Legenda Dewa Harem - Chapter 343
Setelah berkata seperti itu, Serena tertawa sekali lagi dan duduk dengan tenang. Sedangkan wajah Randika terlihat murung, dia benar-benar sudah tidak tahan lagi. Awalnya imannya itu benar-benar kuat ketika menolak Serena tetapi lama kelamaan imannya mulai goyah. Kalau saja tidak ada Viona dan Hannah, dia mungkin sudah mengajak Serena melakukannya di dalam toilet.
Mendengar perkataan Serena itu, Hannah merasa sedikit lega namun masih waspada. Dia lalu mengajak Viona untuk duduk kembali dengan benar. Sebelum dia duduk, Hannah memberikan tatapan tajam penuh makna kepada Randika seakan-akan berkata bahwa jangan berbuat aneh-aneh atau dia akan melaporkannya pada Inggrid.
Randika hanya bisa tersenyum pahit, peringatan adik iparnya ini benar-benar membuat nyalinya menjadi ciut.
Tidak lama kemudian, akhirnya pesawat mereka lepas landas. Para pramugari mulai berkeliling dan menawarkan produk-produk mereka.
Pada saat ini, dua penumpang terlihat sedang mengobrol dengan asyik.
“Tumben baca koran? Memangnya ada kejadian apa di koran?”
“Kamu ini ya, aku tahu kamu tidak suka membaca tetapi setidaknya kamu harus tahu apa yang sedang terjadi di dalam negeri!”
“Oh? Memangnya ada apa dengan negara tercinta kita ini?”
“Kamu tahu serangan teroris di Jakarta kapan hari tidak?”
Temannya itu menggelengkan kepalanya dengan semangat, tatapan matanya seolah-olah meminta temannya ini untuk menceritakan apa yang telah terjadi di Jakarta.
“Jadi kapan hari itu ibu kota kita itu benar-benar kacau karena satu orang. Wah dia benar-benar gila karena semua polisi di Jakarta mengejar orang ini sampai-sampai mereka mengerahkan 10 helikopter untuk membantai orang tersebut. Kejar-kejaran mereka itu sampai mengganggu kediaman keluarga Alfred dan dia telah membunuh semua anggota keluarga itu tanpa ampun!”
“Bohong! Mana mungkin satu orang bisa melakukan semua itu?” Temannya ini jelas tidak percaya.
“Terserah mau percaya atau tidak, tetapi apa yang kukatakan itu semua benar. Tetapi akhir-akhir ini media berita mencoba mengalihkan isu ini. Dari yang selama ini kubaca dan kudengar, teroris itu katanya membajak pesawat dari kota kita Cendrawasih terlebih dahulu sebelum ke Jakarta.”
Mendengar kata-kata ini, temannya makin tidak percaya.
Sambil tersenyum, akhirnya dia menanyakan masalah ini pada pramugari yang lewat. “Permisi aku mau tanya, apa ada kejadian pembajakan pesawat akhir-akhir ini? Aku dengar ada pesawat dari Cendrawasih yang dibajak.”
Pramugari itu awalnya ragu-ragu untuk menjawab, dia pada akhirnya mengangguk. “Benar.”
Percakapan kedua orang itu jelas telah menggugah rasa penasaran orang-orang. Sudah banyak orang yang mulai tertarik dengan diskusi kedua orang ini. Lagipula, kejadian di Jakarta itu benar-benar menggemparkan seluruh negeri.
Salah satu orang tiba-tiba angkat bicara. “Aku dengar dari temanku yang pramugari di Cendrawasih, ada pesawat yang menuju ke Jepang yang dibajak oleh kelompok teroris sebelumnya.”
Kali ini semua orang terkejut, kejadian ini tidak pernah keluar di media berita.
“Bagaimana ceritanya?” Semua orang sudah penasaran. Orang tersebut seperti hendak mengatakan sesuatu tetapi menelan kembali kata-katanya
Di suasana tegang seperti ini, Serena menatap Randika dan tersenyum kepadanya. Dengan nada suara yang lantang, perempuan itu berkata pada semua orang. “Aku tahu kejadian itu.”
Dia tahu?
Dalam sekejap semua tatapan mata tertuju pada Serena, para pramugari juga ikut menatapnya.
“Bagaimana kejadian yang sebenarnya?” Tanya salah satu penumpang dengan wajah serius.
“Pada saat itu, ada sekelompok teroris yang hendak menculik semua orang di dalam pesawat dan menjadikan kami sandera.” Serena mulai menceritakan awal mula kejadian menegangkan tersebut, semua orang sudah menahan napas mereka. Dari cerita Serena, teroris tersebut membawa berbagai macam senjata, bagaimana mungkin mereka bisa selamat?
Tidak dapat dipungkiri, semua orang merasa penasaran dan menyimak Serena dengan serius.
“Saat itu aku kira kita semua sudah tamat.” Tambah Serena.
“Waktu itu siapapun yang berani melawan akan dibunuh tanpa pandang bulu.”
Semua orang mulai tidak sabar, mereka menantikan bagaimana cara para penumpang tersebut berhasil mengalahkan para teroris yang bersenjata itu.
“Aku dengar dari temanku ada seorang penumpang yang gagah berani melawan mereka semua sendirian.” Akhirnya salah satu pramugari angkat bicara.
“Sendirian? Tidak mungkin.” Kata salah satu penumpang sambil menggelengkan kepalanya. Mana mungkin satu orang bisa melumpuhkan sekelompok teroris yang bersenjatakan senjata api? Rasanya pramugari itu terlalu banyak membaca komik.
Mendengar diskusi ini, Randika terbatuk dan menoleh ke arah Serena. Perempuan itu menatapnya lekat-lekat, sudah jelas dia ingin membocorkan identitas Randika.
Randika hanya bisa tersenyum pahit, dia sama sekali tidak berdaya untuk menghentikan Serena. Meskipun dia telah memiliki kekuatan dan kekayaan, Randika berusaha untuk low profile. Tetapi sepertinya impiannya ini akan hancur berantakan sebentar lagi.
Hannah dari awal sudah mengikuti pembicaraan ini, dia benar-benar penasaran dengan cerita seperti ini.
Sekarang semua mata masih tertuju pada Serena yang terlihat tersenyum, dia lalu berkata dengan wajah serius. “Apa yang dikatakan pramugari itu benar, kami semua diselamatkan oleh satu orang. Orang ini benar-benar kuat dan jago bela diri, dia menghajar semua teroris itu dengan tangan kosong.”
“Ah? Bohong!” Jelas semua orang tidak percaya, sedangkan si pramugari itu terlihat lega karena cerita yang didengarnya itu ternyata benar bukan sebuah hoax.
“Percaya atau tidak percaya, aku melihat aksinya dengan mata kepalaku sendiri. Situasi kita waktu itu benar-benar gawat tetapi orang itu berhasil menaklukan semua teroris itu sendirian. Bahkan para teroris itu tidak bisa berbuat apa-apa.”
Banyak orang merasa terkagum-kagum mendengar cerita Serena tetapi beberapa masih tidak percaya. “Ceritamu terlalu mengada-ngada.”
“Eh bukannya itu masuk akal? Apa kalian lupa dengan insiden Jakarta? Bukankah pelakunya satu orang? Jangan-jangan pelakunya sama.”
“Benar juga!”
Semuanya mulai heboh dengan pendapat mereka masing-masing, salah satu dari mereka akhirnya bertanya pada Serena. “Apa kamu tahu siapa orangnya?”
Mendengar pertanyaan ini, hati Randika mengepal.
“Tentu saja aku tahu.” Serena mengedipkan matanya. “Waktu itu orang itu duduk di sampingku.”
Mendengar hal ini, semua orang menjadi penasaran.
“Seperti apa orangnya?”
“Kamu pasti mengenalnya bukan?”
Bahkan para pramugari juga ikut penasaran dengan sosok Randika. Sebelum ini, kejadian pembajakan pesawat itu ditutup rapat-rapat oleh pihak penerbangan jadi tidak ada informasi jelas mengenai masalah ini. Mereka tidak menyangka bahwa akan bertemu dengan salah satu penumpang dari kejadian tersebut.
Randika terbatuk-batuk tetapi tidak ada yang menyadari sosoknya. Semua mata tertuju pada Serena, menunggu jawaban dari perempuan cantik ini.
Mata Serena sempat melirik ke arah Randika untuk sesaat, hal ini membuat Hannah makin geregetan dengan Serena. Apa yang direncanakan wanita satu itu?
“Sebenarnya aku benar-benar beruntung hari ini karena aku bisa duduk dengannya lagi hari ini.” Kata Serena sambil tersenyum. Secara serentak, semua orang benar-benar terkejut.
Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Randika yang duduk di samping Serena.
Puluhan mata menatap Randika, semua mata tersebut terbelalak ketika melihat sosok Randika. Mustahil! Orang itu adalah pahlawan yang telah menyelamatkan puluhan nyawa dari teroris?
Untuk sesaat suasana benar-benar sunyi. Hannah dan Viona juga sama terkejutnya dengan yang lain. Hannah benar-benar bingung, kapan kakak iparnya itu melakukan hal heroik seperti itu?
Sedangkan Viona sudah terkagum-kagum, Randika memang lelaki yang gagah dan pemberani!
Para pramugari juga tidak kalah terkejut dengan yang lain, mereka menatap Randika lekat-lekat. Eh? Bukankah dia terlihat tampan?
Meskipun begitu, tatapan kebanyakan orang tidak percaya dengan kata-kata Serena.
“Apa kamu tidak salah orang?” Tanya salah satu penumpang.
Serena lalu berkata sambil tersenyum. “Tidak, orang ini adalah pahlawanku waktu itu. Berkat dia kami semua bisa selamat dari kejadian mengerikan itu.”
Melihat wajah serius Serena, semua orang akhirnya mempercayai kata-katanya.
Randika terlihat gelisah karena tatapan mata orang-orang. “Jangan begitu, waktu itu keadaan terdesak jadi aku terpaksa turun tangan.”
“Apa benar kamu menghajar semua orang itu sendirian?” Tanya seseorang.
“Sepertinya.” Randika tersenyum.
“Apa kamu jago bela diri?” Lanjutnya.
“Hmm mungkin?” Randika terlihat seperti orang bodoh.
“Bukankah para teroris itu punya senjata? Bagaimana caramu mengalahkan mereka?”
Satu per satu pertanyaan mulai dilontarkan orang-orang, tetapi orang-orang masih ragu dengan sosok Randika. Bagaimanapun juga, sosok Randika sama sekali tidak melambangkan sesosok pahlawan.
Tidak dapat dihindari, beberapa dari penumpang ingin melihat Randika beraksi.
“Tunjukan otot-ototmu!”
“Benar, coba angkat apa gitu.”
Dalam sekejap semua orang menjadi antusias.
Randika menghela napasnya. “Apa kalian ingin melihatnya?”
“IYA!” Semua orang satu suara.
“Baiklah.” Randika mengangguk.
Ketika suara Randika itu terdengar, semua mata sudah menatap Randika lekat-lekat. Namun, Randika sama sekali tidak bergerak. Randika hanya memegang topinya dengan tangannya lalu memakainya.
Semuanya menatap Randika, berharap melihat sesuatu yang menakjubkan. Tetapi Randika hanya tersenyum dan berkata pada mereka. “Sudah!”
Sudah?
Semua orang terlihat bingung, apanya yang sudah?
Namun, pada saat ini, beberapa orang menyadari apa yang dimaksud oleh Randika.
“Bukannya tadi dia tidak memegang topi?”
Mendengar hal ini, semuanya terkejut. Benar! Randika tidak memegang topi daritadi.
“Dari mana topi itu?”
“Benar, dia daritadi tidak membawa topi apa pun di tangannya!”
“Eh, apa kita tidak salah lihat saja? Mana mungkin tiba-tiba dia punya topi?”
Semua orang terbagi menjadi 2.
Pada saat yang sama, seseorang melihat topi yang dikenakan Randika lalu langsung memegangi kepalanya. Dengan nada yang terkejut, dia berkata dengan lantang. “Mana topiku!?”
Pada saat ini, Randika tersenyum dan berjalan menghampirinya. “Maafkan aku, aku hanya ingin memperlihatkan sedikit kemampuanku.”
Dalam sekejap semua orang terkejut bukan main. Orang itu bisa mengambil topi orang lain tanpa diketahui orang-orang? Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi!
Tanpa diragukan lagi, hal ini membuat semua orang terkagum-kagum; semua orang mulai bertepuk tangan.
“Pahlawan asli!”
“Hebat, hebat!”
Beberapa orang mulai meminta tanda tangan dan foto, bahkan para perempuan berebutan menarik perhatian Randika dan meminta nomor teleponnya.
“Bisa minta tanda tanganmu?”
“Hmm? Di mana aku harus tanda tangan?” Randika mengambil sebuah bolpen dan tersenyum.
“Di sini.” Perempuan itu menunjuk dadanya. Randika hanya bisa melihat lembah dada yang begitu besar dan menelan air liurnya.