Nuansa - Chapter 108
“Gladys … tolong biarkan aku berbicara dan menjelaskan semuanya,” pinta Finn yang terus mengikuti Gladys.
Mendengar hal itu, Gladys kemudian merebut cincin yang pernah melingkar di jarinya itu dari Finn, dia lantas mencampakkan cincin itu dan membuat Finn terbungkam dengan aksinya tersebut. Gladys pun lalu pergi ke toilet agar Finn tidak mengikutinya lagi, dan benar saja, Finn tidak mengikuti Gladys lagi saat Gladys pergi ke toilet.
***
Sementara itu, Emma dan Nuansa akhirnya sampai di rumah Neptunus. Usai Emma memarkirkan mobilnya di garasi, dia dan Nuansa pun lantas keluar dari dalam mobil tersebut. Mereka kemudian masuk ke dalam, namun tentu saja sebelum keduanya benar-benar masuk, salah satu dari mereka mengetuk pintu terlebih dahulu.
Sesaat kemudian, pintu terbuka, dan ternyata Haha yang membukakan pintu untuk mereka.
“Nona Nuansa?” ucap Haha.
“Bibi,” sahut Nuansa, dia lalu memeluk wanita paruh bayar tersebut.
“Apa kabar, Bibi?” tanya Nuansa usai dirinya melepaskan pelukannya dari Haha.
“Aku baik, bagaimana denganmu?”
“Aku juga baik, Bibi. Well, walaupun sebenarnya tidak benar-benar baik.”
“Maksudnya?”
“Aku … engh, aku belum siap untuk menceritakannya terlalu sering.”
“Tidak apa-apa, itu terserahmu mau menjawab atau tidak.”
“Terima kasih, Bibi.”
Haha kemudian melirik Emma.
“Halo, Bibi,” Emma menyapa Haha.
“H-hai,” Haha menyapanya balik.
“Bibi, paman Eugene ada di dalam, kan?” tanya Nuansa.
“Iya, beliau ada di dalam,” jawab Haha.
“Bibi Bulan?”
“Sudah pergi dari tadi, kemungkinan Nyonya Bulan akan kembalu sebentar lagi.”
“Neptunus?”
“Neptunus … kami semua mengkhawatirkannya.”
“Dia belum pulang juga?”
Haha menjawab pertanyaan Nuansa itu dengan cara menggeleng.
“Apa yang terjadi, Nak? Apa kalian berantam sampai dia tidak kunjung pulang? Di mana dia?” tanya Haha pada Nuansa.
“Kami baik-baik saja, Bibi, tidak ada yang terjadi di antara kami, dia benar-benar pulang usai mengantarku malam itu, kami tidak ribut atau apapun, makanya aku juga bingung dia ini sebenarnya berada di mana, sebab ternyata kemarin dia datang ke kampus,” kata Nuansa.
“Aku berharap dia baik-baik saja.”
“Tentu saja, kita semua berharap seperti itu.”
“Ya. Mari, silakan masuk, maaf malah jadi mengajakmu mengobrol.”
“Ah, tidak apa-apa, Bibi.”
Nuansa dan Emma pun lalu masuk, dan Haha sedikit bingung dengan kehadiran Emma yang datang bersama Nuansa.
‘Ada apa ini? Kenapa Nona Emma dan Nona Nuansa bersama? Dan kenapa Nona Emma berada di sini?’ batin Haha sambil menutup pintu.
***
Nuansa dan Emma pergi ke ruang tamu, tempat Eugene saat ini berada, di sana Eugene terlihat sedang bermain ponsel, tampak seperti tidak memiliki pekerjaan sama sekali.
Nuansa kemudian menyapa pria tersebut, dan Eugene membalas sapaan itu dengan antusias.
“Tunggu sebentar, ya,” ucap Eugene yang masih fokus ke ponselnya.
“Meskipun Bulan masih yang menjadi paling sering keluar untuk mengurus bisnis kami, tapi akulah yang paling banyak berurusan dengan ponsel, dan ini jauh lebih merepotkan sebenarnya karena ini menyita waktuku kapan saja, maaf jika aku mengabaikan kalian sebentar,” lanjut Eugene.
“Tidak apa-apa, Paman. Aku bisa memahaminya,” ujar Nuansa.
“Terima kasih. Ngomong-ngomong, kau teman Neptunus, ya?” tanya Eugene pada Emma.
“Iya, salam kenal, Paman,” kata Emma.
“Ya, namamu Emma, kan?”
“Iya.”
“Baiklah.”
“Jadi, ada apa, Nuansa?” sambung Eugene.
“Pertama-tama mungkin aku akan menanyakan tentang Neptunus dulu,” ujar Nuansa.
“Neptunus?” ucap Eugene.
“Ya, dia sudah hampir dua hari tidak pulang, kan?”
“Ya, betul.”
“Menurut Paman apa yang terjadi padanya? Kenapa Paman dan bibi Bulan tidak melapor ke Polisi?”
“Dia tidak hilang, kan? Buktinya dia masih datang ke kampusnya kemarin, jadi untuk apa melapor ke Polisi?”
“Tapi dia tidak pulang, tidak ada kabar, dan sebagainya, apa dia baik-baik saja dengan semua hal itu?”
“Dia pasti akan kembali, tenang saja, dan ketika dia kembali, dia pasti akan memberikan alasannya kepada kita.”
“Jadi menurut Paman ini bukan hal yang besar?”
“Tidak, karena dia sudah dewasa, dia tahu apa yang dia lakukan, dan menurutku dia hanya ingin tinggal sendiri dulu untuk beberapa saat, sebab kalau dia diculik atau sebagainya seharusnya dia tidak datang ke kampusnya kemarin.”
“Tapi bagaimana kalau misalnya dia benar-benar diculik, lalu penculiknya membiarkan dia berkuliah kemarin agar dia tidak terlihat seperti sedang diculik?”
“Untuk menjawab itu, aku harus mengumpulkan informasi yang lebih lagi, tapi untuk saat ini, mari kita berpendapat sepertiku saja, dia hanya ingin tinggal sendirian dulu untuk sementara waktu.”
“Kalau memang begitu, apa alasannya? Apa dia pernah seperti ini juga sebelumnya?”
“Setahuku tidak, tapi hal-hal yang dirasakan, dialami, atau dipikirkan tiba-tiba dan berdampak besar kepada pemikiran kita pastilah akan membuat kita mengambil tindakan yang tidak disangka juga, jadi … kurasa pendapatku masuk akal.”
“Kuharap dia seperti itu, tapi kalau memang iya, hal apa yang mrmbuatnya tiba-tiba ingin sendiri dulu setelah dia mengantarku pulang? Apa yang terjadi padanya memangnya?”
“Ada banyak sekali kemungkinan untuk hal itu, Nuansa, siapa yang tahu apa yang terjadi padanya sebelum acara makan malam kalian, kan? Tindakan yang dia lakukan tidak bisa kita perkirakan secara pasti kapan penyebabnya terjadi, karena bisa kapan saja, bisa saja sebelum acara makan malam itu, bisa siangnya, sorenya, paginya, atau bahkan jauh-jauh hari, siapa yang tahu, kan?”
“Benar juga, tapi …”
“Sudahlah, Neptunus tidak usah dipikirkan, aku tahu kau khawatir, tapi … dia pasti baik-baik saja.”
“Kau menjaminnya?”
“Aku yang akan turun tangan langsung untuk mencarinya jika hal ini berlarut hingga terlalu lama.”
“Baiklah.”
“Ok, sekarang ada apa? Apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Eugene, namun belum sempat Nuansa menjawab pertanyaan itu, Haha masuk dengan membawakan beberapa gelas kosong, satu ceret penuh yang entah apa isinya, juga beberapa makanan ringan, dan tak berselang lama setelah Haha masuk ke ruang tamu, Bulan bersama Vega, Rea, Rosy, dan Alvaro datang, mereka berempat masuk ke ruang tamu dan tidak menyangka dengan kehadiran Nuansa dan Emma, sebab Vega dan Bulan memang hanya berniat untuk mengantar teman-teman Vega itu ke ruang tamu.
“Kak Nuansa?!” ujar Vega begitu dia melihat Nuansa.
“Hei,” Nuansa menyapa Vega. Vega kemudian memeluk Nuansa erat-erat.
“Eh, ada apa? Kenapa kau memelukku dengan sangat erat?” tanya Nuansa.
“Stay strong, Kak,” ucap Vega.
“Huh?”
“Aku turut berduka cita,” ujar Vega sembari melepaskan pelukannya.
“Tunggu, ada apa ini?” tanya Eugene.
“Huh? Kukira Ibu sudah menceritakannya duluan padamu, Paman,” kata Vega.
“Menceritakan apa?”
“Ok, ok, tenang dulu semuanya, duduklah dulu bagi yang belum duduk. Vega, ingat, teman-temanmu ada di sini untuk mengerjakan tugas kelompok bersamamu, dan kalian sebaiknya tidak berada di sini, di kamarmu saja,” ucap Bulan.
“Tapi Ibu-”
“Tidak ada tapi-tapi.”
Seketika itu juga Vega merasa lemas, dia kemudian memeluk Nuansa lagi, namun hanya sebentar. Nuansa pun tersenyum karena Vega. Sesaat kemudian, perhatian Nuansa teralihkan pada Rea.
“Tunggu,” kata Nuansa pada Vega dan teman-temannya.
“Aku ingin berbicara dengan Rea, hanya berdua,” lanjut Nuansa, dia lalu berdiri dan menghampiri Rea.
Gadis itu kemudian mengajak Rea untuk keluar dari dalam ruangan tersebut.