Nuansa - Chapter 115
Semua orang terdiam setelah Neptunus mengatakan hal itu, bahkan juga Vega dan teman-temannya yang menyusul Nuansa. Mereka semua mendengar hal tersebut dengan rasa tak percaya. Neptunus sendiri kemudian langsung masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana meninggalkan semua orang dalam diam.
Bulan lalu menoleh ke arah Nuansa.
“Nuansa, apa-apaan itu?” tanya Bulan.
“Apa yang dikatakannya benar?” sambungnya.
Nuansa hanya bisa diam.
“Jawab aku,” pinta Bulan.
“Y-ya, Bibi,” jawab Nuansa.
“Huh?” Bulan terlihat sangat tidak percaya.
“Jadi … selama ini kalian membohongi kami?” ujar Bulan, Nuansa hanya bisa diam.
“Tidak, tidak, ini …” sambungnya.
“Sebaiknya aku pergi sekarang,” kata Bulan, dia lantas kembali ke mobilnya dan pergi dari saja.
“Kak,” Vega memanggil Nuansa usai Ibunya pergi, dia menyamakan posisinya dengan Nuansa agar mereka bisa berbicara lebih mudah.
“Kau sebenarnya bukan siapa-siapa?” tanya Vega.
“Aku minta maaf, tapi … Neptunus memang membayarku untuk menjadi pacarnya, aku hanya pacar pura-puranya, hubungan kami sebenarnya palsu,” ucap Nuansa.
“Kenapa? Padahal aku dan Ibu sudah sangat senang dengan kehadiranmu, tapi ternyata semua itu tidak benar? Itu semua hanya sandiwara? Bahkan sebenarnya aku tidak tahu bagaimana tanggapanmu mengenai kami? Jadi selama ini kau bukanlah kau yang sebenarnya karena kak Neptunus yang menginginkanmu menjadi seperti itu di hadapan kami? Semuanya benar-benar hanya pura-pura?”
“Tidak, Vega, bukan seperti itu.”
“Aku sangat kecewa, sungguh. Kupikir suatu saat kau akan menjadi kakak ipar yang sangat kompak denganku, karena sejak awal kita bertemu aku sudah merasa aku ini cocok denganmu, segala hal tentangmu … entahlah, aku hanya merasa kecewa dalam banyak hal.”
“Kau tidak bisa menyalahkannya seperti itu,” ujar Rosy pada Vega.
“Lalu mau bagaimana? Dia sudah tega membantu kak Neptunus membuat harapan besar padaku dan Ibuku, kami sangat suka melihat mereka bersama, dan kami sama-sama memiliki harapan yang besar tentang mereka, tapi ternyata semua itu palsu,” kata Vega.
“Itu bukan masalah, kan?”
“Tentu saja itu masalah, kau tidak tahu ya bagaimana rasanya dibohongi oleh orang yang kau sayangi?”
“Tidak, Vega, kau mempermasalahkan tentang sikap kak Nuansa padamu dan keluargamu yang sebenarnya. Kau takut jika apa yang selama ini ditunjukkan oleh kak Nuansa mengenai sikapnya pada kalian adalah palsu juga, kau takut kalau dia tidak benar-benar seperti bagaimana yang kau ketahui dan kenal selama ini, kan? Dan aku yakin bibi Bulan juga merasa seperti itu, dan kalian merasa sangat kecewa jika ternyata kak Nuansa tidak seperti yang selama ini kalian kenal, karena jika iya, kalian pasti berpikir masih ada harapan bagi kalian untuk mewujudkan harapan-harapan kalian mengenai kak Neptunus dan kak Nuansa. Ini hanya masalah kau dan Ibumu yang sudah terlanjur jatuh hati pada kak Nuansa dengan segala sifat dan sikapnya, kalian sudah merasa sangat cocok dengannya, dan jika dia ternyata tidak seperti itu, kalian akan merasa sangat kecewa karena dialah yang sempurna untuk kak Neptunus dan menjadi bagian dari keluarga kalian. Iya, kan? Dan kau berpikir bahwa kak Neptunus mengerti dengan hal itu, jadi dia menyuruh kak Nuansa bersikap seperti itu,” Rosy buka suara.
“Kalaupun kak Nuansa sebenarnya tidak seperti yang kita kenal selama ini, itu tetap bukan masalah. Dia dibayar oleh kak Neptunus, dia sama sekali tidak berniat untuk membohongimu dan Ibumu, Vega, jadi salahkan kakakmu sekalipun kau akan mengatakan bahwa kak Nuansa tetaplah berperan untuk membantunya walaupun dia dibayar,” kata Rosy.
“Entahlah, keluargaku sedang berantakan, mungkin aku berlebihan, tapi mungkin tidak, tapi pikiranku sedang kacau. Aku masuk dulu,” ucap Vega, dia lantas masuk dan meninggalkan Nuansa, Rea, Rosy, dan Alvaro di luar.
“Tidak apa-apa, kak Nuansa, kami akan ada di sisimu,” ujar Alvaro sembari memeluk Nuansa, diikuti oleh Rea dan Rosy yang juga memeluk Nuansa.
“Terima kasih, kalian sangat baik,” kata Nuansa.
Tiba-tiba saja ponsel Nuansa berdering.
“Seseorang menelponku, aku harus menjawabnya,” ucap Nuansa. Rea dan yang lainnya pun lalu melepaskan pelukan mereka dari Nuansa.
“Halo?” ujar Nuansa usai dirinya menjawab panggilan itu.
“Nuansa, cepatlah kemari,” pinta si penelpon.
“Emma?”
“Aku sedang berada di rumah sakit sekarang, cepatlah kemari.”
“Apa yang terjadi memangnya?”
“Paman Eugene ditembak.”
“Oleh siapa?”
“Bibi Ihih.”
“Astaga, jadi dia benar-benar membantu Wan?!”
“Ya, dan sekarang Reynand sedang membawanya ke kantor Polisi.”
“Reynand?”
“Aku meminta bantuan Reynand.”
“Oh.”
“Aku akan mengirimkan alamat rumah sakitnya kepadamu ya.”
“Baiklah, aku akan segera kesana setelah kau mengirimkan alamatnya.”
“Ok.”
Mereka lantas memutuskan sambungan teleponnya.
“Aku harus pergi,” ujar Nuansa pada Rosy, Rea, dan Alvaro.
“Hati-hati di jalan ya,” kata Rosy. Nuansa hanya membalasnya dengan senyuman.
***
Sore hari akhirnya tiba. Di restoran Hanyang, seperti biasa, Gladys sedang menunggu ojek online yang dipesannya datang. Dia sendirian di sana, dan memang selalu menjadi yang terakhir.
Gladys pun menghibur dirinya dengan bermain ponsel, hanya sekedar melihat-lihat linimasa media sosialnya, dan tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Terakhir kali hal seperti ini terjadi menyebabkan kekacauan pada keesokan harinya. Ya, Gladys masih ingat betul bagaimana Emma tiba-tiba mendatanginya lalu membuat kekacauan yang membuat situasi sekarang menjadi cukup rumit.
Namun, saat ini yang datang bukanlah Emma, melainkan orang yang pernah memasangkan cincin pertunangan di jari manis Gladys, juga orang yang melepaskan cincin itu begitu saja. Ya, dia adalah Finneas Shanley, dengan Finn sebagai nama panggilannya.
Melihat yang datang ternyata Finn, Gladys pun langsung merasa kurang nyaman, dia hanya malas untuk meladeni Finn lagi.
“Aku tahu aku akan sangat mengganggumu, tapi, aku benar-benar ingin bicara denganmu saat ini dengan serius, aku tahu kau memiliki waktu untuk bicara denganku, kan?” ucap Finn pada Gladys, tetapi Gladys diam menyuekinya, Gladys hanya fokus pada ponselnya.
“Pertama, Gladys, aku ingin meminta maaf, aku memohon maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang telah aku lakukan padamu, aku sadar itu akan sangat sulit untuk dimaafkan, atau bahkan tidak bisa dimaafkan sama sekali, tapi aku tetap akan mengatakannya, aku meminta maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Finn.
“Kau sudah mengatakannya tadi siang,” kata Gladys.
“Aku tahu, tapi aku tidak keberatan untuk mengatakannya lagi.”
“Maksudmu kau tidak merasa keberatan untuk terus melakukan kesalahan dan terus-terusan meminta maaf padaku?”
“Tidak, tidak, bukan seperti itu.”
“Humph, sudahlah, aku sudah malas berurusan denganmu.”
“Tapi kau tetap akan mendengarkanku, kau tidak akan melakukan apa-apa selain menunggu ojekmu datang, kan? Jadi tolong dengarkan aku.”
Gladys kemudian mengeluarkan earphone dari dalam tasnya dan menyumbar telinganya dengan benda itu, dia juga memutar musik sekeras-kerasnya agar dia tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Finn. Meskipun begitu, Finn tidak lantas menyerah begitu saja.
“Kedua, Gladys, aku ingin kau tahu kalau aku benar-benar menyesal dan mengakui bahwa aku ini manusia idiot, tolol, dan tidak memiliki akal yang cukup sehat. Aku sangat bodoh dengan langsung mempercayai rekaman itu begitu saja dari pada mempercayaimu, maksudku, aku bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanmu, dan itu … itu benar-benar sangat buruk, aku tahu. Aku bukanlah seorang pria sejati, bahkan mungkin bukan manusia sejati yang membangun sebuah hubungan yang di dasari atas rasa saling percaya, aku seperti tidak menghitung rasa kepercayaan, dan aku akui kalau hal itu membuatku menjadi orang yang tolol. Tapi … tapi semua ini telah mengubahku, aku berjanji akan menjadi orang yang lebih baik ke depannya, segala kesalahku ini akan kujadikan pelajaran, percayalah. Aku … aku akan memperbaiki semua kesalahanku, dan aku tidak akan memaksamu untuk memakai cincin pertunangan kita lagi, karena … karena aku tahu kau tidak akan pernah mau cincin itu terpasang di jari manismu lagi, tapi … tapi setidaknya aku sudah mengatakan semua ini, aku-”
Tiba-tiba Gladys beranjak dari tempatnya berdiri, ternyata ojeknya sudah datang, dan Gladys pun menghampirinya, dia meninggalkan Finn yang sebenarnya belum selesai bicara, dan pergi tanpa melihat wajahnya lagi.
Finn pun hanya bisa terdiam.