Legenda Dewa Harem - Chapter 412
“Oke, mari kita berkumpul dalam kelompok dulu.” Inggrid memiliki banyak pengalaman dalam memerintah. Saat berkemah, pasti lebih baik membagi tenaga dan bekerja sama, dan karena mereka belum makan setelah turun dari pesawat, jadi untuk mempersingkat waktu lebih baik tugas dibagi-bagi.
“Aku akan menangkap ikan.” Hannah terlihat bersemangat sambil mengangkat tangannya, gadis-gadis di sebelahnya juga tertawa bersama.
“Sekelompok orang mendirikan tenda, sekelompok orang mengumpulkan kayu bakar, sekelompok orang mengumpulkan sayuran dan tumbuhan liar, biarlah pemandu wisata mengikuti kalian, dan dia akan memberitahu apa yang bisa kita makan.” Inggrid memerintahkan.
Hasilnya, semua orang mulai bergerak dan antusiasme mereka semua semakin meningkat.
Udara di hutan purba itu masih sangat segar, banyak pohon-pohon yang luar biasa indah di kejauhan sana, dan sungai yang luas di dekat mereka. Air mengalir ke bawah dari kejauhan dan aliran airnya sangat deras.
���Wow, ada banyak ikan di sini!” Hannah berkata dengan terkejut. Randika menoleh, dia menyadari bahwa Hannah dan sekelompok gadis lainnya mengenakan celana panjang mereka dan sedang berusaha menangkap ikan di sungai.
Namun, meski ada banyak ikan di dalam air, tak satu pun dari mereka yang bisa menangkapnya. Mereka terlihat seperti sekelompok gadis yang mengulurkan tangan dan bermain air.
Randika tersenyum, menangkap ikan dengan tangan kosong itu terlalu sulit apalagi bagi sekelompok gadis ini.
Selain itu, ada beberapa orang yang ingin menangkap beberapa binatang liar untuk makan siang mereka. Melihat kelinci yang sedang berlari, seorang pegawai laki-laki segera mengejarnya sambil berlarian. “Dasar bajingan, jangan lari!”
Adegan ini menyebabkan orang-orang yang sedang mendirikan tenda tertawa.
Semuanya terasa sangat menyenangkan, Randika juga merasa senang dan santai. Nyatanya, kehidupan di pedesaan seperti ini benar-benar sangat bagus. Seorang penyair terkenal juga menuliskan kalimat ini: Aku punya rumah yang menghadap ke laut dan ke arah bunga yang mekar di musim semi.
Suasana hati seperti ini benar-benar sangat indah, tetapi menurut Randika, tidak ada yang lebih indah daripada beberapa perempuan cantik yang menunggu di rumah, itulah keindahan yang sebenarnya.
Pemandangan yang indah dan para wanita yang cantik, benar-benar rumah idaman.
“Sialan, aku tidak bisa menangkapnya!” Hannah merasa tertekan di sana untuk beberapa saat. Dia mendongak dan melihat Randika yang sedang bersantai, dan dia berteriak. “Kak Randika, sini dan bantu aku menangkap ikannya.”
Randika berbicara perlahan. “Han, apakah kau masih belum bisa menangkap ikannya?”
Hannah tersenyum dan menunjuk ikan di dalam air sungai. “Bukannya aku yang terlalu bodoh, tapi ikan-ikan ini yang terlalu licik.”
Licik?
Gadis-gadis di sebelah Randika terkejut dan kemudian tertawa. Penggambaran kata sifat ini digunakan dengan baik, tetapi itu tidak seharusnya digunakan pada ikan.
Randika tertawa, dan pada saat ini, seorang gadis di sungai melihat sebuah benda persegi panjang yang berenang di air sungai tidak jauh dari mereka.
Mengapa benda ini terasa begitu familiar?
Gadis itu terdiam sejenak, memikirkan apa yang ada di pikirannya. Setelah sekian lama, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Saat melihatnya lagi, matanya membelalak.
Itu adalah buaya yang luar biasa besar!
“Ada buaya!”
Gadis itu berteriak dengan panik. Gadis-gadis di dalam air terkejut dan buru-buru pergi ke daratan. Tetapi tiba-tiba, buaya itu muncul dari dalam air dan membuka mulutnya lebar-lebar ke arah seorang perempuan dan berusaha membawanya ke dalam air.
Para karyawan yang sedang mendirikan tenda pun ikut menyaksikan. Mereka melihat buaya itu keluar dari air dan mereka semua hanya bisa terkejut.
“Awas!” Teriak beberapa karyawan ketika buaya hendak menggigit gadis itu.
Namun tiba-tiba muncul sesosok tubuh di sebelahnya, sosok itu meninju langsung ke rahang buaya dengan sekuat tenaga. Pukulan ini langsung menutup mulut besar buaya yang terbuka itu.
Buaya yang besar itu jatuh lagi ke air dan memercikkan air yang sangat besar.
Semua orang tercengang, orang ini begitu kuat, apakah dia benar-benar bisa mengalahkan buaya?
Siapa itu buaya? Itu adalah predator penguasa air. Jika seorang manusia menghadapinya, bukankah itu sama saja dengan mencari mati?
Saat ini, pemandu wisata baru saja kembali dengan staf yang mengumpulkan sayuran liar dan melihat pemandangan ini.
Pemandu wisata sangat terkejut, dan berteriak. “Jangan mendekatinya! Itu adalah buaya muara sungai, Ia sangat ganas. Cepat keluar dari sungai!”
Tapi Randika tersenyum sedikit. Sepertinya ini adalah makanan untuk malam ini. Lumayan, dia sudah lama dia tidak makan buaya. Dia bahkan tidak ingat apakah rasanya itu enak atau tidak.
“Han, hari ini kita akan makan daging buaya.”
Randika tertawa, lalu melompat langsung ke sungai di bawah perhatian semua orang.
“Hei, apa yang dia lakukan?” Pemandu wisata itu terkejut, dan buru-buru berlari ke Randika dan berteriak. “Apakah kamu sudah gila? Cepat pergi, lawanmu itu adalah buaya!”
Yang lain juga merasa sedikit linglung. Kenapa Randika justru melompat ke dalam sungai?
Apa yang akan dia lakukan?
Pemandu wisata tersebut memandang Randika dan berdiri di pinggir sungai dengan panik, setengah tubuhnya sudah terendam air. Dan di dalam air, buaya tadi sudah berenang ke arah Randika lagi!
“Sudah berakhir!” Pemandu wisata itu sangat panik. Jika sampai berita kematian ini keluar, kredibilitasnya akan hancur. Dia tidak dapat melakukan pekerjaannya lagi di masa depan, ini semua gara-gara orang ini yang mencelakai dirinya sendiri.
Semua orang terlihat sedikit panik, beberapa ingin berteriak pada Randika untuk segera pergi, tetapi mereka takut akan membuat Randika panik.
Semua orang dapat melihat bahwa kecepatan buaya itu semakin cepat, tepat ketika jaraknya sudah dekat dengan Randika, buaya itu tiba-tiba muncul ke permukaan dan genangan penuh darah menyembul dari dalam air!
Pemandu wisata itu jelas tidak tahan untuk melihatnya lagi, dia berbalik dan menutup matanya. Orang ini pasti sedang dicabik-cabik oleh buaya itu. Dia hanya bisa menyalahkan dirinya karena tidak menjelaskan situasi sungai ini sebelumnya.
Yang lain juga menjerit, tapi kemudian mereka melihat Randika mengulurkan tangannya untuk meraih rahang atas dan bawah buaya di percikan air.
Ya, dia baru saja menangkapnya!
Semua orang tercengang. Bukankah ini sedikit tidak masuk akal?
Buaya itu juga terpana, ia melihat manusia di depannya dengan kedua matanya yang penuh dengan keraguan. Buaya ini sudah berada di sungai ini selama beberapa decade dan dia bahkan belum pernah bertemu orang gila seperti ini.
Manusia ini bisa memblokir gigitan pertamanya, lumayan hebat! Coba lihat apakah dia bisa memblokir gigitan kedua.
Buaya itu mulai menggigit!
Buaya itu mengerahkan seluruh tenaganya pada rahang atas dan bawahnya, dan gigi raksasa itu seakan-akan berusaha menggigit Randika hingga berkeping-keping. Namun, detik berikutnya, buaya tersebut menyeadari bahwa rahangnya sepertinya tidak bisa bergerak.
Ini, ini, mungkin saja dia tidak mengerahkan seluruh kekuatannya, ia berusaha menggigit lagi!
Buaya itu mengerahkan tenaganya lagi, tapi dia tetap tidak bergerak.
Buaya itu tidak menyangka akan melihat makhluk yang begitu kuat dalam hidupnya, tapi manusia ini tidak bisa bertahan dari serangan gigitannya yang berikutnya!
Kali ini, buaya itu mulai memutar tubuhnya dengan panik, dan ekornya berkibar tanpa arah, mencipratkan air ke segala arah, dan air itu langsung menuju ke darat, mengenai beberapa orang.
Namun, Randika masih memegangi rahang buaya itu dengan kuat. Tidak peduli seberapa keras buaya itu berjuang, Randika tidak pernah bergerak.
Sial!
Semua orang yang menonton sangat tercengang. Ini adalah kekuatan yang tidak masuk akal.
Pemandu wisata merasa ada yang tidak beres, kenapa si korban tidak berteriak setelah sekian lama? Saat melihat ke sungai, dia juga kaget.
Apa? Kenapa situasinya sangat berbeda dari yang dia harapkan?
Air sungai terus menerus bermuncratan dan Randika dengan kuat melempar tubuh buaya itu. Tubuh besar itu tiba-tiba ditarik keluar dari air dan melayang ke udara, kemudian terjatuh di atas air.
“Boom!”
Percikan yang lebih besar terciprat, tapi orang-orang masih merasa kebingungan.
Sepertinya, barusan, Randika mengangkat buaya itu.
Randika mencengkeram kedua rahang buaya itu, kemudian mengguncangnya dengan kencang, dan akhirnya membantingnya langsung ke tepi sungai, namun daya juang buaya itu luar biasa, dia memutar tubuhnya dan berenang ke dalam air lagi dan menuju ke arah Randika.
Apakah buaya itu akan kehilangan dominasinya hari ini? Tak terbayangkan, benar-benar tak bisa dibayangkan.
Kemudian, orang-orang di darat dan pemandu wisata melihat satu orang dan satu buaya berkelahi dengan penuh semangat di sungai, memercikkan air, dan percikannya luar biasa.
Rasanya seperti sebuah pertempuran yang sangat sengit.
Randika bertarung dengan buaya?
Yah, meski itu terasa aneh, tapi itu penggambaran yang sangat cocok atas situasinya.
Namun, rasanya Randika terlihat sedang menyiksa si buaya. Tidak peduli bagaimana buaya itu melompat, Randika selalu bisa menangkapnya dengan mudah dan kemudian dengan keras membanting buaya itu.
Pemandu wisata menjadi mati rasa, orang ini bahkan lebih ganas dari buaya! Sial, dia sangat menakutkan.
Setelah beberapa saat, Randika merasa seperti sedang bermain dengan anak kecil. Dia lalu menangkap buaya tersebut dan melemparkannya ke tanah, menghantamkannya dengan keras, dan berusaha membanting buaya tersebut hingga mati.
Tragis sekali. Kehidupan buaya itu akan segera berakhir di sini. Mungkin Randika akan menjadikan kulit buaya itu sebagai sepatu atau sabuk. Mengapa hidup buaya itu bisa begitu pahit?
“Brakk”
Buaya itu jatuh ke tanah dan Randika mengikutinya. Dia langsung mengangkat tinjunya dan membantingkannya ke arah buaya.
Terdengar suara keras “Plakk Plakk”, dan buaya itu tidak bisa menahannya lagi.
Buaya itu akhirnya mati, Randika benar-benar sangat kuat.
Randika menepukkan kedua tangannya dan berdiri, ketika dia melihat ke atas, dia menyadari bahwa semua orang menatapnya dengan tatapan kosong.
“Apa yang kalian lihat?” Randika bingung.
“Ah, bukan apa-apa, hei, cepat pasang tendanya!” Semua orang cepat-cepat membuang muka.
“Sepertinya kayu bakarnya masih kurang, ayo kita cari kayu bakar lagi.”
Pada saat ini, kekuatan yang mengerikan Randika menembus ke dalam hati semua orang, dan bahkan pemandu wisata itu tidak bisa menahannya ketika dia melihat buaya yang besar itu mati.
Namun Randika dengan senang hati menyeret buaya tersebut ke sungai, lalu mulai mengulitinya. Dia merasa bahwa daging buaya ini pasti enak, dia tidak sabar untuk memakannya. Ini adalah hidangan yang langka, jadi tidak boleh disia-siakan.
Hannah dan semua gadis lainnya sudah pergi meninggalkan sungai, bagaimanapun juga, adegan pengulitan ini sedikit berdarah.