Jenius Yang Nakal - Chapter 542
“Buat apa kau datang kemari lagi?” Ayah Akiko terlihat sangat gahar ketika melihat Karan yang sudah berada di rumah mereka lagi.
Akiko memandang Karan dengan kesedihan dan kerinduang yang teramat mendalam, hingga membuat hati Karan sangat sakit melihatnya. Tampak jelas di mata Akiko. Akan kesedihannya hingga wajahnya pun tidak menunjukkan semangat dan keceriaan sama sekali.
“Saya akan terus datang sampai saya bisa mendapatkan restu dari tuan. Saya akan melakukan apapun jika hal itu bisa membuat anda merestui hubungan kami.” Suara Karan terdengar sangat tegas dan penuh keyakinan serta taka da kebohongan dan keraguan di dalamnya.
“Sepertinya hanya dengan menolakmu saja tidak akan membuatmu menyerah.” Ayah Akiko tampak mendesah pasrah karena tidak bisa melakukan sesuatu kepada tekad Karan.
“Baiklah, kalau begitu aku akan merestuimu bersama Akiko jika kau bisa mengalahkan mereka. Orang yang di nikahi Akiko bukan hanya harus memiliki jabatan yang tinggi saja, tetapi juga memiliki kemampuan bela diri yang cukup agar ia bisa melindunginya.” Ayah Akiko terlihat tersenyum dengan licik karena memandang Karan dengan sebelah mata.
Ayah Akiko menunjuk kepada ketiga orang kakak Akiko yang tentu saja ketiganya memiliki kemampuan yang sangat tinggi sehingga hal itu membuat Akiko sedikit rakut karenanya. Akiko memang tahu kemampuan Karan, tapi jika harus melawan mereka sekaligus tentu saja tidak akan mudah baginya.
“Ayah, bagaimana mungkin bisa kakak Karan, melawan mereka semua?” Akiko dengan segera memprotes apa yang ingin di lakukan oleh ayahnya kepada Karan.
“Jika kau benar-benar ingin mendapatkan pengakuan kami, sebaiknya kamu bisa mengalahkan kami semua. Akiko adalah adik perempuan kami satu-satunya, tentu saja kami tidak ingin dia di nikahi oleh sembarang orang” kakak pertama Akiko juga menyetujui apa yang di pikirkan oleh Ayahnya.
“Bukankah seharusnya kita bisa memberikan dukungan kepada Akiko? Kita sudah tahu siapa identitas pria ini sebenarnya, dan menurutku dia cukup layak untuk menjadi pendamping Akiko. Terlebih jika Akiko juga sangat mencintainya.” Kakak kedua Akiko memang sedari dulu selalu mendukung semua hal yang di lakukan oleh adiknya tersebut, karena ia sangat mempercayai Akiko, seperti kepercayaan Akiko padanya.
“Justru karena itu kakak kedua! Jika pria itu benar-benar mencintai Akiko, maka dia seharusnya tidak ragu atau menolak permintaan sederhana dari Ayah bukan? Selain itu dengan ini dia bisa membutikan dirinya bisa melidungi Akiko dan memperlihatkan tekadanya kepada Ayah.” Ucap kakak ketiga Akiko dengan sikapnya yang cuek dan acuh tak acuh.
Mendengar perkataan mereka membuat Karan hanya bisa mendesah pasrah dan tersenyum dengan cerah. Meski ia belum mengetahui pasti mengenai kekuatan ketiga orang tersebut, melihat Akiko yang sedikit khawatir membuat Karan yakin, kalau kemampuan mereka tentu tak bisa di anggap remeh.
“Mereka bertiga tentu saja memiliki kemampuan yang cukup tinggi. Jika Karin bersamaku, dia tentu bisa sedikit mengukur kemampuan mereka bertiga dengan melihat bentuk tubuh mereka. Tapi sepertinya tidak ad acara lain selain mengujinya secara langsung saja.” Batin Karan terus mengamati mereka bertiga dengan begitu serius.
“Jadi bagaimana? Jika kau merasa takut dan tak berani sebaiknya kamu menyerah saja dan jangan pernah kembali lagi ke rumah ini atau berhubungan lagi dengan Akiko.” Tegas Ayah Akiko yang terlihat seolah telah berhasil memukul mundur Karan.
“Siapa yang bilang aku akan menyerah? Terimakasih atas sarannya, tapi aku takkan membuat kekasihku terus menunggu dan merindukanku. Baiklah, aku akan terima tantangan kalian. Tapi jika aku bisa mengalahkan mereka bertiga, maka kalian harus menepati janji kalian semua.” Tegas Karan dengan penuh percaya diri hingga membuat ibu Akiko tertawa pelan mendengarnya.
“Wahhh… Akiko, kau sangat beruntung bertemu dengan pria seperti ini. Sepertinya kau benar-benar memilih pria yang tepat.” Ucap ibunya yang langsung membuat Akiko memerah malu, tapi tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya.
“Berjuanglah…. Ibu mendukungmu!” teriak ibu Akiko lagi dengan penuh semangat, sedang Akiko tampak ingin berderai air mata melihat wajah Karan.
“Kentaro yang akan menjadi lawan pertamamu, sebaiknya kau bisa bertahan hingga akhir.” Tunjuk ayah Akiko kepada kakak ketiga Akiko, saat mereka sudah berada di salah satu ruang latihan yang biasanya di pakai oleh keluarga Akiko untuk berlatih ilmu bela diri dan yang lainnya.
“Aku akan berikan sedikit informasi untukmu. Aku adalah seorang Atlet Judo tingkat internasional yang sudah banyak memenangkan banyak pertandingan, yang sudah pasti aku takkan segan-segan padamu. Sebaiknya kau mengeluarkan kemampuanmu dengan baik, karena jika tidak kau akan terluka parah.” Ucap Kentaro dengan bersikap sedikit sombong dan arogan.
Setelah aba-aba dari Ayah Akiko, Kentara langsung melakukan serangan kepada Karan dengan sangat cepat. Karan sulit menghindari sebagian besar serangannya, sehingga tanpa sadar tubuhnya terangkat ke atas dan dibantingnya dengan sangat keras.
“Uakhhhh!” Karan sengaja menahan suara dan ekspresinya agar tidak membuat Akiko khawatir, namun tetap saja Akiko terus memegang erat kedua tangannya dan menutup matanya ketika melihat Karan jatuh tersungkur di bawah.
“Sepertinya kau juga tidak boleh segan padanya, aku tak ingin calon istriku khawatir padaku dan ketakutan sampai ia harus menutup mata seperti itu.” Terang Karan berusaha bangkit dari tempatnya.
Melihat Karan yang tampak baik-baik saja membuat Akiko, kembali bernafas lega. Akiko tidak berhenti berharap kalau Karan akan baik-baik saja dan bisa memberikan perlawanan yang berarti hingga ia benar-benar bisa menyentuh hati Ayahnya.
Stelah saling berpandangan, Kentaro kembali dengan segera memberikan sebuah serangan tipuan yang dengan cepat Karan berusaha menghindari tendangan tersebut, namun ternyata Kentaro sudah berhasil mendapatkan tubuhnya dan melemparnya serta membantingnya dengan sangat keras.
“Ohookk… Ohoookkkk” Karan terbatuk-batuk dengan keras akibat bantingan tersebut, sehingga membuat Akiko dengan segera bangkit dari tempat duduknya menghampiri Karan.
“Kak Karan!!! Kau baik-baik saja?” Akiko berteriak dan berlari dengan tatapan mata yang bergetar karena sangat mengkhawatirkan Karan.
Karan tidak menjawabnya, dan hanya terbatuk-batuk kuat sembari berusaha untuk menarik nafa dengan dalam. Karan yang memegang dadanya yang sesak membuat Akiko mulai berderai air mata, dia tidak tahan melihat Karan tampak kesakitan seperti itu.
“Sudah cukup! Hentikan saja semua ini. Aku tidak ingin kamu terluka. Aku tak tahan melihatmu seperti ini. A.. Aku… Umpppphhh” Akiko tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena bibir Karan telah mengunci bibirnya dengan sangat erat.
“Kyaaaa…. Jiwa muda yang sangat membara! Saya suka, saya sukaaaaaa….” Ibu Akiko berteriak dengan heboh sembari membuka dan menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangannya, sedangkan Ayah Akiko dan ketiga kakaknya memerah malu serta marah dan bingung.
“Brengsek, kau bahkan berani melakukan itu di hadapan kami semua!” maki Kentaro pada Karan yang mencium adiknya tepat di depan matanya.