Nuansa - Chapter 123
“Kita sampai. Hei, bangunlah,” sebuah suara membangunkan Nuansa dari tidur manisnya.
Nuansa pun kemudian membuka kedua matanya dan menyadari bahwa dia memang sudah berada di tempat tujuannya bersama Neptunus, dan saat ini mereka masih berada di dalam mobil.
“Kau tidur dengan sangat nyenyak, ya?” sambung Neptunus.
“Iya, entah kenapa aku lelah sekali rasanya,” ujar Nuansa.
“Bagaimana dengan sekarang?”
“Sudah lebih mendingan.”
“Aku harap datang ke taman ini bisa membuatmu merasa lebih baik.”
“Kau sangat perhatian padaku.”
Neptunus lantas terkekeh kecil. “Kenapa tidak?” kata Neptunus sembari menggenggam tangan Nuansa dengan penuh kelembutan. Mereka berdua lalu sama-sama saling tersenyum dan bertatapan.
“Engh, mungkin kita sebaiknya tidak terus-terusan berada di sini,” ucap Nuansa beberapa saat kemudian.
“Oh, iya. Ayo keluar,” ajak Neptunus, mereka berdua lantas keluar dari dalam mobil tersebut dan mulai berjalan masuk ke taman bunga yang mirip seperti Camellia Hill ini. Ya, inilah tujuan mereka.
Keduanya berjalan masuk ke dalam taman yang memberikan suasana romantis ini dengan berpegangan tangan, seolah mereka adalah pasangan yang tidak akan bisa dipisahkan oleh apapun, kecuali maut.
Nuansa sendiri tampak sangat cantik dengan dandanannya yang jauh lebih baik dari yang biasanya. Rambutnya dibuat bergelombang dan dia memakai make up yang sederhana, namun cukup untuk membuatnya sangat cantik.
“Jadi, kita hanya jalan-jalan saja di sini?” tanya Nuansa.
“Jalan-jalan, foto-foto,” ujar Neptunus.
“Tempat ini kan indah, pasti bisa membuat pikiranmu menjadi lebih jernih dan rasa lelahmu hilang, percayalah,” sambung Neptunus.
“Baiklah, aku percaya,” kata Nuansa.
“Apa lagi ada aku di sini, pasti kau akan merasa jauh lebih baik.”
“Hahaha, kau ini.”
“Hei, kau mau mencoba berfoto di situ? Aku yang akan memfotomu.” Neptunus menawari Nuansa untuk difoto.
“Boleh,” sahut Nuansa, dia pun lantas berdiri di titik yang ditunjukkan Neptunus dan mulai mengatur gayanya.
Setelah beberapa kali jepretan, Nuansa pun merasa sudah cukup dan ingin melihat hasilnya. Hasilnya sendiri tidak ada yang buruk, itu berkat Neptunus yang cukup bagus dalam hal memotret, dan tentunua juga Nuansa yang cocok untuk dijadikan model foto.
Keduanya kemudian lanjut berjalan sembari membicarakan tentang beberapa hal. Mereka terlihat sangat bahagia. Tidak ada keributan di antara mereka seperti yang biasanya terjadi.
***
Sekitar setelah beberapa puluh menit, Nuansa mulai merasa lelah, jadi dia dan Neptunus pun memutuskan untuk duduk di sebuah kursi taman, keduanya memilih area yang sepi, dan benar-benar hanya ada mereka berdua di area tempat kursi tersebut berada.
“Sini, aku ingin melihat foto-fotoku.” Nuansa meminta kamera yang dipegang Neptunus, dan Neptunus langsung memberikannya pada gadis itu.
Nuansa senyum-senyum sendiri melihat foto-fotonya, dan tentunya melihat beberapa foto-foto Neptunus dan foto mereka bersama.
“Hasilnya bagus-bagus semua ya,” ucap Nuansa.
“Begitulah,” ujar Neptunus.
“Engh, hei, boleh aku bicara padamu?” lanjut Neptunus beberapa detik kemudian.
“Ya, ada apa?” tanya Nuansa seraya berhenti memandangi foto-foto yang ada di dalam kamera itu demi mendengarkan Neptunus, dia menatap pria tersebut.
Neptunus sendiri terlihat gugup saat Nuansa menatapnya, tapi hal itu tampaknya tidak akan membuatnya mundur. Neptunus lantas mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya, dan ternyata itu adalah sebuah kotak cincin.
Sambil membuka dan mengarahkan kotak cincin itu kepada Nuansa, Neptunus berlutut dan melamar gadis itu.
Baru saja Neptunus akan mengucapkan kata-kata romantisnya, tiba-tiba Nuansa menginterupsinya.
“Kau tidak perlu mempertanyakannya, aku sangat siap untuk menjadi pendamping hidupmu selamanya,” ucap Nuansa dengan suara bergetar karena dia juga deg-degan.
“Benarkah?” tanya Neptunus.
“Ya.”
Mendengar jawaban yakin Nuansa, Neptunus pun lantas tersenyum dan langsung memasangkan cincin yang ada di dalam kotak cincin itu ke jari manis Nuansa.
Cincin itu terlihat sangat cocok melingkar di jari manis Nuansa. Nuansa bahkan sampai meneteskan air matanya karena terharu.
“Anu … kita kan sekarang … maksudku … selain cincin ini, aku ingin melakukan hal lain yang menunjukkan bagaimana aku menyayangimu. Namanya … namanya …” Neptunus terlihat ragu-ragu dan malu-malu disaat bersamaan, wajahnya bahkan sampai memerah hanya karena deg-degan untuk meminta sesuatu.
Nuansa yang mengerti apa yang dimaksud Neptunus pun lantas langsung mencium pria itu tepat di bagian bibirnya. Awalnya Neptunus sedikit terkejut, namun kemudian dia membalas ciuman tersebut.
Mereka kemudian menempelkan dahi mereka sembari memejamkan kedua mata mereka masing-masing.
“Terima kasih karena sudah mau menerimaku,” bisik Neptunus.
“Aku mencintaimu,” sambungnya.
“Aku yang lebih mencintaimu,” balas Nuansa dengan air mata yang masih menetes.
Beberapa saat kemudian, Nuansa membuka matanya, dan saat itulah ia sadar bahwa semua itu hanya mimpi.
Begitu bangun, Nuansa langsung duduk dengan air mata yang masih mengalir, persis seperti di mimpinya.
Gadis itu lantas menghapus air matanya dan bersandar ke dinding.
‘Ada apa denganku?’ batin Nuansa.
“Aku benar-benar mencintainya?” gumam Nuansa.
‘Tapi kenapa? Aku sudah memutuskan untuk menghargai perasaannya pada Tiana, dan aku sudah memutuskan untuk mengharagi Tiana, tapi kenapa semua ini masih terjadi? Kenapa masih ada bagian di dalam diriku yang masih memiliki perasaab itu?’ pikirnya.
“Apa mimpi itu adalah bentuk penyesalan karena aku tidak pernah terbuka padanya mengenai perasaanku padanya yang sebenarnya?”
“Tidak, itu gila.”
Nuansa lantas terdiam.
‘Aku sudah menghapus perasaan itu, tapi … kenapa? Kenapa perasaan itu mendadak muncul lagi? Apa akhirnya setidaknya aku harus jujur pada diriku sendiri bahwa aku mencintainya?’ batin Nuansa.
“Tidak, hal itu hanya akan membuatku semakin kebablasan. Maafkan aku, Tiana, aku benar-benar tidak pandai menghargai orang yang sudah meninggal,” gumam Nuansa.
“Aku harus melawan perasaan itu dan memastikan kalau aku tidak akan pernah lagi memiliki perasaan suka pada Neptunus,” sambungnya.
Gadis itu kemudian mengambil ponselnya dan melihat jam, ternyata ini masih pukul empat pagi, yang artinya dia baru tidur sekitar dua jam lebih setelah mengobrol dengan Thomas tadi.
Nuansa memutuskan untuk kembali tidur, namun tiba-tiba ada orang dari luar yang mengetuk pintu rumahnya dan membuatnya tidak jadi tertidur.
‘Neptunus!’ pikir Nuansa. Entah kenapa dia kembali memikirkan Neptunus dan tidak menyadari bahwa baru saja dia menanamkan niat di dalam dirinya untuk menghapus perasaan sukanya pada Neptunus, dan sekarang dia malah memikirkan pria itu lagi seolah niatnya itu tidak pernah dia niatkan, dan dia membiarkan perasaan itu tidak jadi terhapus.
Nuansa bahkan langsung bangkit dan keluar dari dalam kamarnya untuk membukakan pintu rumahnya disaat dia juga baru saja membuka kedua matanya. Begitu membuka pintu rumah, Nuansa merasa terkejut melihat siapa yang datang, ekspresi wajah gadis tersebut juga langsung berubah, dan dirinya pun hanya bisa mematung sekarang.