Legenda Dewa Harem - Chapter 383
Sosok misterius yang muncul di belakangnya membuat pembunuh ini melepas genggamannya pada Christina dan menerjang ke arah orang tersebut.
Dia langsung melayangkan sebuah pukulan keras, tetapi serangan Randika langsung mengenainya tanpa kesusahan. Kedua tinju mereka bertemu dan tenaga dalam Randika langsung mengalir dan mengamuk di tubuh si pembunuh tersebut.
Ketika berpisah dan melihat wjah Randika, nada suaranya berubah menjadi tinggi bagaikan dia melihat seorang hantu. “Kamu jangan-jangan…”
Randika hanya mengerutkan dahinya. Tangannya kembali mengepal dan kembali menyerang. Ketika mereka bertukar pukulan, otak Randika juga berputar.
Kata-kata dari pembunuh ini sudah jelas bahwa dia mengenal dirinya!
Berarti dengan kata lain, dia seharusnya mengenal pembunuh ini.
Siapa orang ini?
Hati Randika masih dipenuhi dengan pertanyaan. Karena pikirannya penuh ini, serangannya menjadi tidak seberapa fatal dan pembunuh tersebut berhasil menghindari setiap pukulan Randika. Namun, tatapan mata Randika berubah menjadi serius dan melancarkan serangan terkuatnya.
Tangan pembunuh itu naik dan melindungi dadanya, tetapi serangan Randika berubah di detik terakhirnya. Dalam sekejap, Randika sudah meloncat tinggi dan berada di atasnya. Ketika pembunuh itu menoleh, Randika sudah menerjangnya dari atas dengan kecepatan penuh.
Namun, reaksi pembunuh ini juga tidak kalah cepat. Ketika Randika hendak meraih tangannya, dia sudah menghindar dan mundur beberapa langkah. Namun rupanya, serangan Randika ini memang dari awal tidak ditujukan olehnya.
Randika yang sekarang berhasil bertukar posisi dengan si pembunuh dan Christina berada di belakang punggungnya.
Berlindung di balik punggung Randika, Christina sudah meringkuk ketakutan di punggungnya. Dia sangat bersyukur bisa melihat sosok pria idamannya ini sekali lagi.
“Bedebah, bisa-bisanya kamu mengganggu waktu senangku!”
Meskipun wajahnya tertutup oleh topeng, Randika dapat melihat bahwa ekspresi wajahnya pasti muram dan penuh dendam.
“Apakah kamu yang melakukan pembunuhan akhir-akhir ini?” Tanya Randika dengan nada dingin.
Pembunuh itu mencibir. “Aku tidak menyangka pacarmu adalah orang ini. Tahu gitu aku seharusnya membunuhmu lebih cepat.”
Ketika dia berbicara, sepertinya dia mengubah nada suaranya dengan paksa agar tidak dapat dikenali. Hal ini rupanya berhasil karena Randika sama sekali tidak dapat mengenali suara tersebut.
Randika lalu berkata dengan nada dingin. “Jadi sepertinya kamu dan aku mempunyai masa lalu.”
“Diam! Jangan sok akrab denganku!” Bentak si pembunuh. “Kau itu sama dengan semut, aku bisa menginjak-injakmu dengan mudah kapan pun aku mau!”
“Tidak perlu menggertak seperti itu.” Mata Randika bersinar tajam. “Kamu lah yang akan berbaring di kamar mayat malam hari nanti.”
“Aku tahu kekuatanmu itu mengerikan, tetapi kamu tidak ada apa-apanya di mataku!” Setelah berkata seperti itu, dia kembali menerjang ke arah Randika.
Pada saat ini, seluruh kebencian dan kekuatannya tertuju pada Randika. Siapapun yang berani mengganggunya akan mati di tangannya!
Tinjunya dengan cepat mengincar wajah Randika, dengan kecepatan yang dia miliki, tinjunya ini akan sekeras besi ketika menghantam wajah lawannya
Menghadapi serangan ini, Randika meresponnya dengan cara yang simpel. Dia bergerak ke samping sedikit untuk menghindar dan menangkap tinjunya itu. Setelah itu, dia menariknya dengan seluruh kekuatannya. Suara tulang keluar dari sendinya dapat terdengar renyah dan nyaring.
Pembunuh itu benar-benar terkejut, dia hanya bisa pasrah ketika lengannya itu mengalami dislokasi.
Rasa sakitnya mulai menyerang tubuhnya, tetapi tenaga dalamnya merembes keluar dan mengarah pada Randika. Ketika dia hendak menyerang dengan kakinya, sebuah tinju sudah mendarat di wajahnya.
DUAK!
Tinju Randika mendarat tepat di topengnya, hal ini membuatnya terpental.
“Kamu terlalu lemah.” Kata Randika dengan nada yang dingin. Ketika pembunuh itu berdiri kembali, dia menatapnya dengan tajam tanpa berkata apa-apa.
Kekuatannya itu tidak lemah, setidaknya dia berpikiran seperti itu. Beberapa tahun ini, dia berguru di beberapa ahli bela diri. Kemajuannya dalam ilmu bela diri sangat cepat, dia yang sekarang berada di jajaran atas peringkat Dewa!
Tetapi dia tidak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan salah satu dari 12 Dewa Olimpus. Dia benar-benar tidak berdaya sama sekali di hadapan Ares.
Bahkan sepertinya, lawannya ini belum mengerahkan 50% dari kekuatan aslinya.
Dia merasa bahwa asalkan lawannya ini mau, dia bisa menghabisi dirinya kapan saja!
“Sekarang, aku ingin melihat seperti apa wajah di balik topengmu itu.” Kata Randika dengan santai.
“Bahkan jika kamu kuat, kamu tidak akan bisa menangkapku.” Si pembunuh itu menyeringai dan di detik berikutnya dia sudah berlari sekuat tenaga.
Mau kabur?
Apakah menurutmu itu keputusan yang bijak?
Randika mendengus dingin, dia dapat dengan mudah menyusul pembunuh itu. Tetapi, tiba-tiba arah lari si pembunuh tersebut berubah dan menuju Christina.
Dia lengah!
Randika benar-benar marah, dia langsung berputar balik dan menerjang maju. Tangannya yang sudah menyerupai cakar itu menggenggam erat si pembunuh.
Pada saat ini, percikan darah dari sobekan daging dapat terlihat memadati udara.
Pembunuh itu mengerang kesakitan di balik topengnya. Dia langsung memegangi tangannya yang terkoyak karena serangan Randika yang brutal tersebut.
Ada satu peraturan yang sangat dijunjung tinggi bagi Randika yaitu jika seseorang berani menyentuh wanitanya, maka dia pasti membunuhnya!
Di bawah keagungan Ares sang Dewa Perang, pembunuh ini sama sekali tidak berdaya. Sekarang, Randika berdiri di atasnya dan mencengkeram erat topengnya. Dia ingin melihat, siapa yang berada di balik topeng ini.
Tetapi tiba-tiba, ketika topeng itu hendak terlepas, ada sebuah kilatan tajam yang muncul dari balik tangan si pembunuh.
Randika awalnya berpikir bahwa dia akan menyerang dirinya, dia segera memberi jarak di antara mereka. Namun tanpa diduga, kilatan tajam itu terlempar dan mengarah pada Christina. Terkejut, Randika langsung menerjang dan berusaha mengejar pisau tersebut.
Ketika dia berhasil menangkapnya, rupanya masih ada beberapa pisau lagi yang dilempar oleh si pembunuh.
Tenaga dalam dirinya langsung menyelimuti dirinya dalam sekejap. Kecepatannya meningkat dan pada akhirnya Randika berhasil memblokir semua serangan.
Namun pada saat ini, si pembunuh memanfaatkan momen ini untuk kabur dengan cepat.
Kilatan dingin muncul di tatapan mata Randika. Awalnya dia ingin mengejar dan memburunya, tetapi melihat sosok Christina yang ketakutan, dia mengurungkan niatnya tersebut.
“Apakah kamu baik-baik saja?” Randika menghampiri Christina, dia menyadari bahwa perempuan cantik ini ketakutan setengah mati dan kondisinya benar-benar buruk. Tatapan matanya terlihat masih panik dan tubuhnya tidak bisa berhenti gemetar.
Kakinya juga lecet-lecet dan tangannya penuh dengan tanah ketika dia terjatuh tadi. Bahkan stokingnya sudah robek dan rambutnya sudah berantakan.
Benar-benar penampilan yang menyedihkan.
Tiba-tiba, Christina melompat dan memeluk erat Randika.
“Aku takut kamu tidak datang.”
Randika dengan lembut memeluk Christina dan membelai punggungnya. Setelah beberapa saat, Randika berkata dengan nada suara yang lembut. “Aku akan membawamu pulang.”