Jenius Yang Nakal - Chapter 536
Disisi lain, di rumah Akiko.
Karan yang mendapatkan pernyataan dari ibu Akiko menjadi terlihat sangat bingung dan tak tahu apa yang harus ia katakan, sehingga ia melirik ke arah Akiko yang tampak memerah karena malu.
“Ah… kalau soal itu, A..” Karan yang sudah siap menjawab tiba-tiba terhenti.
“Akiko yang menyukai Karan lebih dahulu!” ucap Akiko cepat dengan wajah yang sudah seperti kepiting rebus.
Karan tersenyum puas melihat tingkah Akiko yang sangat menggemaskan.
“Loh, kenapa kamu lagi sih yang jawab. Ibu kan ingin bicara dengan Karan.” Protes ibunya kepada Akiko yang selalu menjawab pertanyaan yang ia berikan kepada Karan.
“Aku yang lebih dahulu menyukainya, dan aku juga yang sudah menembaknya lebih dulu.” Ucap Karan sembari mengusap kepala Akiko dengan lembut untuk menenangkannya.
“Eh? Bukankah aku yang lebih dahulu menyukaimu bahkan lebih dahulu menyatakan persaanku padamu?” tatap Akiko dengan ekspresi kebingungan pada Karan.
“Puffttt hahahaha.. Maaf kau tidak mengetahuinya, tapi sejak pertama kali bertemu denganmu ketika berada di Jet pribadi milik Alisya, aku sudah merasa tertarik padamu. Itu tepat sebelum kau melihatku secara terus menerus.” Ucap Karan yang langsung membuat Akiko malu karena ternyata Karan mengetahui apa yang sudah ia lakukan.
“Ternyata kalian memang saling mencintai satu sama lain yah? Aku iri dengan jiwa muda membara ini.” Ucap Ibu Akiko mamandang mereka berdua dengan tersenyum lebar.
Karan dan Akiko akhirnya tersadar kalau mereka berdua masih berhadapan dengan kedua orang tua Akiko. Ayah Akiko masih terlihat tidak menunjukkan reaksi untuk melunak sedikit pun.
“Ah… Maafkan kami, sepertinya kami malah jadi heboh berdua saja!” ucap Karan sembari menggaruk kepalanya karena malu.
“Tidak apa-apa, Ayah Akiko juga seperti itu jika sudah berhadapan denganku. Dia jadi tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya dan menjadi sangat bergairah. Sama seperti saat dia melamarku.” Ucap Ibu Yani lagi melirik kea rah Ayah Akiko dengan tersenyum-senyum sendiri.
“Ehemmm” Ayah Akiko batuk untuk menghentikan istrinya.
“Aduh, maaf. Ini adalah rahasia kami berdua. pufft!” ibu Akiko menaikkan telunjuknya pada bibirnya dengan kerlingan mata kepada Karan.
“Hahh???” Ayah Akiko terlihat menarik nafas yang cukup dalam setelah kelabakan mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya tersebut.
Akiko dan ibunya tertawa pelan melihat ekspresi pasrah Ayahnya. Karan jadi sedikit bingung dengan sikap Ayahnya tersebut, mengingat dia yang sudah di temui oleh Karan sebelumnya tampak sangat dingin hingga membuat Karan merasa akan sangat sulit untuk memenangkan hatinya.
Suasana mereka yang sedikit hangat membuat Karan berpikir bahwa keluarga mereka hampir sama dengan keluarga harmonis pada umumnya tanpa ada masalah yang cukup besar di antara mereka. Akan tetapi, Karan kembali mengingat bagaimana kakak Akiko, menarik tangan Akiko dengan kasar hingga membuat Karan berkesimpulan kalau mereka benar-benar tidak di restui.
“Karan, maaf kalau saya sedikit lancang. Tapi apa tujuanmu untuk datang ke rumah ini? Saya yakin kamu datang tidak hanya untuk memperkenal diri sebagai kekasih Akiko saja kan?” suara dingin ayah Akiko seketika membuat suasana diruangan tersebut kembali menjadi sangat dingin dan berat.
Seperti yang sudah diperkirakan oleh Karan, ayah Akiko tentu saja bisa tahu akan tujuan Karan yang saat ini sudah menemuinya. Dia yang dari Indonesia dan menjadi orang yang bekerja sama dengan Alisya membuatnya berpikir bahwa Karan tentu memiliki alasan lain untuk datang menemuinya saat ini.
“Sayang, maukah kau mengajari ibumu bagaimana cara memakai baju batik yang sudah aku berikan?” Karan sengaja ingin berbicara berdua saja dengan ayah Akiko, agar keduanya bisa lebih nyaman berbicara satu sama lainnya dengan bebas.
Akiko paham maksud dari Karan, sehingga dia dengan tersenyum dengan ceria mengajak ibunya untuk segera pergi meninggalkan mereka berdua saja di dalam ruangan tersebut. Ibu Akiko yang sudah bangkit dari tempat duduknya, setengah menunduk dan membisikkan sesuatu kepada ayah Akiko.
“Jangan terlalu keras padanya, jika tidak kau akan menyesal dan kehilangan putri kesayanganmu. Karan anak yang baik kok.” Ucapnya dengan senyuman hangat yang langsung membuat ayah Akiko jadi sedikit menghela nafas yang memperlihatkan ekpresi yang sedikit melunak.
Setelah mereka sudah tidak terlihat di ruangan tersebut, Karan akhirnya menarik nafas yang sangat dalam dan mengumpulkan keberaniannya untuk bisa berbicara dengan ayah Akiko.
“Seperti yang anda katakan, saya kemari bukan hanya untuk mengenalkan diri sebagai kekasih Akiko saja. Saya kemari untuk meminta anda dapat merestui hubungan saya dengan Akiko, sebab saya berniat untuk serius dan menikahi Akiko.” Ucap Rinto dengan sangat tegas yang langsung membuat ayah Akiko tampak terkejut.
“Hahhh???!” seru ayah Akiko dengan mata yang membelalak.
Ekspresi ayah Akiko membuat Karan sedikit bingung, karena ia tidak menduga kalau ayah Akiko akan sampai se kaget itu mengingat ia seolah sudah mengetahui maksud kedatangannya tersebut.
“Ada apa? Apa saya sudah mengatakan sesuatu yang salah?” tanya Karan bingung.
“Aku pikir kau datang kemari selain mengatakan bahwa kau adalah kekasih Akiko, kau ingin membahas mengenai kontrak kerja sama yang sudah kita lakukan kemarin atas perintah dari Alisya dan Lesham.” Ucap Ayah Akiko dengan suara yang cukup keras dan terdengengar sedikit panik karena ia sudah salah tebak.
“Huh?? Te… tentu saja bukan. Kami sangat professional dalam bekerja, sehingga kami tidak pernah membuat urusan pribadi dan urusan kantor saling berkaitan satu sama lainnya.” Ucap Karan dengan setengah gagap tak menyangka kalau ayahnya akan berpikiran seperti itu.
“wahahahaha…” Akiko dan ibunya yang ternyata sedang menguping langsung jatuh dalam tawa ketika mendengar tebakan ayahnya yang begitu konyol.
“Sudah aku bilang kan bu? Ayah dan Karan itu sebenarnya sangat mirip. Karan dan Ayah juga sama-sama suka kurang peka dan selalu saja membuat orang jadi salah paham.” Terang Akiko dengan berusaha menahan tawanya dan menghapus air matanya.
“Too san… (Ayah…)” istrinya terlihat protes dengan apa yang baru saja dipikirkan oleh Ayah Akiko.
Beberapa saat kemudian setelah semua itu, Karan akhirnya pulang dengan di antar oleh Akiko hingga ke depan rumahnya. Wajah Akiko yang terlihat suram membuat Karan tersenyum getir dan langsung mengusap lembut kepala, Akiko.
“Jangan khawatir, aku bisa memahami ke khawatiran ayahmu terhadapmu mengingat kamu adalah putri satu-satunya. Tapi bukan berarti aku akan menyerah.” Karan memegang pipi Akiko dengan gemas dan menariknya agar ia memperlihatkan senyumnya.
“Tapi ayah sudah…” Akiko berkata dengan suaranya yang serak hingga membuat Karan kembali menarik pipi Akiko dengan kuat.
“Ayahmu tidak akan membuatku menyerah hanya karena dia menolakku satu kali saja. Akan aku buktikan padanya kalau aku juga bisa membuatnya menyetujui aku untuk menjadi suami mu. Tunggu saja!” ucap Karan terus berusaha menenangkan Akiko.