Legenda Dewa Harem - Chapter 374
Hannah memegang mulutnya dengan kedua tangannya, dia berusaha menahan diri untuk tidak muntah!
Reaksi Hannah benar-benar lugas.
Kakak iparnya pria sempurna? Hannah ingin mengatakan bahwa hanya orang buta yang menganggap Randika seperti itu, tetapi dia menahan diri karena ada Inggrid di sampingnya.
Randika terlihat biasa-biasa saja, sebaliknya dia mengusap kepala Hannah. “Sudah tidak apa-apa, aku tahu isi hatimu. Kamu tidak perlu mengatakannya, aku paham kok.”
Inggrid melihat keakraban keduanya ini dan tersenyum, dia lalu berkata pada Randika. “Sudah ayo makan, nanti keburu dingin.”
Randika hanya menghela napasnya. “Sayang, aku hanya ingin memakanmu malam hari ini.”
“Kak!” Hannah langsung menginjak kaki Randika. DIa masih ada di sini, bisa-bisanya dia berkata mesum seperti itu dengan kakak kandungnya!
Randika mengerutkan dahinya, Inggrid hanya bisa tertawa dan Ibu Ipah dengan wajah senang menaruh sisa makanan ke atas meja.
“Nona, nak Randika, ayo dimakan mumpung masih panas.”
Mendengar ini, Hannah segera menghampiri meja makan dan mencueki Randika.
“Wah Ibu Ipah, makanannya kelihatan enak semua!” kata Hannah dengan tersenyum.
Randika juga menghampiri meja makan dan mulai ngiler. Dia belum makan sejak siang tadi, dia benar-benar lapar.
Setelah makan malam bersama dengan Hannah dan Inggrid, Randika mencuri waktu untuk masuk ke dalam kamarnya.
Ketika di dalam kamar, wajah Randika yang setenang air itu mengambil HPnya dan menelepon ke sebuah nomor.
“Ini Ares sang Dewa Perang!” Wajah Randika berubah menjadi serius. “Bagaimana penyelidikanmu? Apakah ada perkembangan?”
“Saya sudah memeriksa latar belakang dari Roberto sesuai perintah Anda. Saya menemukan bahwa Roberto adalah anak dari Carlos, pengusaha sukses di Indonesia. Tetapi mereka berbasis di Eropa, jadi saya tidak mendapatkan informasi apa pun mengenai ayahnya.”
Randika lalu berpikir untuk sejenak, suara dari balik telepon tidak berhenti berbicara. “Roberto datang ke Indonesia sekitar sebulan yang lalu, dia datang untuk mengikuti program pertukaran siswa asing di Universitas Cendrawasih.”
Sebulan yang lalu?
“Apakah kamu yakin dengan waktu kedatangannya?” Tanya Randika.
“Iya saya yakin.” Bawahan Randika ini berkata dengan nada serius dan dalam. “Saya juga menemukan bahwa Roberto sendiri yang mengisi formulir pendaftaran program pertukaran siswa asing itu.”
Mendaftar sendiri?
Di dalam kepala Randika sekarang, senyuman licik Roberto tiba-tiba muncul. Dia tidak tahu kenapa, tetapi ketika dia memikirkan senyumannya itu, Randika merasa tidak nyaman. Hatinya tahu bahwa ada yang salah darinya.
Ini murni kata instingnya, Randika tidak pernah ragu dengan insting tajamnya.
“Tuan, apakah saya harus mengawasinya lebih lama lagi?” Kata bawahannya itu. “Jika Anda ingin saya mengawasinya, saya juga akan memakai koneksi di Eropa dan menyelidikinya lebih lanjut.”
“Lanjutkan.” Kata Randika dengan samar. Apa pun yang terjadi, dia harus mengetahui latar belakang Roberto. Jika dia tidak dapat mengetahui niat asli pihak lain, Randika tidak akan bisa tidur dengan tenang! Dia merasa bahwa Roberto bukanlah orang biasa.
“Hari ini, Roberto menyelamatkan Hannah di kantin kampusnya. Kecelakaan ini berawal dari pegangan tangga yang rusak. Cepat pergi dan periksa pegangan tangga itu.” Kata Randika.
“Baik.”
Setelah menutup telepon, Randika masih memikirkan masalah ini. Tetapi, dari luar dia dapat mendengar Hannah yang berteriak memanggil namanya.
Randika lalu berjalan keluar dari kamar dan menaruh kembali HPnya di saku celananya.
……
Pagi-pagi sekali, Randika sudah terbangun. Kali ini, dia terbangun sendirian di kamar. Kemarin malam, Hannah menyelamatkan kakaknya itu dari terkaman Randika dan tidur bersama. Jadi Randika terpaksa tidur sendirian tanpa bisa berbuat apa-apa.
Padahal dia sudah lama ingin mencoba hal-hal baru dengan Inggrid. Beberapa hari yang lalu, Randika membeli beberapa barang seperti baju dan alat-alat seperti borgol, vibrator dll. Ketika Inggrid melihat barang-barang ini, wajahnya menjadi merah.
Sayang sekali Randika masih belum sempat mencobanya.
Setelah mencuci mukanya, Randika mengambil HPnya dan berjalan turun ke bawah. Di HPnya, ada sebuah pesan singkat.
Ketika dia membukanya, rupanya itu dari bawahannya dari divisi intelijen.
Isi pesan itu singkat, padat, dan jelas. Randika meminta mereka untuk mengecek pegangan tangga yang menyebabkan Hannah terjatuh itu. Dia mengatakan bahwa tidak ada kejanggalan apa pun.
Pegangan tangganya memang sudah tua, ditambah dengan kekuatan pegangan dari Hannah, hal ini langsung mematahkan pegangan tangga tersebut.
Setelah membaca ini, Randika mengerutkan dahinya.
Tidak ada yang janggal?
Apakah ini murni kecelakaan?
Semakin dia memikirkannya, semakin ragu Randika.
Namun, dia sama sekali tidak meragukan informasi yang didapatnya ini. Para bawahannya dari divisi intelijen itu adalah orang-orang yang teliti dan cerdas, tidak mungkin mereka salah menganalisa kejadian ini.
Setelah turun ke bawah, Hannah dan Inggrid sudah duduk di meja makan. Mereka sedang mengobrol dan tertawa bersama-sama, hubungan kakak adik mereka ini benar-benar erat. Ketika Hannah melihat sosok Randika berjalan ke bawah, dia mendengus dingin.
Randika sendiri menatap tajam ke arah Hannah sambil menggertakkan giginya. Maling yang telah mencuri tempat tidurnya serta barang berharganya ini tidak akan bisa berbuat hal yang sama malam hari ini!
Diselimuti oleh rasa benci ini, Randika duduk diam tanpa menyapa Hannah. Dia lalu mengambil sepiring nasi dan telur dadar yang ada di atas meja.
“Kak, hari ini aku nganggur, apakah kakak bisa menemaniku bermain?” Kata Hannah pada Inggrid.
“Maaf, kakak harus pergi kerja hari ini. Perusahaan kakak sedang sibuk.” Kata Inggrid.
Hannah lalu melirik ke Randika, yang pura-pura tidak melihat dirinya dan berkomitmen untuk menghabisi nasi dan telur dadarnya itu.
“Bagaimana dengan kak Randika, apa kakak mau menemaniku bermain?��� Tanya Hannah sambil tersenyum manis.
Randika mengambil suapan besar dan mendengus dingin. Dia memalingkan wajahnya dari Hannah.
Sifat kekanak-kanakannya ini membuat Inggrid geleng-geleng. “Kalau keselek bagaimana? Kamu mau mati hanya karena keselek nasi?”
Randika hanya tersenyum, dia masih tetap tidak mau membalas kata-kata Hannah.
Setelah sarapan, Hannah langsung keluar dari rumah dan Randika mengikuti Inggrid pergi ke kantor.
Hari ini banyak kegiatan di kantor, khususnya mengingat sebentar lagi merupakan deadline dari produksi mereka. Departemen parfum bekerja pagi hingga malam hanya untuk memenuhi kuota mereka. Dengan adanya Randika, beban departemen parfum akan sangat berkurang.
Menurut Kelvin, Randika setara dengan 20 orang sekaligus. Bukan, bukan, bahkan seluruh orang di departemen parfum! Jika Randika benar-benar mau, dia bisa mengambil alih departemen parfum dan memecat mereka semua.
Bukan hanya saja membuat parfum jenis baru, Randika tidak perlu menggunakan sebuah formula untuk membuat ulang parfum yang dibutuhkan. Dia hanya membutuhkan hidungnya dan instingnya untuk membuat hal yang sama.
Peran Randika memang luar biasa di departemen parfum.
Oleh karena itu, Kelvin sudah memohon pada Randika untuk setidaknya berada di laboratorium selama setengah hari untuk membantu mereka.
Randika sendiri juga mengiyakan permohonan Kelvin ini.
Sesampainya di perusahaan, Randika tidak langsung masuk ke dalam laboratorium. Dia melihat sosok yang sangat dikenalnya di koridor perusahaan, dia adalah Viona!