Legenda Dewa Harem - Chapter 398
“Sayang, kenapa kamu ada di sini?” Randika dengan cepat mengambil kembali tangannya yang ada di dadanya Hannah dan langsung mengalihkan topik. Hannah juga berbalik dan menatap Inggrid.
“Kamu terluka begini, memangnya aku bisa diam di rumah?” Inggrid berjalan ke sisi ranjang dan berkata pada Hannah. “Han, kamu pasti capek hari ini, bagaimana kalau kamu istirahat dulu?”
Jantung Hannah masih berdebar kencang, pengalamannya ini belum pernah dia rasakan sebelumnya.
“Baiklah, aku akan beli air minum dulu.” Jawab Hannah sambil tersenyum.
Inggrid lalu duduk di samping Randika dan memegang tangannya, dia berkata dengan nada yang pelan. “Kamu tidak boleh seperti ini lagi.”
Melihat kekhawatiran yang dimiliki oleh Inggrid, hati Randika tergerak. Istrinya ini selalu ada untuknya.
Apa yang paling penting di kehidupan ini? Tentu saja pasangan yang berjalan bersama kita baik di saat buruk ataupun baik.
Inggrid berada di peringkat teratas di hati Randika, dialah istri pertamanya ketika dia sampai di Indonesia ini. Meskipun pertemuan pertama mereka tidak masuk akal, akhirnya mereka saling mencintai satu sama lain seiring berjalannya waktu.
“Kamu lapar?” Inggrid mengeluarkan sebuah kotak bekal dari dalam tasnya.
“Wah, apakah istriku ini memasak untukku? Sepertinya enak nih.” Tatapan mata Randika berbinar-binar.
Kemampuan memasak Inggrid perlahan terus meningkat, dari tidak enak sekarang sudah menjadi enak.
“Ini sup ayam. Perutmu pasti kaget kalau makan makanan berat jadi aku pikir lebih baik kamu makan makanan yang hangat.” Jawab Inggrid.
Randika mengendus supnya dan aroma nikmat segera memasuki hidungnya. Dia segera ingin mencicipinya, dia langsung mengambil sesendok penuh. Tetapi ketika cairan itu masuk ke tubuhnya, dia langsung memuntahkannya.
“Kenapa? Apa tidak enak?” Tanya Inggrid dengan khawatir.
Randika mengusap mulutnya dan berkata sambil tersenyum. “Sayang, apa ada bahan lain yang kamu tambahkan ketika memasak?”
“Iya.” Inggrid mengangguk. “Aku tambahkan obat-obatan Cina ke dalamnya, kamu habis kehilangan darah jadi aku mencampurkan banyak tanaman herbal yang bagus buat kamu.”
Obat-obatan Cina?
Randika agak tertegun, kalau cuma itu saja seharusnya rasanya tidak akan sepahit ini.
“Aku juga menambahkan ginseng, buah-buahan…” Setelah menyebutkan semuanya, Inggrid bertanya dengan santai. “Setelah makan sup ini, seharusnya tubuhmu pulih seperti semula!”
Pantas saja pahit! Istrinya ini menambahkan banyak bahan tanpa memikirkan rasa sama sekali!
Sepertinya istrinya ini benar-benar khawatir pada dirinya sampai-sampai otaknya agak sakit.
Randika terlihat depresi, Inggrid menyadari ini dan berkata padanya. “Kalau kamu tidak mau ya tidak apa-apa, aku bisa beliin kamu makanan yang lain di kantin bawah.”
“Jangan begitu, kamu sudah susah payah membuatnya, mana mungkin aku tidak memakannya?” Kata Randika dengan nada yang lembut. “Sudah sini, aku habiskan ya?”
Tetapi sejujurnya, tubuh Randika sudah pulih seperti dulu. Asalkan dia istirahat beberapa waktu, tubuhnya akan kembali kuat seperti sebelumnya.
Mendengar kata-katanya ini, Inggrid tersenyum lebar seperti anak kecil.
Randika dan Inggrid mengobrol beberapa waktu. Setelah mengetahui suaminya ini baik-baik saja, hati Inggrid benar-benar lega. Ketika Hannah kembali, Inggrid berdiri dan siap-siap untuk pergi.
Setelah Inggrid pergi, Randika menatap panci berisikan sup pahit itu. Dia tidak berani memakannya lagi, dia menghabiskan setengah panci itu dengan susah payah.
“Kak, apa yang dikatakan oleh kak Inggrid?” Tanya Hannah sambil tersenyum.
“Dia mengatakan kalau kamu harus menjagaku dengan baik.” Randika juga tersenyum.
Setelah terdiam beberapa saat, Hannah berkata dengan nada yang serius. “Tentu saja.”
“Baguslah kalau begitu.” Randika mengangguk dan tersenyum. “Nah sekarang, aku kebelet pipis, bantu aku pergi ke kamar mandi.”
“Ah?” Hannah benar-benar tercengang, wajahnya dengan cepat menjadi merah. Kenapa kakaknya bisa sevulgar ini?
“Kenapa Han? Bukankah kamu bilang kamu akan mengurusku dengan benar?” Kata Randika sambil tersenyum.
“Ini… Itu…” Hannah hanya bisa tersipu malu. Pada akhirnya, dia membulatkan tekad dan berkata. “Baiklah, aku akan membantumu pipis.”
Wow, Randika tidak menyangka dia akan setuju!
Randika yang cukup terkejut itu langsung berusaha berdiri dengan bantuan Hannah, kemudian mereka berjalan perlahan menuju kamar mandi.
Kamar mandi di rumah sakit ini cukup bagus, cukup besar dan bersih.
Hannah merasa hatinya berkecamuk dengan hebat ketika melihat dudukan toilet itu. Namun pada saat ini, tiba-tiba Randika mengerang kesakitan. Mendengar hal ini, Hannah langsung membuang rasa malunya dan bertekad untuk membantu Randika hingga selesai.
Ah? Randika tidak bisa membuka resleting celananya!
Ah?
Apa?
Kepala Hannah menatap ke bawah, apakah ini artinya dia harus membantu kakaknya untuk pipis?
Wajah Hannah tidak bisa berubah menjadi lebih merah lagi.
Randika tertawa dalam hati, sepertinya dia sangat puas menggoda adik iparnya ini. Bagaimanapun juga, dia tidak bermaksud sampai sejauh itu. Tetapi menggoda Hannah yang pemalu ini benar-benar menyenangkan.
Tentu saja, dia tidak akan membiarkan Hannah membuka celananya. Jika dia sampai tahu bahwa dia pura-pura, bisa-bisa dirinya dibunuh olehnya.
Ketika Randika hendak membuka mulutnya, Hannah tiba-tiba menggertakkan giginya dan membulatkan tekadnya. Dia membalikkan kepalanya dan tangan putihnya itu mengulur menuju resleting celana Randika. Karena tidak melihat, dia harus meraba-rabanya sedikit.
Ini… Randika ketakutan, tetapi ketika melihat tubuh gemetar dan wajah merah Hannah, dia merasa ini cukup lucu.
“Han, ke bawah sedikit, nah itu resletingnya.” Randika memandunya. “Cepat, sekarang celana dalamnya. Ah! Hati-hati, nanti muncrat ke mana-mana lho.”
Randika dengan cekatan memandu tangan Hannah. Untungnya saja, tangan Randika mengambil alih ketika dia hendak pipis.
“Sebentar.” Randika tertawa dan Hannah masih memalingkan wajahnya. Tidak lama kemudian, suara air mengalir dapat terdengar.
Suaranya persis seperti air mancur.
Tidak lama kemudian, suara air itu menghilang dan Randika memakai kembali celananya.
“Sudah selesai.” Randika mengguyur toiletnya itu dan tersenyum pada Hannah.
Hannah belum menoleh dan wajahnya masih merah. “Kak, kenapa punyamu besar sekali?”
Sepertinya IQ adik iparnya ini benar-benar merosot jauh hari ini.
Tetapi harus diakui bahwa sangat menyenangkan menggoda Hannah.
Tangan Hannah yang berada di bawah itu rupanya sedang memegang dua jarinya, Randika masih berusaha menggodanya lagi.
“Han, goyang-goyangkan dikit biar sisanya itu jatuh.”
Meskipun malu, dia menggoyang-goyangkan dua jari Randika itu. Hannah mengira bahwa punya Randika itu besar dan keras. Ketika Randika tidak bisa berhenti tertawa, Hannah menoleh dan menyadari kejadian ini.
“Kak, bukannya kamu tidak bisa menggunakan tanganmu?” Wajah Hannah benar-benar bingung, bukannya tadi Randika kesusahan menurunkan resleting celananya? Kenapa dia sekarang memegang dua jarinya dan celana Randika sudah rapi?
“Yah begitulah.” Randika menahan tawanya sekuat mungkin.
“Kak, apa kakak bohong?” Hannah mulai bisa melihat kebohongan Randika. Setelah dipikir-pikir memang ada yang salah dari awal. Bukankah tadi dia lihat kakak iparnya ini makan supnya dari panci sendiri?
“Tidak, tanganku memang sakit.” Tangan Randika terkulai lemas di sampingnya.
“Sini aku bantu biar tidak sakit lagi.” Hannah meremas kuat tangan Randika, dia seakan-akan ingin melumatkannya menjadi debu.
“ARGH!! Sakit!” Randika pura-pura kesakitan, dia memang pantas menerima hukuman ini.
“Kak, lain kali kalau kakak seperti ini lagi, aku sendiri yang akan membunuhmu!” Hannah berjalan keluar dari kamar mandi dengan wajah marah.
“Han, tunggu! Jangan marah, kakiku masih sakit!”
“Tidak mau tahu!” Jawab Hannah dengan wajah acuh tak acuh.