Nuansa - Chapter 103
Nuansa dan Emma saat ini sedang berada di rumah sakit, mereka sedang berada di ruang tunggu. Nuansa terlihat sangat terpukul, namun tangisannya sudah mulai mereda, jauh lebih pelan dari pada yang sebelum-sebelumnya.
Emma yang memilih untuk berdiri tidak berhenti menatap Nuansa, tetapi Nuansa tampaknya tidak menyadari bahwa Emma terus-terusan menatapnya sejak tadi.
Beberapa saat kemudian, seorang Dokter keluar dari dalam ruangan tempat Arfan juga berada. Nuansa pun lantas langsung berdiri dan siap mendengarkan hasil mengenai sang Ayah dari Dokter ini. Mereka berbicara cukup jauh dari Emma, sebab memang Emma berdiri jauh dari tempat Nuansa duduk, ditambah dengan Dokter tersebut yang berbicara dengan sangat pelan, membuat Emma tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Dokter itu kepada Nuansa.
Tak lama kemudian, Dokter tersebut menepuk-nepuk pundak Nuansa dan pergi meninggalkannya, sementara Nuansa lantas langsung terduduk dengan pandangan mata yang kosong. Dari sini, Emma sudah tahu bagaimana hasil dari tindakan yang di ambil untuk Arfan, terlebih lagi Nuansa mulai menangis sembari menutupi wajahnya.
Nuansa kemudian menaruh wajahnya di atas lututnya dan berusaha untuk tidak menangis terlalu keras.
Emma sendiri hanya bisa terdiam sambil terus menatap Nuansa, tetapi karena lama kelamaan tangisan Nuansa semakin keras, Emma jadi tidak tega, diapun lalu datang mendekati Nuansa dan duduk di sampingnya.
“A-apa yang terjadi?” tanya Emma pada Nuansa, meskipun ia sudah mengetahui bagaimana hasilnya berdasarkan reaksi Nuansa, namun dia tetap memutuskan untuk menanyakannya.
“Dia pergi, Ayahku sudah pergi,” jawab Nuansa dengan suara bergetar, dia sebenarnya tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan Emma, namun dia tetap menjawabnya.
Nuansa terlihat sangat hancur, terlebih lagi pada saat dia menjawab pertanyaan Emma. Suasana menjadi hening setelah itu, hanya terdengar suara tangisan Nuansa.
Emma merasa bingung harus melakukan apa agar Nuansa bisa sedikit tenang, tapi dia yakin bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu untuk menenangkan gadis itu.
“Bisakah kau berhenti menangis?” tanya Emma dengan agak kasar.
Mendengar hal itu, Nuansa lantas mengangkat kepalanya dan menatap Emma.
“Di mana otakmu?!” Nuansa bertanya balik, Emma pun lantas terdiam. Nuansa lalu pindah tempat duduk, dia menjauh dari Emma.
“Aku rasa … aku tidak pandai untuk menjadi teman yang baik,” ujar Emma tiba-tiba, tetapi Nuansa tidak merespon, Nuansa memalingkan wajahnya dari Emma dengan wajah yang sangat sembab.
“Aku pikir aku bisa membuatmu bisa merasa lebih baik, tapi kenyataannya tidak. Karena … ketahuilah bahwa aku juga baru mengalami perasaan yang sama dengan yang kau rasakan saat ini,” sambung Emma. Usai Emma mengatakan hal tersebut, Nuansa lantas meliriknya.
“Apa maksudmu?” tanya Nuansa.
“Semalam aku mendapatkan kabar bahwa orangtuaku tewas, pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan, dan aku sangat hancur karena hal itu,” jelas Emma.
“Ya Tuhan … aku turut berduka.”
“Aku juga turut berduka untukmu,” kata Emma seraya berdiri dan menghampiri Nuansa, ia lantas duduk di sebelah Nuansa dan memeluknya.
Tentu saja Nuansa terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Emma, namun dia membiarkannya.
“Kenapa kau memelukku?” tanya Nuansa usai Emma melepaskan pelukannya.
“Aku merampok rumahmu, tapi kenapa kau melakukan ini semua? Kenapa kau mau menolong Ayahku lalu memelukku?” sambung Nuansa.
“Aku rasa itu karena aku tidak ingin orang lain merasakan kepahitan yang aku rasakan. Tapi … aku minta maaf karena aku terlambat menolong Ayahmu,” ucap Emma.
Mendengar hal itu, hati Nuansa tersentuh, dan tanpa disadari ya, air matanya kembali menetes, namun kali ini untuk Emma, gadis itu pun kemudian memeluk Emma.
“Maafkan aku karena sudah melakukan hal yang sangat jahat padamu, aku benar-benar menyesal,” kata Nuansa.
“Tidak, kau sama sekali tidak melakukan kejahatan, kau justru melakukan kebaikan,” ujar Emma.
“Semua ini terjadi karena aku melakukan hal yang buruk padamu, kalau saja aku tidak merampok barang-barangmu, Ayahku pasti masih ada sekarang.”
“Kau tidak boleh mengatakan hal itu, dan jangan salahkan semua ini atas kematian Ayahmu. Ingat, Nuansa, kau berusaha untuk membela orang-orang yang tidak bersalah, kematian Ayahmu bukan salahmu dan tidak ada hubungannya dengan kau yang merampokku demi mengungkap kebenaran,” ujar Emma.
“Dengar, aku akui bahwa aku memang telah memanipulasi rekaman itu, dan aku masih menyimpan yang asli, tapi kau tidak berhasil mendapatkannya tadi karena aku menyembunyikannya di kamar orangtuaku, tapi … kita tidak akan membahas hal itu. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa … jangan salahkan kebaikanmu,” lanjut Emma.
“Kau tidak mengerti, ya? Merampok adalah hal yang salah, Emma, aku rasa inilah karma bagiku, dan aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Ibuku nanti, dia pasti akan sangat hancur, dan sekarang dia pasti sedang sangat mencemaskanku dan Ayah,” ucap Nuansa.
“Untuk beberapa hal, Nuansa, melakukan hal yang buruk untuk hal yang baik aku rasa tidak ada salahnya, lagi pula kau tidak akan merugikan siapapun sebenarnya selain aku yang jahat.”
“Huh?”
“Kau mengajariku bagaimana cara menjadi seorang teman yang baik, dan aku berharap aku bisa melakukannya padamu juga. Maksudku … keadaan kita sama sekarang, meskipun kau masih memiliki Ibumu, tapi … kita sama-sama baru saja kehilangan Ayah kita, dan yang ingin kukatakan padamu adalah, aku ingin kita saling menguatkan. Aku tidak mau kau menyalahkan dirimu atau hal lainnya atas kematian Ayahmu, kelompok geng motor itulah yang salah, bukan yang lain, ingat itu.”
“Tapi-”
“Ayahmu pasti akan sangat bangga padamu, percayalah padaku.”
“Tapi Ayahku tidak akan ….”
“Aku tahu, tapi apapun yang terjadi, hal itu terjadi pasti memiliki alasannya sendiri.”
“Huh?”
“Jalan pikiranku mulai berubah saat aku menerima kenyataan bahwa aku telah ditinggalkan oleh orangtuaku selama-lamanya, dan tak lama kemudian aku melihat dukamu. Semua yang terjadi kurang dari dua belas jam ini sudah mengubahku, aku harap aku bisa menjadi orang yang lebih baik. Dan tentang Ayahmu? Itu pasti memiliki alasannya juga kenapa terjadi, percayalah.”
“Tapi yang terpenting sekarang adalah jangan jatuh. Aku sudah jatuh tadi, apa lagi aku dilecehkan oleh tukang kebunku sendiri, aku semakin jatuh, tapi begitu melihatmu mendapatkan duka juga, aku yakin kita bisa sama-sama bangkit jika kita saling menguatkan satu sama lain,” sambung Emma.
“Emma, kau …”
“Aku ingin menjadi temanmu, dan belajar menjadi seorang teman yang baik darimu.”