Legenda Dewa Harem - Chapter 407
Keesokan harinya, setelah Randika terbangun, dia menyadari bahwa Inggrid sudah tidak ada di atas kasur, sepertinya istrinya itu sudah sarapan di bawah.
Ketika dia hendak berdiri, dia melihat jejak-jejak peperangan tadi malam. Wajahnya benar-benar terlihat bangga, sepertinya dia berhasil membuktikan keperkasaannya itu. Dia benar-benar merasa bahwa dirinya jantan sekali sampai-sampai kaki tempat tidurnya ini patah karena saking liarnya kemarin.
Dia tidak mempermasalahkan ketika Ibu Ipah datang dan membersihkan kekacauan mereka berdua malam tadi. Randika hanya penasaran ekspresi apa yang dikenakan ibu-ibu itu ketika melihat kamarnya ini.
Pada saat ini, HP Randika bergetar seperti ada yang meninggalkan sebuah pesan. Ketika dia melihatnya, sepertinya itu adalah pesan dari anggota tim intelijensi miliknya.
Isi dari pesannya sangat singkat, dia memberitahu dirinya bahwa Tom dan Anna telah kabur ke Afrika. Di sana, dia telah kehilangan jejak mereka karena memang jaringan intelijensi pasukan Ares di sana masih kurang.
Randika memikirkan hal ini untuk beberapa saat, pada akhirnya dia berjalan menuju kamarnya dan mengontak Yuna.
“Aku kira kamu sudah lupa sama aku.” Ketika video call itu tersambung, Yuna berbicara dengan nada yang cukup cuek. Dia terlihat seperti seorang pacar yang telah ditinggal oleh lelakinya selama berbulan-bulan.
Tentu saja, Randika tahu ini hanyalah sebuah akting.
“Bagaimana dengan perkembangan Tom dan Anna?” Tanya Randika.
“Aku sudah mengirim orang untuk mengejar mereka di Afrika. Jika ada kabar lebih lanjut, aku akan mengabarimu langsung.” Jawab Yuna dengan nada serius.
Randika mengangguk. “Terus bagaimana dengan situasi pasukan kita?”
“Pasukan kita berkembang dengan cepat, terlebih lagi kita juga sudah memiliki ratusan anggota elit dengan kesetiaan yang absolut.” Kata Yuna.
Setelah pengkhianatan Bulan Kegelapan dan Shadow, kesetiaan menjadi prioritas utama bagi Randika. Para rekrutan baru di pasukannya ini harus menjalani beberapa tes dan pengorbanan, oleh karena itu, kesetiaan mereka sudah tidak diragukan lagi.
Terlebih lagi, dengan penambahan jumlah baru ini, Catherine menambahkan beberapa divisi baru dan kekosongan posisi terdahulu semuanya juga sudah terisi. Para talenta baru ini semakin memperkokoh posisi pasukan Ares di Jepang.
Dalam masalah kekuasaan, pasukan Ares sudah menguasai baik hitam maupun putih di Jepang, sekarang tujuan mereka adalah Eropa dan Amerika Serikat.
Tidak ada lagi yang meragukan nama dari pasukan Ares. Di Asia, ketika orang mendengar nama pasukan Ares, mereka semua akan minggir dan mengambil jalan memutar. Tetapi, sekarang karena tujuan mereka adalah Amerika, mereka telah mendapatkan tantangan baru.
Di Amerika, ada berbagai macam kekuatan yang menguasai mereka. Para kekuatan besar ini memiliki bisnis narkorba, penjualan senjata, penyelundupan manusia dll. Dengan suplai uang yang kuat, mereka telah mengontrol para politisi dan memiliki dukungan yang kuat. Mengusik mereka berarti mengajak perang seluruh Amerika.
Tetapi, ketika berhadapan dengan pasukan Ares, para kekuatan di Amerika ini juga memberikan rasa hormat mereka. Tidak ada yang ingin berkonflik secara tidak perlu.
Jadi untuk sekarang, kontrol pasukan Ares di Amerika masih sangat lemah.
“Bagaimana dengan Bulan Kegelapan?” Tanya Randika. Selain Tom dan Anna, Randika memiliki musuh bebuyutan yang merepotkan yaitu Bulan Kegelapan.
Bagaimanapun juga, dia pada akhirnya akan membalaskan dendamnya karena sudah dikhianati.
“Masih tidak ada jejak.” Kata Yuna dengan nada dingin. “Bulan Kegelapan benar-benar lciik, dia sangat memahami metode kerja kita. Dia benar-benar menghilang tanpa jejak, kita kesulitan untuk menemukan jejaknya lagi.”
Mendengar hal ini Randika tidak terkejut karena Shadow pasti telah mengajarkan Bulan Kegelapan bagaimana menghilang tanpa jejak. Perlu diingat, Shadow belajar langsung dari Randika jadi jelas bahwa metode pencarian pasukan Ares sangat dipahami oleh Shadow.
“Baiklah kalau begitu, tetap kejar dan hubungi kalau ada apa-apa.”
Setelah mematikan video callnya, Randika memijat kepalanya. Jika musuh-musuhnya ini berhadapan langsung dengan dirinya, Randika tidak akan pusing seperti ini. Tetapi ketiga musuhnya ini benar-benar orang yang licik dan keahlian mereka adalah menyerang secara mendadak.
Meskipun Randika sudah siap dan waspada, ini tidak menjamin bahwa dia tidak akan termakan jebakan mereka lagi.
Memikirkan masalah ini, Randika tidak dapat menahan diri untuk tidak memikirkan keberadaan para kakeknya. Meskipun para kakeknya ini mengatakan kepada dirinya bahwa dia tidak perlu khawatir, tetapi setelah sekian lama, tidak ada kabar dari kakeknya ini. Bagaimana mungkin Randika tidak khawatir?
DItambah lagi, Ivan mengatakan bahwa reruntuhan yang kakeknya datangi itu adalah jebakan, hal ini sudah lama berada di benak Randika.
Pada awalnya, Randika cuek dan percaya bahwa tidak ada bahaya yang bisa mencelakai kakeknya. Tetapi setelah berbulan-bulan tidak ada kabar dan mereka belum juga kembali, Randika mulai khawatir.
Setelah memikirkan hal ini, Randika ingin menelepon kakek ketiga dan berusaha mencari jejak mereka. Ketika dia menelepon, teleponnya itu langsung mati dan mengatakan bahwa telepon kakeknya berada di luar jangkauan.
Randika dengan cepat menulis sebuah pesan, tetapi jelas tidak ada jawaban sama sekali.
Semakin dia memikirkannya, semakin cemas Randika. Mungkin ada sesuatu yang terjadi pada mereka.
Ketika turun ke bawah, Randika melihat sosok Indra, Ibu Ipah dan Inggrid sedang mengobrol bersama.
“Pagi nak Randika.” Kata Ibu Ipah dengan senyuman hangat.
“Selamat pagi bu.” Balas Randika sambil tersenyum, pada saat yang sama dia menggoda Inggrid. “Sayang, lain kali kalau kamu bangun, bangunin aku juga ya.”
Inggrid melototinya, wajahnya sedikit merah. Nanti kalau dia bangunin, bisa-bisa Randika meminta melakukannya lagi sebelum sarapan!
Ketika memikirkan tempat tidur mereka yang patah, Inggrid merasa itu sedikit lucu. Sepertinya sebelum pulang nanti dia harus membeli tempat tidur yang baru.
Setelah sarapan, Randika tidak pergi ke perusahaan bersama Inggrid, dia membawa Indra ke terminal dan bersiap-siap untuk kembali ke desa Jagad!
Indra sedikit bingung, tetapi Randika memintanya untuk mengikuti dirinya jadi dia mengikutinya tanpa protes sama sekali.
Ketika mereka sampai, mereka dengan cepat berjalan menuju desa. Sesampainya di rumah, masih tidak ada jejak sama sekali dari para kakek.
Berjalan ke gunung, Randika berhenti di depan sebuah gua. Indra berada di belakangnya dan boneka ginseng terlihat duduk tenang di pundaknya. Mereka berdua menatap Randika dengan curiga.
Indra tidak tahu bahwa kakek pertama berada di dalam gua ini. Ketika dia datang, dia hanya bertemu dengan kakek kedua hingga kakek keempat.
“Kakek, ini aku Randika!” Randika menambahkan tenaga dalamnya kepada suaranya dan berteriak sekencang mungkin. Di bawah suara yang keras ini, seharusnya kakek pertamanya yang mengurung diri di dalam gua seharusnya bisa mendengarnya.
“Kek, aku ingin tahu di mana kakek yang lain berada. Aku khawatir dengan mereka karena sudah lama tidak ada kabar.” Kata Randika.
Suaranya itu dengan keras menggema di dalam gua, tetapi masih tidak ada pergerakan sama sekali di dalam gua.
Apa suaranya kurang keras?
Randika sedikit bingung, tetapi pada saat ini, gua yang tertutup oleh batu-batu itu, sebuah pil melesat keluar dan menuju ke arah Randika.
Randika dengan sigap menangkapnya dan menatapnya dengan hati-hati. Pil obat itu berwarna perak dengan berbagai ukiran di luarnya.
Pil apa ini?