Nuansa - Chapter 105
“Gladys?” sahut Nuansa.
Mata Gladys kemudian melirik Emma.
“Jadi semuanya benar?” tanya Gladys.
Nuansa dan Emma lantas saling melirik, sementara Gladys datang menghampiri Nuansa, lalu memeluknya.
“Emma menceritakan semuanya padaku, aku turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu,” ucap Gladys.
“Terima kasih,” ujar Nuansa.
“Sama-sama.”
Gladys lantas melirik Emma. “Maaf karena aku tidak memercayaimu tadi,” kata Gladys.
“Tapi pada akhirnya kau memercayaiku, buktinya kau datang ke sini,” ucap Emma.
“Entahlah, aku juga tidak mengerti kenapa akhirnya aku memutuskan untuk datang ke alamat yang kau berikan.”
“Bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanya Gladys pada Nuansa.
“Engh, mungkin ada baiknya kau juga mengucapkan turut berduka cita kepada Emma,” ujar Nuansa.
“Memangnya apa yang terjadi padanya?” Gladys bertanya balik.
“Orangtuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat.”
“Ya Tuhan.”
“Emma, aku minta maaf,” lanjut Gladys.
“Kenapa kau meminta maaf?” Emma bertanya balik.
“Karena tidak mengucapkan rasa dukaku lebih awal.”
“Kau baru saja mengetahuinya, kan?”
“Ahahaha,” Nuansa terkekeh.
Beberapa saat kemudian, Gladys menyadari ada keanehan di antara Nuansa dan Emma.
“Kenapa kalian terlihat seperti berteman dekat?” tanya Gladys.
Emma dan Nuansa lantas saling melirik.
“Kupikir Emma sudah menjelaskan cukup banyak hal padamu,” ujar Nuansa.
“Jadi itu semua benar? Kau benar-benar berubah?” tanya Gladys pada Emma, Emma lalu hanya menjawabnya dengan cara mengangguk.
“Ada apa sebenarnya? Kenapa keadaannya bisa menjadi seperti ini hanya dalam waktu satu hari?”
“Sebaiknya kita mengobrol di dalam mobil saja, kita pergi ke rumah Nuansa, dan sekalian aku akan mengantarmu pualang nanti, Gladys. Kau datang ke sini dengan menggunakan ojek, kan?” tanya Emma pada Gladys.
“Ya,” jawab Gladys.
“Yasudah, ayo masuk ke dalam mobil,” ajak Nuansa. Mereka bertiga pun kemudian menyusul Durah yang sudah lebih dulu berada di dalam mobil. Durah terlihat murung, tampak jelas bagaimana dia benar-benar masih sangat terpukul dengan kematian suaminya.
“Ibu …” Nuansa memanggil Durah.
“Ya?” sahut Durah dengan suara bindeng.
“Ini Gladys,” ucap Nuansa yang memperkenalkan Gladys kepada Ibunya. Durah lantas tersenyum kepada Gladys.
“Salam kenal,” ujar Durah pada Gladys.
“Salam kenal juga, Bibi,” balas Gladys.
Nuansa duduk di tengah bersama Ibunya, sementara Emma dan Gladys duduk di depan. Saat mobil mulai jalan, Gladys langsung bertanya apa yang terjadi sebenarnya, namun sebelum menjelaskan semuanya, Nuansa meminta Gladys untuk tidak merasa bersalah atas hal apapun, dan Gladys tentu saja bingung dengan maksud Nuansa itu, tetapi dia memilih untuk meng-iyakan perkataan Nuansa demi bisa mengetahui semuanya.
Nuansa pun lantas menceritakan semuanya kepada Gladys, mulai dari bagaimana dia memutuskan untuk keluar dari rumahnya malam-malam untuk mencuri barang-barang Emma, sampai bagaimana Emma mau membantu Nuansa untuk membawa Arfan ke rumah sakit, lalu membiayai biaya rumah sakitnya, mengurus makamnya meskipun Nuansa mengatakan bahwa dia memiliki uang sendiri dan cukup untuk mengurusnya, namun Emma memaksa Nuansa untuk menerima pemberiannya, kemudian bagaimana Emma berbicara kepada Nuansa dan mengatakan bahwa dirinya tidak akan melaporkan Nuansa ke Polisi, dan akan membongkar kebohongannya sendiri di hadapan semua orang. Nuansa menceritakan semua itu kepada Gladys.
“Nuansa …” Gladys tidak bisa berkata-kata usai mendengar cerita Nuansa, suaranya mulai bergetar, pertanda dia sedang menahan tangisannya.
“Kau sudah berjanji untuk tidak merasa bersalah, Gladys, jadi jika kau ingin menyalahkan dirimu sekarang, maka sebaiknya kau diam saja. Kau tidak pernah menyetujuiku untuk mencuri rekaman aslinya dari Emma, kau sangat benar saat kau mengatakan bahwa sebaiknya semuanya dibiarkan mengalir begitu saja, akunya saja yang keras kepala. Tapi … apapun yang telah terjadi, aku tidak ingin menyesalinya, itu hanya akan menyakiti hatiku, karena sebaiknya aku menerima apa yang telah terjadi. Emma mengatakan kepadaku bahwa setiap hal yang terjadi pasti memiliki alasannya sendiri kenapa terjadi, dan sekarang aku hanya ingin tahu kenapa semua ini terjadi,” ucap Nuansa.
“Tapi aku … aku ingin meminta maaf,” ujar Gladys dengan tangisan yang mulai pecah, dan tiba-tiba Durah mengusap pundaknya.
“Tidak apa-apa, ini semua bukan salahmu, kau benar-benar tidak bersalah. Sudah, tidak usah menangis, ya,” kata Durah.
“Bibi …”
“Kau gadis yang baik, aku senang Nuansa berteman dengan gadis sepertimu.”
“Terima kasih, Bibi.”
“Sama-sama, Nak.”
“Apa tadi Finn ada mendatangimu, Gladys?” tanya Nuansa.
“Tidak,” jawab Gladys.
“Jadi tidak memberikan dampak apapun padanya, ya?”
Gladys hanya terdiam.
“Belum tahu, lihat saja kedepannya,” ucap Emma.
“Bagaimana dengan Neptunus? Kau bertemu dengannya hari ini? Atau berkomunikasi dengannya?” tanya Emma pada Gladys.
“Tidak, memangnya ada apa dengan dia?” Gladys bertanya balik.
“Dia tidak ada kabar sejak semalam, dia tidak menjawab panggilan-panggilanku,” jawab Nuansa.
“Benarkah?”
“Ya.”
“Mungkin dia sedang sibuk, mengingat dia sedang dalam masa persiapan untuk tampil di acara yang diadakan oleh kampusnya, kan?”
“Kuharap begitu.”
‘Dimana kau, Neptunus?’ batin Nuansa.
***
Sementara itu di rumah Neptunus sendiri, Vega bersama Rea dan Rosy sedang berada di kamar Vega. Mereka membicarakan beberapa hal, perbincangan para gadis. Vega lalu mengajak Rea dan Rosy turun untuk mengambil beberapa cemilan, dan mereka bertiga pun kemudian turun.
Pada saat ketiganya baru sampai di lantai 1, mereka secara tidak sengaja bertemu dengan Bulan yang baru saja pulang.
“Ibu?” sambut Vega.
“Hei,” balas Bulan seraya tersenyum.
“Kakakmu sudah pulang?” tanya Bulan sembari menutup pintu rumahnya.
“Belum,” jawab Vega.
“Huh? Yang benar saja?”
“Sepertinya begitu, soalnya aku bersama Rea dan Rosy dari tadi hanya berada di dalam kamarku.”
Bulan lantas memutar kedua bola matanya usai mendengar hal itu. Beberapa detik kemudian, Haha bersama Hehe lewat di hadapan mereka.
“Haha!” Bulan memanggil Haha.
“Ya, Nyonya?” sahut Haha yang berhenti melangkah usai dia dipanggil, begitu juga dengan Hehe.
“Apa Neptunus sudah pulang?” tanya Bulan.
“Belum, Nyonya.”
“Kau yakin?”
“Dari tadi saya mondar-mandir di sini, dan saya tidak melihatnya sama sekali pulang.”
“Oooh, begitu.”
“Tadi saya bertanya pada Hoho, katanya dia belum melihat Neptunus pulang, padahal Hoho seharian ini berada di luar terus,” Hehe menimpali.
“Hmm, begitu, ya.”
“Kenapa tidak hubungi nona Nuansa saja, Nyonya?” tanya Haha.
“Tadinya aku ingin melakukan itu, tapi tidak jadi karena aku berpikir kalau Neptunus pasti sudah berada di sini ketika aku pulang, tapi ternyata tidak,” ujar Bulan.
“Jadi Ibu akan menghubungi kak Nuansa?” tanya Vega.
“Ya,” jawab Bulan.
“Baiklah, kami ke dapur dulu.”