Nuansa - Chapter 104
Siang harinya di kampus tempat Neptunus berkuliah, kehebohan kembali terjadi. Kali ini, rekaman suara percakapan Emma dan Gladys tersebar dan membuat semua orang kembali heboh.
Emma sendiri belum terlihat sejak tadi, padahal biasanya pada jam segini dia sudah dilihat oleh semua orang, bahkan Anne sendiri tidak tahu di mana Emma berada.
Emma sendiri ternyata berada di Hanyang, dia masuk ke dalam restoran tersebut dan mendatangi Gladys. Gladys tentu saja terkejut melihat kehadiran Emma yang tidak di duganya.
“Gladys, aku ingin bicara padamu,” ucap Emma.
“Maaf, tapi aku sedang bekerja,” ujar Gladys.
“Dengar, aku ingin minta maaf atas apa yang telah aku lakukan padamu.”
“Pergilah, aku tidak ingin kau memanipulasi apapun lagi.”
“Tidak, aku bersungguh-sungguh, aku sudah berubah, percayalah.”
“Tidak ada yang bisa kupercaya padamu setelah semua yang kau lakukan padaku.”
“Aku tahu itu sangat buruk, tapi … aku tahu kau mau memberikan kesempatan kedua padaku, iya, kan?”
“Bicara itu mudah, pelaksanaannya yang sulit,” pungkas Gladys, dia lantas pergi ke dapur.
Emma kemudian terdiam.
“Baiklah, aku tidak akan memaksa, tapi aku ke sini karena aku punya tujuan lagi juga,” kata Emma yang terus mengikuti langkah Gladys.
“Ayah Nuansa meninggal,” sambungnya.
Gladys sontak saja terkejut mendengar hal itu, langkahnya langsung berhenti dan diapun langsung menoleh ke Emma.
“Kau membuat berita palsu lagi sekarang?” tanya Gladys.
“Tidak, ini benar,” ucap Emma.
“Apa bukti yang kau miliki?”
“Tidak ada.”
“Humph.”
“Tapi datanglah ke makamnya sore ini, Nuansa dan Ibunya butuh dukungan darimu juga.”
“Akan kuberi alamat makamnya kepadamu nanti, dan semua bergantung kepadamu kau mau datang atau tidak,” lanjut Emma.
“Tidak usah, aku bisa menanyakannya langsung pada Nuansa,” ujar Gladys.
“Itu akan mengganggunya.”
“Bisakah kau diam dan urus saja urusanmu sendiri? Biarkan aku bekerja!”
Emma kembali terdiam. “Baiklah, aku pergi,” ujarnya beberapa saat kemudian, dan dia akhirnya benar-benar pergi.
Usai Emma pergi, Gladys tampak bingung.
‘Apa aku terlalu kasar?’ batin Gladys.
‘Bagaimana jika semua yang dia katakan itu benar?’
***
Emma kemudian kembali ke kampusnya dan langsung pergi ke area parkir untuk menghampiri mobilnya, dan disaat itu juga Anne datang menghampirinya.
“Emma!” panggil Anne.
Emma lantas menoleh ke arah Anne.
“Apa yang terjadi?” tanya Anne.
“Apa yang tersebar itu rekaman asli yang utuh?” lanjut Anne.
Emma lalu menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan.
“Siapa yang menyebarkannya?” tanya Anne.
“Bukankah sudah jelas siapa yang mengirim itu semua pada kalian?” Emma bertanya balik.
“Aku,” sambung Emma.
“Apa yang terjadi? Apa kau sadar apa yang kau lakukan ini bisa menghancurkan dirimu sendiri? Aku memang tidak suka kalau kau ternyata benar-benar telah memanipulasi semuanya, dan sekarang semuanya sudah terjawab, kau memang memanipulasi semuanya, tapi aku lebih tidak suka jika kau sendiri membongkar semua ini, maksudku … ini semua benar-benar akan membuat kekacauan.”
“Akan ada dua pihak yang tercipta, ada yang percaya, dan ada yang ragu karena aku sendiri yang menyebarkan rekaman asli itu, tapi apapun, yang terpenting semua orang yakin bahwa aku telah bersalah, meskipun beberapa dari mereka mungkin ragu.”
“Apa yang terjadi padamu sebenarnya?”
“Sulit untuk menjelaskannya, tapi intinya aku ingin menjadi orang yang lebih baik,” kata Emma, dia lalu masuk ke dalam mobilnya.
“Mau ke mana kau? Kelas kita belum dimulai.”
“Aku sudah keluar,” ujar Emma.
“Maksudmu?”
“Aku tidak berkuliah lagi.”
“Kau pindah kampus?”
“Tidak, aku benar-benar tidak akan berkuliah lagi.”
“Huh?”
“Aku tidak akan menjelaskan semuanya padamu sekarang, karena kau akan memahami semuanya nanti. Sudah ya, aku pergi dulu,” ucap Emma sembari menutup pintu mobilnya.
Anne hanya bisa terdiam saat Emma pergi dari sana. Dia merasa bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Emma datang untuk menyebarkan rekaman yang asli dan memutuskan kuliahnya, dan hal ini benar-benar sulit untuk dicerna Anne di pikirannya.
***
Usai dari kampusnya, Emma ternyata pergi ke kantor Polisi tempat Reynand bekerja. Begitu sampai di sana, kebetulan diapun disambut oleh Reynand saat dia baru saja memarkirkan mobilnya.
“Ada apa? Kenapa kau datang ke sini? Aku belum memberikan kabar apapun, kan?” tanya Reynand pada Emma saat Emma baru saja keluar dari dalam mobilnya.
“Ya, aku datang untuk memintamu berhenti mencari jejak digital hubungan Nuansa dan Neptunus,” ucap Emma.
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa, hentikan saja.”
“Kau memiliki rencana lain?”
“Tidak, aku hanya ingin berhenti.”
“Secara tiba-tiba? Kau yakin tidak ada apa-apa?”
“Ya.”
“Aku tidak yakin.”
“Itu terserahmu, tapi aku meminta kau untuk berhenti, karena aku juga sudah berhenti.”
“Bagaimana jika aku tidak berhenti?”
“Itu terserahmu juga sebenarnya, karena kau hanya melakukan hal yang bodoh.”
“Hubungan Nuansa dan Neptunus sudah diketahui orang-orang?”
“Tidak.”
“Lalu ada apa?”
“Kau akan mengetahuinya sendiri nanti. Aku tidak mau berlama-lama di sini, aku pergi dulu.”
“Kau kau ke mana?”
“Itu terserahku,” pungkas Emma, dia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana.
“Aneh sekali, belum juga dua puluh empat jam dia membuat kesepakatan bersamaku, dan tiba-tiba dia mengatakan ini semua. Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi?” gumam Reynand usai Emma pergi.
***
Pada sore hari, sekitar pukul 5 lewat, Emma datang ke pemakaman tempat Arfan dimakamkan, di sana dia melihat Nuansa dan Durah sedang berdoa di samping makam Arfan. Durah terlihat masih sangat terpukul dan tidak percaya akan apa yang telah terjadi, namun baik dia dan Nuansa sama-sama tampak bisa mengikhlaskan kepergian Arfan.
Emma menghampiri Ibu dan Anak itu dengan memberikan senyuman yang mengisyaratkan bahwa dia memberikan dukungan penuh kepada mereka.
***
Tak lama setelah itu, Durah kini sedang berada di dalam mobil Emma, sementara Nuansa dan Emma sedang mengobrol dengan Nuansa.
“Neptunus benar-benar tidak bisa dihubungi?” tanya Emma pada Nuansa.
“Tidak, sejauh ini yang menelponku hanya Rea, dia menghubungiku untuk menanyakan alamat rumahku, tapi aku mengatakan kalau ternyata aku tidak bisa menerima kedatangannya hari ini. Sama sekali tidak ada telepon balik dari Neptunus,” jawab Nuansa.
“Bagaimana dengan di kampusnya?” sambungnya.
“Tidak ada, dia juga tidak ada di sana tadi, aku bahkan sampai bertanya kepada pihak kampus apakah dia mengundurkan diri atau tidak di kampus itu, sepertiku.”
“Kau mengundurkan diri?”
“Ya.”
“Kenapa?”
“Tidak alasan bagiku untuk melanjutkan semuanya, meskipun aku sudah berada di akhir semester, tapi … aku rasa sebaiknya aku berhenti saja, menata ulang kehidupanku dan mengurus hal lainnya.”
Nuansa lalu terdiam.
“Kalau boleh tahu, kontrak kalian sebenarnya berapa lama?” tanya Emma.
“Kontrak?” Nuansa bertanya balik.
“Reynand menceritakan padaku bahwa hubungan kalian sebenarnya hanya sekedar hubungan kontrak. Awalnya aku dan Reynand berniat untuk membongkar rahasia hubungan kalian di hadapan orang-orang, tapi aku membatalkan semuanya.”
“Seharusnya ini adalah hari terakhir, tapi aku tidak tahu kenapa dia justru tidak ada kabar. Aku juga sempat bertanya pada Rea apa dia menjemput atau mengantar Vega atau tidak, tapi dia bilang tidak.”
“Mau datang ke rumahnya?”
“Aku rasa tidak usah, lagi pula kontrak kami sudah terhitung selesai, lebih baik kita memikirkan tentang tukang kebunmu itu, kau membawa kasus ini ke pihak Kepolisian?”
“Pikirkan saja dulu kasus pembunuhan Ayahmu dan tentang orang-orang itu.”
“Tapi tukang kebunmu kabur entah ke mana, orang kurang ajar seperti itu harus kita urus terlebih dahulu.”
“Kasus Ayahmu mengenai nyawa, Nuansa, pikirkan kasus Ayahmu dulu.”
“Well, aku berniat untuk tidak melapor ke Polisi.”
“Kenapa?”
“Aku akan menyelesaikan semuanya sendirian, tapi aku tidak ingin melakukannya sekarang, karena aku masih butuh waktu untuk melupakan sejenak tentang Ayahku.”
Emma lantas terdiam.
“Mendengar itu, aku juga jadi berniat untuk mencari tukang kebunku sendirian,” ucap Emma.
“Ayo kita lakukan!” ajak Nuansa.
“Huh?”
“Kita akan menyelesaikannya tanpa bantuan Polisi, kan? Aku akan membantumu.”
“Tapi, bagaimana dengan Ibumu? Aku paham kalau kau mau membantuku karena kau ingin pikiranmu tidak terfokuskan pada Ayahmu, tapi pikirkan tentang Ibumu juga.”
“Hmm, Ibuku hanya butuh teman sekarang, dan aku rasa bibi Ihih adalah orang yang tepat.”
“Ah, benar juga, kenapa aku tidak memikirkannya?!”
Nuansa lantas terkekeh kecil.
“Terima kasih untuk segalanya, Emma. Kau membiayai biaya rumah sakit Ayahku, biaya pemakamannya, lalu membongkar kebohonganmu sendiri, aku tidak tahu harus kubalas dengan apa semua itu. Kau juga memutuskan untuk tidak memenjarakanku setelah aku merampokmu,” ujar Nuansa.
“Tidak usah dipikirkan, aku justru terlalu banyak melakukan kesalahan sebelumnya,” kata Emma.
“Nuansa!” tiba-tiba seseorang memanggil Nuansa, Nuansa dan Emma lantas langsung menoleh ke arah orang itu.