Legenda Dewa Harem - Chapter 350
“Ran, kamu benar-benar luar biasa!” Viona semakin kagum dengan Randika.
Hannah juga tidak kalah kagum. “Kak Randika memang hebat, aku paling benci orang seperti itu. Dia pikir dia bisa membeli segalanya dengan uang.
Randika masih merangkul keduanya dengan tangannya, bau parfum mereka segera memenuhi hidungnya. Randika sendiri juga merasa dirinya keren tadi, dia lalu berkata dengan santai. “Siapapun yang berani merebut Viona dan Hannahku yang cantik, aku akan menghajar mereka tidak peduli dia seorang presiden sekalipun!”
Setelah berkata seperti itu, dia melirik ke arah keduanya dan terbatuk sekali. “Seharusnya sekarang kalian bertepuk tangan.”
“Benar!” Viona langsung bertepuk tangan, Hannah lalu ikut bertepuk tangan.
“Yah bantuan kak Randika kali ini benar-benar hebat, nanti aku akan menceritakan kisah heroik kak Randika ke kak Inggrid!” Kata Hannah sambil tersenyum.
Randika lalu menarik mereka ke tengah dan berbisik pada mereka. “Sepertinya malam ini kita perlu tidur satu kamar, ini untuk jaga-jaga saja.”
Tentu saja, rencana impian Randika ditolak mentah-mentah.
“Tidak mau!” Hannah dengan cepat melepaskan diri dari rangkulan Randika dan menolak usulan Randika. “Aku sama kak Viona itu wanita lemah lembut, serigala seperti kak Randika tentu saja akan memangsa kita ketika kita tidur!”
Lemah lembut?
Sepertinya kata-kata itu tidak cocok untukmu bukan?
Mengingat-ingat kelakuan Hannah yang dulu-dulu, bukankah nona muda ini sering mencari gara-gara ke orang lain dengan perkataan kasarnya? Dari mana coba dia itu lemah lembut?
Randika yang awalnya semangat tadi menjadi loyo bagaikan balon yang kempes, Viona yang masih dia rangkul itu tersenyum dan berkata padanya. “Sudah tidak apa-apa, bagaimana kalau kita sekarang makan dulu?”
“Makan? Ayo, ayo! Mau makan apa kita?” Hannah menjadi bersemangat kembali.
Setelah berjalan sebentar, mereka menemukan sebuah restoran.
“Kak Viona, kakak pesan saja apa yang kakak mau. Uang kita banyak!” Ketika mereka duduk, Hannah langsung melambaikan tangannya memanggil pelayan.
Randika sendiri tidak sungkan-sungkan memesan, makanan yang dia pesan sudah sama seperti porsi seorang sumo.
“Ran makannya pelan-pelan dong.” Viona yang duduk di sampingnya itu membersihkan mulut Randika yang cemot dengan makanan. Hannah sendiri juga mengunyah makanannya dengan cepat.
Kedua orang itu makan dengan lahap, lalu di atas meja tinggal setusuk sate daging sapi yang tebal.
Hening… suasana meja makan ini menjadi hening!
Mata Hannah dan Randika saling melotot satu sama lain, akhirnya Hannah memecah keheningan dengan berkata pada kakak iparnya. “Jika kakak berani mengambil makananku, aku akan menceritakan ini ke kak Inggrid.”
“Han, makan banyak akan membuatmu gemuk.” Balas Randika.
“Aku tidak gemuk kok.” Jawab Hannah sambil tersenyum.
Ketika Randika hendak membalas perkataannya, dia merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya. Ketika Hannah menoleh, ternyata tidak ada apa-apa. Namun ketika dia melihat ke arah piring, sate daging sapinya sudah masuk ke dalam mulut Randika.
“Ah, ah, ah kak Randika curang!”
Hannah dengan cepat berusaha merebut sate tersebut.
“Sudah toh Han, nanti kamu tambah gemuk!”
Suasana makan malam mereka ini benar-benar mirip sebuah keluarga yang bahagia.
Di saat yang sama, Liu Changhai mendapatkan informasi tempat hotel Randika menginap.
Tetapi Liu Changhai tidak membuat amarahnya ini mengaburkan penilaiannya. Karena dia gagal sendirian menghadapi Randika, sekarang dia akan meminta bantuan temannya.
Jadi Liu Changhai menelepon Li Zhen.
Li Zhen merupakan teman baik Liu Changhai, kedua keluarga mereka sama-sama memerintah Makau dari balik layar. Berbeda dengan Liu Changhai, Li Zhen berdomisili di Makau jadi jaringannya jauh lebih besar daripada yang dimilikinya. Terlebih lagi, ayah Li Zhen adalah dewa judi Makau.
Karena kekuasaan keluarganya yang absolut, Li Zhen sering berbuat onar di Makau. Ketika Liu Changhai berkunjung ke Makau, mereka berdua sering berjalan bersama-sama.
“Kenapa kamu telepon aku malam-malam? Aku sedang ngesex bodoh!” Di balik telepon terdengar suara perempuan mendesah.
“Maaf, aku tidak tahu kalau kamu sedang sibuk. Bagaimana kalau aku menebus kesalahanku ini? Aku menemukan 2 perempuan cantik untuk kita berdua.” Kata Liu Changhai.
“Serius?” Nada suara Li Zhen terdengar ragu-ragu.
“Serius, mereka lebih cantik dari simpananmu biasanya. Bagaimana, apa kamu tertarik?”
“Sialan, cepat kasih tahu alamatnya.” Dari balik telepon terdengar orang memakai baju.
“Tapi kamu harus bawa pengawalmu lebih banyak daripada sebelumnya, aku khawatir mereka akan menolak kita dengan keras.” Kata Liu Changhai.
Li Zhen tertawa. “Jangan khawatir, Makau adalah milikku. Siapa memangnya yang berani melawanku?”
Lalu Liu Changhai dan para pengawalnya menunggu di depan hotel untuk waktu yang lama. Dan akhirnya Li Zhen datang dan masuk ke dalam mobil Liu Changhai.
“Hei, kamu tidak bohong kan?�� Li Zhen duduk di samping Liu Changhai dan memperhatikan sekelilingnya. Tetapi tiba-tiba Li Zhen terkejut ketika melihat penampilan temannya itu.
“Bajingan, kenapa kamu penuh perban gitu?”
Pada saat ini, hidung Liu Changhai dibalut oleh perban.
Liu Changhai menggelengkan kepalanya. “Sudah, penampilanku ini tidak penting.”
“Terus mana perempuan cantik yang kamu maksud?” Li Zhen menghargai dan mengganti topik. Dari awal pertemanan mereka, mereka berdua sering meniduri perempuan cantik tetapi baru kali ini Liu Changhai memuji kecantikannya jadi jelas Li Zhen penasaran.
“Kamu akan tahu ketika nanti kamu melihatnya.” Setelah berkata seperti itu, tatapan mata Liu Changhai menjadi berbinar-binar. “Sini, lihat ke sana!”
Li Zhen langsung menoleh dan melihat tiga orang sedang berjalan menuju ke dalam hotel. Di bawah sinar rembulan itu, kecantikan Hannah dan Viona tersorot dengan sangat jelas.
“Hahaha tidak heran kamu menyebut mereka cantik!” Ekspresi wajah Li Zhen sudah bagaikan serigala siap menerkam mangsanya.
Matanya tertuju pada Viona. Pada saat ini, Viona menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Momen ini langsung terabadikan di hati Li Zhen.
Cantik… Benar-benar cantik!
“Aku akan mengambil perempuan itu.” Li Zhen menunjuk ke arah Viona.
Liu Changhai tidak peduli, tatapan matanya yang penuh kebencian itu tertuju pada Randika. Dengan nada suara yang dingin, dia berkata pada Li Zhen. “Jangan senang dulu, pria itu tidak selemah yang kamu kira. Lebih baik pengawal kita menghajar dia duluan sebelum akhirnya kita meniduri perempuannya itu.”
“Baiklah kalau itu maumu, kalau gitu tunggu apalagi? Cepat kita turun, aku sudah tidak sabar.” Li Zhen langsung membuka pintu mobilnya.
Kemudian Li Zhen dan Liu Changhai berjalan menghampiri Randika.
“Kak Viona, besok kita mau ke mana lagi?” Tanya Hannah sambil tersenyum.
“Bagaimana kalau kita ke pantai?” Viona tersenyum manis. “Aku dengar pantai di Makau benar-benar indah.”
Randika baru saja mau berbicara tetapi ekspresi wajahnya berubah menjadi serius ketika dia melihat ke arah depan.
Di hadapannya sekarang, ada sosok Liu Changhai dan pemuda lainnya yang menghalangi jalan mereka bertiga.