Nuansa - Chapter 114
“Setidaknya jelaskan ada apa sebenarnya!” seru Bulan, dia terlihat memegang sebuah surat di tangannya.
Nuansa pun kemudian masuk ke dalam kamar itu.
“Bibi, ada apa ini?” tanya Nuansa pada Bulan, Neptunus yang tadinya sedang mengemas pakaiannya tiba-tiba berhenti melakukan kegiatannya usai dirinya mendengar suara Nuansa.
“Entahlah, dia kembali, kemudian aku menanyakan banyak hal padanya, tapi dia sama sekali tidak menjawabku, lalu tiba-tiba dia menyuruhku untuk menandatangani surat ini, dan kau tahu surat apa ini? Ini adalah surat pengunduran dirinya dari kampus, dia juga tiba-tiba langsung mengemas pakaiannya. Dia sungguh keterlaluan karena sama sekali tidak memedulikanku, bahkan aku sampai menjewernya tadi, tapi dia tetap diam,” ucap Bulan.
“Neptunus, apa-apaan ini?” tanya Nuansa, dan beberapa saat kemudian Neptunus melanjutkan kegiatannya.
“Apa yang terjadi setelah kau mengantarku pulang malam itu? Hal itu yang telah membuatmu mendadak menjadi seperti ini, kan? Ada apa? Apa yang terjadi? Bicaralah padaku, setidaknya hanya padaku jika kau tidak ingin membicarakannya dengan bibi Bulan,” ujar Nuansa, tetapi Neptunus tetap tidak memedulikannya.
“Grh, bisa stress aku kalau begini. Aku akan pergi, masih banyak urusanku yang harus kutaruh perhatian lebih dari pada anak durhaka seperti ini,” kata Bulan, dia lantas mencampakkan surat pengunduran diri Neptunus tersebut, sebab untuk mengundurkan diri dari kampus memang dibutuhkan tanda tangan orangtua, dan kasus Emma lain lagi karena kedua orangtuanya sama-sama sudah meninggal.
“Nep, apa yang terjadi?” tanya Nuansa sekali lagi, ia lalu mendekati Neptunus yang masih memakai pakaian yang sama dengan yang dipakainya pada acara makan malam salam perpisahannya dengan Nuansa.
Tapi Neptunus tetap diam.
“Woi! Kau punya mulut atau tidak?!” teriak Alvaro dengan sangat jantan, hingga membuat Vega, Rea, dan Rosy terkejut dengan suaranya yang terdengar seperti lelaki sungguhan tadi.
“Kau belum mandi?” tanya Nuansa pada Neptunus.
“Kenapa pakaianmu tetap sama dengan pakaian yang kau pakai di acara makan malam kita?” sambung gadis itu, namun Neptunus benar-benar tidak memberikan respon apapun.
Nuansa pun lantas pergi ke pintu kamarnya dan menutup pintu tersebut.
“Kak Nuansa! Apa-apaan ini?!” protes Vega, tetapi Nuansa sama sekali tidak menggubrisnya.
“Sekarang hanya tinggal kita berdua, jadi bersikaplah secara terbuka,” ujar Nuansa pada Neptunus usai dirinya menutup pintu kamar tadi.
“Jelaskan apa yang terjadi,” lanjut Nuansa seraya duduk di atas ranjang Neptunus.
“Nep, ada apa? Kenapa kau hanya diam dari tadi? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Nuansa sekali lagi karena dirinya tak tahan dengan sikap Neptunus yang benar-benar diam.
Nuansa akhirnya menyerah untuk bertanya pada pria itu, terlebih lagi Neptunus sudah selesai memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam kopernya.
Neptunus lantas bersiap untuk keluar dari dalam kamar itu, tetapi Nuansa kembali buka suara.
“Ketika aku kehilangan Ayahku, kupikir kaulah satu-satunya orang yang akan bisa menguatkanku, karena akhirnya aku merasakan hal yang sama dengan apa yang pernah kau rasakan ketika kau masih kecil dulu. Tapi … kenapa kau menghilang disaat aku sangat membutuhkanmu lebih dari kapanpun? Aku tahu kalau semuanya sudah berakhir di antara kita, tapi … aku membutuhkanmu, Neptunus, kau pernah berada di posisiku, jadi … aku butuh dukungan darimu,” ujar Nuansa.
Neptunus kemudian mematung.
“Terlebih lagi Ayah kita meninggal dengan cara yang mirip, jadi, kupikir aku akan menghabiskan waktu yang lebih banyak denganmu, tapi … meskipun kau tidak ada di masa-masa aku berada di titik terendahku, aku bersyukur Emma ada. Aku berhasil bertahan karena aku dan dia sama-sama saling menguatkan, tapi tetap saja pasti rasanya akan berbeda dengan jika kau yang menguatkanku. Tapi … aku tidak paham denganmu, benar-benar tidak paham,” kata Nuansa.
“Aku peduli padamu,” ucap Neptunus.
“Lalu semua ini apa?” tanya Nuansa.
“Kau tidak akan mengerti.”
“Jelaskan saja, aku pasti akan mengerti.”
“Maaf, Nuansa. Inilah yang harus aku lakukan,” pungkas Neptunus, dia kemudian keluar dari dalam kamarnya.
Begitu Neptunus keluar, Vega dan teman-temannya terkejut karena mereka menguping tadi.
Selama beberapa detik, Nuansa tidak melakukan apa-apa, tapi setelah itu dia bangkit dan mengejar Neptunus.
“Ada apa, kak Nuansa? Apa yang kau maksud dengan semuanya sudah selesai di antara kalian?” tanya Vega pada Nuansa.
“Tidak ada apa-apa,” jawab Nuansa.
“Ayolah, aku bukan anak kecil yang mudah untuk ditipu.”
“Tugas kalian sudah selesai?”
“Belum.”
“Lanjutkan sana, nanti tidak selesai-selesai loh.”
Vega lalu hanya bisa terdiam, Nuansa pun akhirnya bisa pergi mengejar Neptunus.
***
Sementara itu, di luar, Neptunus memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobilnya, di sana juga terlihat mobil Bulan yang sudah berada di dekat gerbang. Mobil Bulan berhenti di sana, tampaknya Bulan masih belum mau meninggalkan rumah ini disaat semuanya masih serba menggantung begini.
Bulan pun kemudian keluar dari dalam mobilnya dan berjalan perlahan menghampiri Neptunus, disaat itu juga Nuansa berhasil menyusul Neptunus yang baru saja membuka pintu mobilnya.
“Tunggu!” Nuansa menahan Neptunus yang ingin masuk ke dalam mobil tersebut.
“Kemanapun kau akan pergi, tolong bawa aku,” pinta Nuansa.
“Aku sedang membutuhkankanmu, Neptunus, benar-benar sedang sangat membutuhknmu lebih dari siapapun dan apapun. Mengertilah,” sambungnya.
“Kau sama sekali tidak membutuhkanku, kau akan jauh lebih baik jika kau jauh dariku,” ujar Neptunus.
“Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Nuansa.
“Karena memang begitu kenyataannya,” jawab Neptunus, dia kemudian bersiap untuk masuk ke dalam mobilnya.
“Tidak, tunggu dulu!” ucap Nuansa, tetapi Neptunus tidak memedulikannya lagi.
“Neptunus!” panggil Bulan, Neptunus lalu menoleh ke arah Ibunya tersebut.
Terlihat Bulan mulai menangis, namun dia berusaha untuk tidak menangis kencang.
“Bertanya kepadamu tentang ada apa sebenarnya hanya akan sia-sia, hati Ibu hanya akan terluka karena kau sama sekali tidak peduli pada Ibu. Ibu benar-benar sedih karena saat ini kau tidak seperti Neptunus yang Ibu kenal. Kemana perginya putra kesayangan Ibu? Kenapa tiba-tiba dia menjadi seperti ini? Bersikap kurang ajar, tidak pulang, dan tiba-tiba ingin pergi. Rasanya sakit sekali mendapatkan semua ini darimu, Nak. Ibu akui kalau Ibu sangat marah saat ini, tapi tidak ada gunanya dengan membentak-bentakmu lagi, kau sudah dewasa, dan kau sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, seharusnya kau tidak buruh ocehan Ibu lagi untuk menjadi benar. Tapi … kali ini, kali ini Ibu hanya ingin agar kau memikirkan Ibu, adikmu, teman-temanmu, dan kekasihmu. Ke mana kau akan pergi? Kau tidak akan meninggalkan kami semua, kan?” tanya Bulan.
“Aku sudah mengatakannya pada Ibu, kan? Aku akan pergi ke luar kota dan meninggalkan semuanya, aku sudah cukup membuat semuanya menjadi jelas, tapi Ibu merasa kalau aku hanya diam,” kata Neptunus.
“Kau pikir semua ini sudah jelas? Kau sudah membuat semuanya menjadi jelas?”
“Ya.”
Bulan kemudian terdiam.
“Ibu tidak tahu harus berkata apa lagi, tapi … setidaknya pikirkan Nuansa, dia sedang sangat membutuhknmu, Nak. Dia kekasihmu dan dia sedang terpuruk karena kematian Ayahnya, dia merasakan rasanya ada di posisimu dulu. Kau yang paling mengerti perasaannya, dan bagaimana bisa kau akan mengabaikan kekasihmu begitu saja? Kalian saling mencintai, jadi kenapa kau bisa dengan mudahnya melakukan semua ini?” kata Bulan.
Neptunus terdiam sesaat. “Dia bukan kekasihku, kami tidak memiliki hubungan apapun. Hubungan kami hanya sebatas orang yang menggaji orang lain untuk menjadi pacarnya. Nuansa adalah orang asing, dia hanya pacar sewaanku, dan sekarang kontrak kami sudah selesai. Kuharap itu sudah memperjelas semuanya,” ucap Neptunus.