Nuansa - Chapter 59
“Ini salahmu! Salahmu! Salahmu!” seru Neptunus sembari buru-buru membereskan barang-barangnya di hotel.
“Berhentilah menyalahkanku, lebih baik kau mempercepat kecepatan tanganmu membereskan barang-barangmu itu!” sewot Nuansa yang tidak terima jika dirinya disalahkan.
“Ini benar-benar salahmu, kalau saja kau tidak mengajakku pergi membeli dodol tadi, mungkin kita tidak akan merasa khawatir ketinggalan pesawat seperti ini!”
“Kau yang membawaku ke tempat itu, jadi wajar saja jika mataku melirik seorang penjual dodol dan perutku menginginkannya!”
“Aku hanya membawamu ke sana untuk mengambil jalan pintas, bukan untuk melihat-lihat kuliner yang ada di sana!”
“Sudahlah, sudahlah, lagi pula yang kubeli hanya dodol, jarang jarang kan ada dodol di Korea?”
“Huft!”
Keduanya benar-benar sedang sangat terburu-buru saat ini. Sepulang dari acara pernikahan Kim Lion dan Nana tadi, Neptunus dan Nuansa melewati sebuah jalan yang adalah jalan pusat kuliner di Pulau Jeju ini. Jadi, di sepanjang jalan itu ada banyak sekali pedagang-pedagang yang menjual berbagai makanan dari berbagai belahan dunia, termasuk dodol.
Melihat ada yang menjual dodol di Korea, Nuansa pun jadi tertarik untuk membelinya, selain karena dirinya menginginkannya sebab sudah lama ia tidak makan dodol.
Beberapa saat setelah Nuansa membeli dodol, Neptunus dan Nuansa sadar bahwa ini sudah jam enam lewat, pesawat yang akan mereka tumpangi, yang akan pergi ke Seoul, akan berangkat pada pukul tujuh kurang lima belas, jadi mereka benar-benar sudah telat sekarang, seharusnya saat ini keduanya sudah melakukan check in di bandara, namun pada kenyataannya mereka masih berada di hotel dan sedang membereskan barang masing-masing seperti orang yang sedang kerasukan setan.
Bahkan, keduanya yang tadi berpikir kalau mereka akan sempat berganti pakaian, namun ternyata tidak ada waktu untuk melakukannya, sekarang memakai pakaian yang entah bagaimana jadinya.
Neptunus dan Nuansa tadi sama-sama sudah mengganti pakaian mereka, namun kemudian mereka sadar kalau tidak ada waktu untuk mengganti pakaian, jadi mereka berhenti mengganti pakaian dan tidak menyelesaikannya. Alhasil, pakaian yang sedang mereka gunakan saat ini benar-benar kacau.
Setengah pakaian mereka adalah pakaian yang mereka pakai ke pesta tadi, dam setengah lagi adalah pakaian yang sudah sempat mereka ganti. Parahnya lagi, Nuansa bahkan sudah sempat menghapus make upnya, namun ia tidak menghapus make upnya secara keseluruhan karena sadar kalau dirinya tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk membereskan barang-barangnya apabila ia menyempatkan waktu untuk menghapus make upnya, dan sudah bisa ditebak bagaimana dirinya sekarang.
Wajahnya seperti badut karena ia membersihkan make upnya secara asal-asalan tadi, plus tidak selesai, jadi, begitulah. Rambutnya juga sangat acaka-acakan, mereka berdua sama-sama terlihat kacau sekarang.
Dan yang Neptunus lakukan hanyalah menyalahkan Nuansa atas semua ini. Nuansa yang merasa bersalah tetap mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah, walaupun ia tahu bahwa semua ini memang salahnya.
“Ayo, ayo!” ajak Neptunus yang sudah selesai membereskan barang-barangnya duluan.
“Eh, tunggu!” ucap Nuansa yang masih belum selesai.
“Ah, kau lama!”
“Sabar!”
“Cepat, cepat!”
“Duh, berasa seperti mengikuti ajang memasak kalau begini jadinya.”
“Jangan banyak mengoceh, cepat bereskan barang-barangmu!”
“Ish, berisik!”
“Yasudah, aku tinggal.” Neptunus lalu membuka pintu kamar mereka.
“Woi, woi!” panggil Nuansa dengan kerasnya.
Neptunus yang sudah membuka pintu kamar mereka pun menjadi pusat perhatian orang yang tengah berlalu-lalang di lorong tempat kamar mereka berada.
Pria itu menjadi pusat perhatian karena dua hal, yang pertama karena panggilan Nuansa yang seperti preman tadi, lalu karena tampilannya yang benar-benar nyeleneh.
“Ah, berhentilah membuatku malu!” kata Neptunus pada Nuansa sembari kembali menutup pintu kamar mereka.
“Kau yang mempermalukan dirimu sendiri, argh! Berhentilah menyalahkanku! Dari tadi kau terus-terusan menyalahkanku!”
“Nah, sudah, ayo!” ajak Nuansa.
“Hua!” Neptunus terkejut melihat tampilan Nuansa yang seperti badut.
“Kenapa?” tanya Nuansa.
“Ti-tidak apa-apa, ayo kita pergi.”
Keduanya pun kemudian keluar dari kamar itu dan turun dengan terburu-buru. Tidak lupa, selama mereka berjalan, mereka menjadi pusat perhatian orang-orang, terlebih lagi Nuansa dengan tampilannya yang benar-benar kacau.
“Neptunus.” Nuansa memanggil Neptunus.
“Apa?” sahut Neptunus.
“Kenapa semua orang menatap aku seperti itu? Maksudku, menatap kita. Aku tahu mereka menatapmu pasti karena tampilanmu yang berantakan, tapi apa aku juga?”
“Menurutmu?”
“Tidak.”
“Yasudah.”
“Yasudah apa?”
“Ya … yasudah.”
“Ish! Kau ini.”
***
Neptunus dan Nuansa akhirnya sampai di bandara, dan Nuansa masih belum sadar kalau wajah dan rambutnya lah yang membuat orang merasa geli padanya, namun Neptunus memilih untuk tidak mengatakannya pada gadis tersebut agar mereka tidak semakin terlambat dengan meluangkan waktu bagi Nuansa untuk merapikan dirinya.
Lima belas menit lagi pesawatnya lepas landas, dan mereka baru akan melakukan check in, dan di sinilah Nuansa akhirnya menyadari bahwa ia berada dalam keadaan yang sangat kacau dan Neptunus tidak memberitahunya.
Seorang Petugas memberitahukannya akan hal itu, dan seketika itu ia merasa terkejut dengan wajahnya sendiri. Segera saja Nuansa membersihkan seluruh make up di wajahnya menggunakan tisu basah yang ada di tasnya. Ia juga merapikan rambutnya, dan dirinya baru selesai melakukan itu semua tepat pada saat ia dan Neptunus akhirnya masuk ke dalam pesawat dan duduk di bangku mereka masing-masing.
“Fyuh.” Nuansa membuang napas lega.
“Hampir saja,” ujar Neptunus.
“Akhirnua kau tidak menyalahkanku lagi,” kata Nuansa.
“Masih, tapi untunglah kita tidak ketinggalan pesawat.”
“Kenapa kau tidak memberitahuku kalau penampilanku sangat berantakan?!” tanya Nuansa.
“Agar kita tidak semakin terlambat karena kau pasti akan meluangkan waktu untuk membersihkan wajah dan merapikan rambutmu jika aku memberitahumu tentang hal itu.”
“Tapi itu memalukan, Neptunus! Kau-! Kau keterlaluan! Kau-! Huft, sabar, aku harus sabar.”
“Ngomong-ngomong soal memalukan, KAU KAN YANG MEMASANG LAGU CENDOL DAWET SEBAGAI NADA DERING DI PONSELKU DAN MENYETELNYA PADA VOLUME SERATUS?!”
“Apa?”
“Ya, saat kau menghubungiku tadi di Camellia Hill, aku jadi pusat perhatian orang gara-gara volume nada deringku yang sangat besar, apa lagi lagunya lagu dangut. Nuansa, kau benar-benar!”
“Engh, hehehe.”
“Ish!”
“Aku memainkan ponselmu di malam saat kita sampai di hotel, aku tidak bisa tidur, lalu aku penasaran dengan isi ponselmu, tapi semua aplikasi kau kunci, kecuali aplikasi musik, karena aku kesal, aku memilih lagu cendol dawet itu dan kujadikan mada deringmu dengan volume seratus, hehehe.”
“Kau-! Argh!”
“Lagi pula kenapa kau tidak mengunci ponselmu dan malah mengunci semua aplikasi?!”
“Kenapa kau membuka ponselku?!”
“Kalau menonton film pendek kan bisa di ponselmu, koleksiku tidak begitu banyak, tapi lumayan lah. Tapi aku tidak akan memberikannya kepada siapapun, mahal-mahal aku download itu film-film pendeknya.”
“Film pendek?”
“Ya, kau membuka ponselku untuk menonton film pendek, kan?”
“Film pendek? Oh! Hei! Hei! Kau!” Nuansa lantas memukuli Neptunus, dan di sebrang mereka, ada seorang anak kecil yang ketakutan melihat keganasan Nuansa memukuli Neptunus.
“Ibu, apa mereka baik-baik saja?” tanya anak itu pada Ibunya yang berada di sebelahnya, dalam bahasa Korea tentunya.
Sang Ibu pun seketika menoleh ke arah Neptunus dan Nuansa, dan akhirnya Nuansa menyadari bahwa ia dan Neptunus sedang menjadi pusat perhatian orang, lagi.
(Dalam bahasa Korea) “Ok, tutup matamu, itu contoh yang buruk untukmu,” ucap Ibu anak itu sembari menutup mata anaknya.
“Kau terus membuatku menjadi perhatian banyak orang hari ini, tidak bisakah hanya kau saja yang memperhatikanku?!” protes Neptunus pada Nuansa.
“Eh,” sambungnya.
“Ah, aku sudah lelah merasa deg-degan dan salah tingkah,” kata Nuansa.
“Kau salah tingkah dan deg-degan saat aku mengatakan hal-hal seperti itu?”
‘Oh tidak, aku salah bicara,’ batin Nuansa.