam pupilnya, Yani berusaha untuk mencari dan melihat keadaan sekitar dari arah suara adiknya.
“Kau baik-baik saja?” tanya Yani kepada adiknya yang kini ia lihat sedikit lebih segar disbanding dengan sebelumnya, namun tangan dan kakinya terikat dengan sangat erat. Begitu pula dirinya yang terikat pada sebuah dinding dengan ke adaan berdiri tegak.
“Aku baik-baik saja kak, tapi mama… Mama sudah… Mama…” adiknya yang terbaring tersebut terus menatap ke tubuh ibunya yang sudah tergeletak tak berdaya.
“Yena… lihat kakak, kau sudah dewasa sekarang. Kau tentu sudah bisa memahami apa yang sedang terjadi pada kita saat ini. Kakak ingin kamu bersikap tegar dan kau bisa menangis jika kita sudah keluar dari tempat ini.” Yani segera mengalihkan perhatian adiknya meski ia paham akan apa yang dirasakan oleh adiknya, namun saat ini yang terbaik adalah bagaimana cara mereka keluar dari tempat itu dan bisa memberikan pemakaman yang layak bagi ibunya.
“Keluar dari tempat ini? Hahahahahah… kau terlalu percaya diri sekali cantik!” pia itu menertawakan Yani yang berpikir bahwa mereka dapat keluar dari tempat itu dengan hidup-hidup.
“cuih…” Yani hanya meludahi wajahnya sebagai bentuk pembalasan kepadanya yang sudah memperlakukan mereka seperti itu. Meski itu tak cukup untuk membuatnya merasakan penderitaan yang sama, Yani tetap ingin melakukannya.
“Brengsek! Plakkkk” sebuah tamparan keras kembali mendarat di wajah Yani dengan sangat kuat hingga kembali membuat wajahnya kebas. Pria itu lalu melepas hijab Yani dengan penuh amarah dan merobek sebagian bajunya kemudian menyulut rokoknya ke bagian tulang belikat lehernya yang membuat Yani meringis kesakitan.
Dengan terus tertawa terbahak-bahak, ia kemudian mengambil sebuah handphone yang dapat di ketahui kalau itu adalah miliknya sehingga ia tahu pasti akan apa yang dilakukan olehnya. Pria itu lalu merekam Yani dari atas hingga bawah dengan sedikit memberikan provokasi yang tentu saja akan sangat membuat orang lain marah.
“Apa yang akan kau lakukan dengan itu?” tanya Yani merasa sangat khawatir dengan apa yang akan dilakukan oleh pria itu berikutnya.
“Tentu saja, memberikan hasil rekaman ini kepada pria itu. Aku penasaran bagaimana reaksinya ketika melihat orang yang di cintainya di perlakukan seperti ini. Aku tidak sabar lagi melihat bagaimana aksi heroiknya saat datang kemari untuk menyelamatkan dirimu, tapi sebelum itu kenapa kita tidak bersenang-senang saja dulu?” ucapnya mulai menggerayangi tubuh Yani, yang langsung membuat Yani ketakutan setengah mati.
“Lepaskan kakakku… lepaskan dia!” adik Yani berusaha menghampiri pria itu dengan mendatanginya lalu menggigit bagian bawah kakinya dengan sangat kuat. Laki-laki itu menghentikan apa yang dilakukannya dan Yani langsung mengambil kesempatan untuk membanting kepalanya di wajah pria tersebut.
Pria itu semakin marah dan menendang perut adik Yani dengan sangat keras hingga ia terbentur ke dinding dan mengeluarkan darah segar. Adiknya terbatuk-batuk hebat karena tak bisa menemukan ritme nafasnya saat ia menahan rasa sakit yang di terimanya.
“Akan aku pastikan kau menyesali semua yang sudah kau lakukan ini, aku takkan pernah memaafkanmu dan tak akan membiarkan kau bisa mati dengan begitu mudahnya.” Ucap Yani dengan penuh amarah setelah ia mengamuk dengan sangat kuat saat pria itu menyiksa adiknya.
Pria itu pada akhirnya mengirimkan semua hasil rekamannya kepada Rinto yang langsung membuat Rinto bangkit dari tempat duduknya. Pesan yang dikirimkan bersamaan dengan rekaman tersebut berbunyi:
“Datanglah sendiri jika kau ingin menyelamatkan mereka. Kau tentu tau dimana posisi mereka sekarang. Karena jika tidak, kau akan menemukan mereka dalam keadaan yang mengenaskan.” Tulisnya dengan menampilkan sebuah gambit bagian pintu belakang Bar yang merupakan tempat dimana mereka sebelumnya masuk untuk mengintai.
Setelah berhasil meloloskan diri dari teman-temannya, Rinto segera menuju ke tempat dimana Yani dan keluarganya di sekap. Rinto menginjak gas dengan sangat kuat hingga membuat mobilnya berteriak membelah jalan dengan kecepatan yang sangat tinggi seolah sedang menyeruakkan suara hati, Rinto yang penuh akan emosi saat itu.
“Rinto masih belum kembali juga?” tanya Rafli ketika menyadari Rinto tidak berada bersama dengan mereka.
“Kalian bisa lihat kertas yang dipegang oleh Yani?” Elvian segera memperbesar gambar kertas yang dipegang oleh Yani.
Mereka semua bisa membaca dengan sangat jelas apa yang dituliskan oleh mereka pada kertas tersebut, yang dengan cepat membuat Adith merebut tablet milik Elvian. Adith kemudian memasukkan suatu kode yang selanjutnya ia perintahkan kepada Azura untuk meretas handphone milik Rinto.
“Tepat seperti yang aku perkirakan, sepertinya saat ini Rinto sudah tidak berada di dalam toilet, melainkan sudah di jalan menuju ke tempat dimana Yani berada.” Alisya segera mengetahui maksud dari apa yang dilakukan oleh Adith.
“Orang yang melakukan penculikan kepada Ibu Yani dan adiknya sepertinya memiliki dendam kepada Rinto, mengingat dialah yang sudah menyelamatkan Yani sebelumnya.” Terang Yogi tersu memikirkan semua yang sedang terjadi pada Yani.
“Itulah mengapa orang tersebut menghubungi Rinto, sebagai bentuk balas dendamnya kepada Rinto?” tanya Aurelia menebak-nebak.
“Benar, dan apa yang sudah di kirimkan oleh orang itu telah benar-benar memancing emosi Rinto dengan sangat baik.” Adith kemudian memperlihatkan kepada mereka semua apa yang sudah terkirim di handphone milik Rinto.
“Brakkkk!!!” Alisya membanting tangannya dengan sangat kuat di atas meja.
“Aku sudah menyiapkan semua keperluan kita.” Karin datang bersama dengan Ryu dengan senyuman penuh amarah.
“Tempat yang dituju oleh Rinto adalah Bar yang semalam kita lakukan pengintaian.” Ucap Ryu kepada mereka semua setelah melihat hasil yang di tunjukkan oleh Adith.
“Kita sudah cukup menahan diri semalam, sepertinya kali ini sudah tidak dapat dibiarkan lagi.” Tegas Jati bangkit dari kursinya.
“Benar, kita sudah tidak bisa membiarkan mereka untuk terus bersenang-senang di atas penderitaan orang lain lagi sekarang.” Rendy pun sudah siap dengan bangkit mengepalkan tangannya.
“Tadinya aku ingin menyelesaikannya dengan cara yang halus, tapi melihat ini semua…” Alisya berkata dengan lirih mengingat wajah sakit Yani.
“Akan puas rasanya jika tempat itu kita ratakan dengan tanah.” Sambung Adith yang semakin membuat mereka semua bersemangat dan segera pergi dari tempat mereka berkumpul.