Legenda Dewa Harem - Chapter 417
Monster itu menatap makan malamnya dengan air liur yang menetes!
Randika merasakan firasat buruk di dalam hatinya, tetapi dia tidak takut. Meskipun tubuhnya tidak maksimal, dia sendiri cukup untuk melawan monster ini.
Dalam sekejap, monster itu merayap dengan cepat dan tangannya sudah bagaikan sabetan dewa maut yang siap membunuh mangsanya.
Kecepatannya benar-benar cepat, hanya butuh beberapa detik baginya untuk sampai di hadapan Randika dkk. Dengan mulut yang terbuka lebar, dia bersiap untuk menerkam.
Randika terkejut oleh kecepatan monster ini, tetapi reaksinya sendiri juga tidak kalah cepat. Ketika monster itu menerjang, Randika mengangkat tangan kanannya dengan tegas dan melayangkan sebuah pukulan!
Monster yang terkena pukulan telak Randika itu melayang jauh ke belakang dan membentur tembok. Setelah terjatuh di tanah, bagaikan ketapel, ia menerjang maju lagi ke arah Randika.
Terlebih lagi, pukulan tersebut telah membangkitkan sifat ganasnya dan ia benar-benar marah sekarang. Ia tidak sabar mencabik-cabik tubuh Randika hingga tidak tersisa.
Randika di dalam hatinya merasa terkejut. Pukulannya barusan mengandung tenaga dalamnya yang besar, seharusnya itu dapat membunuh seekor gajah. Tetapi kenapa monster ini terlihat baik-baik saja?
Meskipun ia adalah monster hasil perkawinan silang, apakah memang mereka sekuat itu?
Randika menatap monster itu dan kembali menghajarnya. Ketika pukulannya itu mengenai monster itu, Randika menyadari bahwa tangan si monster itu bergerak dengan cepat.
Dalam seperkian detik, Randika menghindar dari serangan cakarnya itu meskipun bajunya terbelah sedikit.
Serangan ini benar-benar mengejutkan karena kecepatan yang dimiliki oleh monster tersebut.
Setelah monster itu menerima serangan Randika yang kedua, mustahil untuknya untuk bisa berdiri. Randika menyadari bahwa monster itu berusaha untuk berdiri, tetapi dengan cepat Randika menghampiri dan menginjaknya hingga mati.
DUAK!
Kakinya mengandung tenaga dalamnya yang besar, Randika dengan mudah menghancurkan tulang kepala monster itu. Berbeda dengan makhluk lainnya, monster ini tidak mengeluarkan darah sama sekali. Sepertinya monster ini terbuat dari tulang, tidak ada darah ataupun dagingnya.
Setelah membunuh monster itu, Randika berjalan menghampiri Indra dkk.
“Sudah tidak apa-apa, ayo kita jalan lagi.” Kata Randika dengan nada menenangkan.
Ketiga orang ini mengangguk dan menghembuskan napas lega ketika melihat Randika baik-baik saja. Namun, ketiga orang ini melihat sebuah bayangan dari belakang Randika. Dengan cepat wajah mereka memburuk.
“Ran!” Inggrid berteriak dengan cepat, wajahnya benar-benar panik dan pucat.
“Di belakang!” Maria juga ikut menunjuk ke arah belakang Randika.
“Kak, masih ada lagi monsternya!” Indra akhirnya menyampaikan apa yang mereka bertiga lihat.
Masih ada lagi?
Jangan bercanda!
Randika menoleh ke belakang dan melihat beberapa monster yang serupa itu muncul dari sudut tembok. Mau tidak mau Randika menjadi pucat!
Menghadapi satu saja sudah cukup menyusahkan, sekarang dia harus menghadapi beberapa sekaligus?
Monster-monster itu merayap di tembok, di jalan, di atap, mereka benar-benar menutup jalan keluar Randika.
Sambil membalikkan badan, Randika berteriak. “Cepat lari!”
Lari adalah satu-satunya pilihan mereka, jika mereka tertangkap oleh monster itu, jelas nasib mereka akan menjadi makanan mereka.
Setelah melawan monster yang tadi, Randika mengetahui bahwa kecepatan monster itu tidak biasa dan kekuatannya benar-benar kuat. Monster itu benar-benar agresif dan tidak akan berhenti sebelum ia mati.
Jika monster ini sendirian mungkin tidak terlalu berbahaya tetapi ketika sudah berkelompok, lebih baik menghindari mereka daripada melawannya.
Keempat orang ini mulai berlari dengan sekuat tenaga. Indra yang gemuk itu mendengus dingin dan sedikit tertinggal. Ketika dia menoleh ke belakang, dia berteriak pada Randika. “Kak, mereka mendekat!”
Randika menoleh dan menyadari bahwa monster-monster itu benar-benar cepat, jarak mereka sudah saling berdekatan.
Menggertakan giginya, Randika berkata pada ketiga orang lainnya. “Larilah duluan, aku akan menghentikan mereka!”
Randika berhenti dan menatap sepuluh ekor lebih monster itu. Dia membulatkan tekadnya dan menstimulus kekuatan misterius di dalam tubuhnya!
“Keluarlah!”
Bersamaan dengan raungan perang, kekuatan misterius itu memancarkan energinya dan menguasai tubuh Randika. Randika memasuki mode Berserk!
“Kakak!” Indra berteriak dan berdiri di samping Randika. “Aku akan membantumu.”
Boneka ginseng itu melompat dan memanjat pundak Inggrid, kemudian kedua perempuan itu dan boneka ginseng berlari meninggalkan Randika dan Indra.
Melihat Indra dan Randika, kumpulan monster ini menerjang maju. Namun, tiba-tiba udara menjadi berat dan tatapan mata Randika menjadi dingin. Kekuatan misterius di dalam tubuhnya sudah menggila.
“Cepat pergi dari sini!”
Randika menembakkan tenaga dalamnya dengan kekuatan yang meluap-luap!
Tekanan yang berat ini membuat para monster sedikit tertekan dan berhenti bergerak. Serangan tenaga dalam Randika ini membuat mereka berpegangan erat dengan cakar yang menancap dalam. Tidak peduli seberapa kuat tenaga dalam Randika, mereka tidak akan menyerah sebelum mati.
Ketika tenaga dalam Randika perlahan memudar, para monster ini kembali menerjang ke arah Randika satu per satu.
Sialan, monster-monster ini benar-benar merepotkan!
Randika benar-benar heran dengan monster ini, sebenarnya makhluk apa mereka?
Barusan Randika terlalu banyak memakai energinya, kali ini dia benar-benar terluka. Bahkan dengan bantuan tetesan darah boneka ginseng dan pil obat dari kakek pertamanya, luka di tubuhnya itu masih belum sembuh sempurna. Dan sekarang, setelah memakai kekuatan misteriusnya dengan ceroboh, dia justru menambah jumlah luka di dalam tubuhnya.
Dengan tangan kanannya, Randika menangkap ekor monster itu dan melemparnya kembali. Selama monster-monster itu mendatanginya, dia bisa menghadapinya satu per satu.
Tetapi Randika merasakan rasa sakit di lengannya. Salah satu monster barusan berhasil menancapkan cakarnya pada lengannya dan meninggalkan luka yang cukup dalam.
Sialan!
Randika kembali menangkap salah satu monster dan melemparnya dengan bantuan tenaga dalamnya. Suara tinju dari Indra yang mengenai monster juga dapat terdengar. Tetapi karena gerakan Indra yang lambat, para monster itu dapat memprediksi dan menghindar dari serangannya.
“Indra, kita mundur secara perlahan!”
Randika merasa bahwa monster ini pasti bagian dari kelompok yang lebih besar. Jika dia tidak membunuhnya, mereka akan terus mengejar dirinya dan Indra. Satu-satunya pilihan adalah mundur teratur sambil mengurangi jumlahnya.
Satu per satu monster berhasil Randika bunuh, tetapi setiap monster yang dia kalahkan meninggalkan sebuah luka di tubuhnya.
Indra yang lambat justru lebih parah lagi, dia yang sekarang sedang digigit oleh monster tersebut karena saking lambatnya dia berlari.
Pada saat ini, tiba-tiba seekor monster itu berhasil melewati mereka dan berusaha mengejar Inggrid dan Maria.
“Tidak akan kubiarkan!”
Randika segera mengumpulkan tenaga dalamnya di kakinya, dia dengan cepat melompat dan menangkap monster tersebut yang sedang merayap di atas. Dalam satu hentakan, dia membanting monster itu ke tanah dengan kekuatan yang luar biasa!
Di bawah, Indra berhasil melepaskan diri dan membunuh monster yang menggigitnya. Bajunya sudah robek dan darah mengalir cukup deras.
Randika tidak bisa menghembuskan napas lega terlebih dahulu, serangan para monster ini masih berlanjut! Dia kembali menangkap salah satu monster yang ada di samping dan menghantamkannya ke tanah. Setelah itu, dia memberikan pukulan pamungkas yang membunuh monster tersebut.
Setelah mundur secara teratur dan terus menjaga jarak, Randika akhirnya berhasil membunuh monster yang terakhir. Setelah memastikan tidak ada lagi yang bergerak, Randika menghembuskan napas lega.
Pada saat ini tubuhnya benar-benar banyak luka, Indra juga sama buruknya dengannya. Tetapi bagi Randika, luka internalnya lebih buruk daripada luka yang dialami oleh tubuhnya ini. Terlebih lagi dia memakai mode Berserk sepanjang pertarungan tadi.
Ketika dia menenangkan diri, Randika samar-samar mendengar suara perut keroncongan itu lagi. Dia dengan cepat menarik Indra dan lari. “Cepat kita sembunyi.”
Mereka berlari ke arah Inggrid dan Maria, setelah beberapa menit berlari, akhirnya mereka berempat kembali bersatu.
“Apa lukamu baik-baik saja?” Inggrid terlihat sangat cemas melihat tubuh Randika yang terluka itu.
“Tidak apa-apa, cuma luka kecil.”
“Cepat, kita harus lari dari sini.” Randika tiba-tiba menyadari bahwa suara perut keroncongan itu makin mendekat.
Keempat orang ini kembali berlari dan menemui sebuah persimpangan.
“Belok ke mana kita?” Inggrid bertanya dengan nada yang bingung.
Randika sendiri tidak tahu jalan mana yang aman, akhirnya dia memilih jalur kanan. Namun, Randika memikirkan sebuah ide untuk mengelabui para monster ini. Setelah berlari ke arah kanan beberapa saat, Randika dengan cepat menyuruh mereka bertiga berbalik dan mengambil jalur kiri yang tadi.
Ketika mereka berlari, Randika berusaha sekuat tenaga untuk menutupi bau dari darahnya dan Indra dengan bantuan tenaga dalamnya. Dia khawatir bahwa sejauh apa pun dia lari, para monster itu bisa melacak mereka dari bau darahnya.
Ketika para monster itu mencapai persimpangan, mereka tidak tahu harus pergi ke arah mana karena mereka tidak bisa mencium sama sekali. Melihat darah mengarah ke kanan, mereka dengan cepat berlari dan mengejar mangsa mereka.
Mendengar para monster itu menjauhi mereka, Randika menghembuskan napas lega. Pada saat ini, dia terlalu banyak memakai tenaga dalamnya, kekuatan misteriusnya itu mulai memberontak.
Kali ini Randika benar-benar cemas dengan tubuhnya. Luka di tubuhnya itu masih belum sembuh dan sekarang ketambahan luka yang baru. Meskipun dia dan Indra mengalami luka akibat serangan monster tadi, ini semua tidak sepadan dengan luka internal yang dialaminya.
Bibir Randika sedikit pucat, boneka ginseng itu dengan cepat menghampirinya dan mengulurkan tangannya. Mulutnya terlihat sedikit menahan sakit dan dia mengeluarkan setetes darahnya.
Randika dengan cepat mengambil darah itu dan menelannya, dengan cepat energi lembut itu menyebar di dalam tubuhnya.
“Terima kasih.”
Meskipun begitu, Randika merasa bahwa darah boneka ginseng ini masih tidak cukup. Efeknya tidak sebanyak sebelumnya, sepertinya lukanya kali ini benar-benar serius.
“Sebaiknya kita istirahat dulu.” Kata Inggrid dengan wajah yang cemas.
Randika tidak membalasnya, tetapi tiba-tiba, ada suara tertawa yang keras yang menggema.
“Sepertinya perjalananku ke Indonesia sangat tepat.”
Ketika Randika melihat sosok orang tersebut, pupil matanya mengerut.
Bulan Kegelapan!