Nuansa - Chapter 107
“Jadi … bagaimana?” tanya Emma pada Nuansa.
“Neptunus tadi datang ke kampus,” jawab Nuansa.
“Apa?”
“Kelihatannya dia datang ke sana benar-benar hanya untuk masuk ke jam belajarnya dan jam latihannya.”
“Maksudmu setelah itu dia tidak pulang?”
“Tidak pulang dan tidak menetap di kampus itu.”
“Jadi ke mana dia?”
“Entahlah, tapi jika dia sampai tidak pulang lagi, aku tahu paman Eugene bisa mengurus semuanya, tenang saja, bahkan aku berniat untuk meminta bantuannya untuk mencari tukang kebunmu, Emma.”
“Dan mencari geng motor yang telah membunuh Ayahmu?”
“Ya, kurasa … tapi aku tetap belum siap untuk memulai mencari tahu semua hal tentang geng motor itu, aku butuh waktu untuk bisa memberikan mereka ruang di pikiranku.”
“Aku minta maaf-”
“Tidak apa-apa, kau hanya memberikan saran kepadaku untuk meminta bantuan paman Eugene, dan idemu sangat benar, tapi kita akan fokus dalam menangkap tukang kebunmu itu dulu.”
“Kalian akan mencari tukang kebun Emma besok?” tanya Gladys.
“Dia sudah melakukan tindakan yang tidak terpuji kepadaku, aku tidak ingin membuat semua ini berlarut-larut, jadi, ya, aku rasa sebaiknya kita memulainya besok,” ujar Emma.
“Tapi kau harus mengurus banyak hal selain itu, kan?”
“Ya, tentu saja, pengunduran diriku dari kampus masih dalam proses, lalu aku harus mengurus bisnis orangtuaku, dan mendapatkan perkembangan terbaru mengenai kecelakaan yang mereka alami sementara jasad mereka sudah hancur.”
“Aku akan selalu memberikan semangat untukmu,” ucap Nuansa pada Emma.
“Terima kasih.”
“Baiklah, aku akan menghubungi bibi Bulan untuk memberikan kabar mengenai Neptunus yang ternyata masuk ke kampusnya tadi,” kata Nuansa.
***
Tak lama kemudian, Emma dan Gladys pergi dari rumah Nuansa. Rumah kecil tersebut terasa sangat sepi tanpa kehadiran Arfan, dan kesunyian ini mulai membuat Nuansa teringat akan masa kecilnya yang sering berlarian di dalam rumah yang ibarat kata seukuran kotak korek api ini.
Nuansa kemudian duduk sambil menyandar.
‘Neptunus, sungguh, aku sebenarnya membutuhkan dukunganmu, walaupun kau dan aku tidak memiliki hubungan apapun, tapi … tapi entah kenapa rasanya tidak mendapatkan dukungan darimu disaat-saat seperti ini membuatku tidak bisa lepas dari perasaan terpukul atas kepergian Ayahku. Dimana kau, Neptunus? Kembalilah, datangilah aku, kontrak kita memang sudah selesai, tapi … aku memohon padamu, datanglah, aku membutuhkan dukungan darimu, Nep,’ batin Nuansa. Kesunyian seperti ini membuat Nuansa kembalu teringat kepada semua hal mengenai Ayahnya yang berujung membuatnya semakin jatuh.
Inilah alasan kenapa Nuansa tidak ingin mencari geng motor itu dulu, karena dia benar-benar belum siap untuk memberikan ruang sepenuhnya mengenai geng motor itu dan Ayahnya di dalam pikirannya, karena kalau tidak, Nuansa akan menjadi seperti ini, dia berubah menjadi sangat lemah dan terus menangis dalam kesedihannya.
Nuansa benar-benar membutuhkan banyak dukungan sebenarnya, dan di antara banyaknya dukungan yang dia butuhkan, dukungan dari Neptunuslah yang mungkin yang paling dibutuhkannya, tapi entah di mana pria itu berada saat ini, dia tidak ada untuk menemani Nuansa saat Nuansa sedang berada di dalam masa-masa terpuruknya.
***
Keesokan harinya, Nuansa yang tengah bersiap-siap unntuk pergi kini sedang menyisir rambutnya. Durah masih tidur, jadi Nuansa mengurus semuanya, dia paham Durah masih belum baik-baik saja, oleh karena itu sebaiknya Durah banyak-banyak istirahat, namun meskipun Nuansa sadar bahwa Durah mengetahui apa saja yang dilakukannya tadi, Nuansa juga paham bahwa Durah hanya tidak ingin beranjak dari tempat tidurnya bersama Arfan, selain karena dia memang hanya ingin tidur-tiduran saja dulu saat ini.
Setelah selesai bersiap-siap dan hanya tinggal menunggu jemputan Emma, Nuansa pergi ke kamar Durah yang sekarang benar-benar hanya menjadi milik Durah seorang.
Gadis tersebut memeluk Ibunya itu dari belakang dan membisikkannya ucapan pamitnya, dan Durah hanya menjawabnya dengan anggukan.
“Ibu yakin benar-benar tidak mau kemana-mana? Ke rumah Emma misalnya? Ibu akan memiliki teman mengobrol di sana,” ucap Nuansa.
“Tidak, Ibu di sini saja,” ujar Durah.
“Baiklah, aku tidak akan memaksa, itu semua terserah Ibu, yang terpenting jaga diri Ibu baik-baik, ya.”
“Ya.”
“Aku akan keluar sekarang, jangan lupa kunci pintunya dari dalam, orang bisa saja masuk nanti.”
“Ya.”
Nuansa lantas kembali berpamitan kepada sang Ibu sebelum pergi. Gadis itu menunggu Emma di depan gang tempat rumahnya berada, dan itu adalah tempat biasanya Neptunus menurunkannya jika pria itu mengantarnya pulang.
“Sudah menghubungi paman Eugene?” tanya Emma pada Nuansa seraya membuka kaca mobilnya agar dia bisa bertatap muka dengan Nuansa.
“Sudah, katanya dia mau membantu, dan tempat pertemuan kita dengannya adalah di rumah Neptunus,” jawab Nuansa.
“Baiklah, aku berharap Neptunus sudah pulang, entah apa yang terjadi padanya, kan?”
“Ya, tapi mari kita tidak memikirkan tentangnya.”
“Kenapa?”
“Entahlah, aku hanya tidak ingin memikirkannya dulu.”
Emma lalu terdiam sesaat. “Baiklah, masuklah,” suruh Emma, Nuansa pun kemudian masuk ke dalam mobil Emma dan mereka pergi ke rumah Neptunus.
***
Sementara itu, di lain tempat, tepatnya di restoran Hanyang, Gladys sedang bekerja seperti biasanya, tetapi tiba-tiba dia kedatangan pelanggan yang tidak terduga: Finn.
Seketika itu juga Gladys mematung. Ya, tepat pada saat Finn baru saja masuk, Gladys melihatnya dan dia langsung membeku. Finn sendiri pun bisa langsung melihat Gladys saat dia masuk, sebab Gladys sedang membersih-bersihkan meja-meja pelanggan.
“Gladys,” kata Finn.
“Aku ingin bicara denganmu,” sambungnya.
“Maaf, tapi aku sedang bekerja, katakan saja apa menu yang ingin kau pesan, aku di sini tidak untuk mengobrol dengan pelanggan,” ucap Gladys.
“Gladys, tolong.”
“Duduk saja dan pilih menu yang ingin kau pesan,” kata Gladys sambil melanjutkan kegiatannya, Finn pun lantas meraih tangan Gladys, namun Gladys menepisnya.
“Tolong, dengarkan aku dulu,” ucap Finn.
“Ya? Kau ingin pesan apa?” tanya Gladys.
“Aku tidak memesan apapun, aku ingin berbicara denganmu mengenai masalah kita,” ujar Finn.
“Tampaknya seseorang butuh telinga yang lebih, entah sudah berapa kali aku mengatakan kalau aku sedang bekerja,” kata Gladys.
“Dengar, aku … aku ingin meminta maaf padamu atas apa yang telah aku lakukan.”
Kali ini, Gladys tidak merespon Finn sama sekali.
“Jika kau berkenan … izinkan aku kembali memasangkan cincin pertunangan kita di jari manismu,” lanjut Finn yang memang sedang memegang cincin yang waktu itu dilepaskannya dari jari manis Gladys.
Karena Gladys sama sekali tidak meresponnya, Finn pun kemudian menarik tangan gadis itu, namun dengan cepat Gladys kembali menepisnya.
“Jangan sentuh aku!” tegas Gladys, dia kemudian pergi ke dapur dan meninggalkan Finn.