Nuansa - Chapter 69
“Bagaimana rasanya?” tanya Durah pada Nuansa.
“Emhm, enak,” jawab Nuansa yang sedang memakan tape sang Ibu.
Durah memang sudah membuat olahan tape ini sejak Nuansa masih di Korea, dan untunglah tapenya sudah siap untuk dimakan ketika Neptunus datang hari ini.
“Sungguh?” Durah memastikan.
“Ya, Ibu coba rasa saja sendiri,” suruh Nuansa, tampaknya ia memang jujur, buktinya dia memakan tape itu lagi.
Melihat Nuansa yang terlihat ketagihan, Durah pun akhirnya mencicipi tape buatannya itu, dan ternyata rasanya memang enak.
“Ibu memang hebat, baru pertama kali buat tapi rasanya sudah seenak ini,” Nuansa memuji Durah.
“Sebenarnya dulu Ibu pernah membuatnya juga, malah dulu cukup sering, tapi Ibu baru ingin membuatnya lagi beberapa hari yang lalu,” ujar Durah.
“Ooo, nanti tolong ajari aku ya, Ibu,” pinta Nuansa.
“Kau memang harus belajar membuat semua menu yang pernah Ibu buat.”
Nuansa kemudian terkekeh. Keduanya lantas lanjut membuat olahan-olahan singkong mereka.
Beberapa belas menit kemudian, saat Nuansa sedang menggoreng risol, Neptunus masuk ke dapur dan menaruh piringnya dan piring Arfan yang telah licin tanpa perlu dicuci ke tempat cuci piring. Pria itu bahkan langsung mencuci piringnya dan piring Arfan, beserta semua piring, gelas, panci, dan sendok yang kotor.
“Eh, Nak, apa yang kau lakukan?” tanya Durah saat ia menyadari bahwa Neptunus mencuci semua piring kotor.
“Mencuci piring, Bibi,” jawab Neptunus.
“Iya, aku tahu, tapi kau tidak perlu melakukannya, biar Nuansa saja nanti.”
“Jarang-jarang loh Bibi aku mencuci piring, jadi kenapa tidak Bibi biarkan aku cuci piring?”
“Biarkan saja, Ibu, lumayan kan pekerjaanku bisa berkurang,” ucap Nuansa pada Durah.
“Nuansa …” ujar Durah.
“Ayolah, Ibu,” Nuansa memaksa.
“Baiklah, terserah kalian saja.”
Neptunus pun lalu mencuci semua piring kotor di sana, ia kemudian langsung menaruh semua cuciannya yang telah dicucinya ke tempat masing-masing.
“Wah, banyak sekali yang dibuat dari singkong,” kata Neptunus begitu ia melihat Nuansa dan Durah sedang bekerjasama membuat banyak sekali olahan singkong.
“Kau mau mencoba risolnya?” tanya Nuansa.
“Boleh,” ucap Neptunus yang lantas mengambil satu risol dan memakannya.
“Mmm, ini jauh lebih enak dari risol manapun!” puji Neptunus.
“Lebay,” kata Nuansa yang kemudian lanjut menggoreng.
“Sebaiknya kau belajar menghargai pendapat orang.”
“Kalau pendapatnya berlebihan untuk apa dihargai.”
Durah lalu menatap Nuansa, pertanda ia menegur putrinya itu.
“Terserahmu, aku minta satu lagi,” ujar Neptunus seraya mengambil risol lagi.
“EMH, KAU BAU SEKALI!” seru Nuansa saat Neptunus mengambil risol yang ada di dekatnya.
Mendengar hal itu, Neptunus pun lantas langsung mencium aroma tubuhnya. “Lebay,” ucap Neptunus usai dirinya mencium aroma tubuhnya.
“Orang yang menilai, Neptunus! Bukan diri sendiri,” sewot Nuansa.
“Emh, ya Tuhan! Tidak pernah kucium bau yang seperti ini! Dan kau benar-benar kotor! Pergi mandi sana!” teriak Nuansa, ia sekarang sudah seperti seorang Ibu beranak sepuluh saja.
“A-”
“Mandi!” Gadis itu bahkan menyela Neptunus yang baru saja akan berbicara.
Neptunus pun kemudian menghabiskan risol yang sedang dipegangnya, ia lalu pergi dari dapur.
“Hei, kau ini apa-apaan,” Durah menegur putrinya dengan pelan.
“Dia memang bau, Ibu,” kata Nuansa.
“Tapi kan bisa diucapkan secara baik-baik, Nak.”
Nuansa lantas terdiam, dan tiba-tiba Neptunus kembali ke dapur.
“Astaga, dasar bandal! Kenapa kau belum mandi juga?!” seru Nuansa begitu ia melihat Neptunus muncul lagi di dapur dalam keadaan yang masih sama.
“Engh, kamar mandi di mana, ya?” tanya Neptunus.
“Kamar mandi kami di luar, dari sini kau-”
“Antarkan dia,” suruh Durah.
“Tapi aku lagi menggoreng, Ibu,” ucap Nuansa yang disela omongannya oleh Ibunya tadi.
“Biar Ibu saja. Sana, antarkan dia,” ujar Durah.
Nuansa kemudian menghela napasnya, ia lantas bangkit, karena memang mereka memasak di bawah.
“Ayo ikut aku,” Nuansa mengajak Neptunus untuk pergi ke kamar mandi.
Ternyata kamar mandi rumah ini berada cukup jauh dari dalam rumah, tidak jauh-jauh sekali memang, tapi kamar mandinya tidak berada pada jarak yang seharusnya antara rumah dan kamar mandi.
Mereka harus keluar melalui dapur dulu, lalu belok ke kanan dan berjalan lurus sejauh 150 meter, ini bahkan lebih jauh dari pada jarak rumah ke kebun.
Dan akhirnya Nuansa dan Neptunus sampai di kamar mandi minimalis itu. Dengan tanah yang cukup becek, keduanya sempat kesulitan untuk sampai di kamar mandi ini tadi.
“Sudah, sana mandi,” suruh Nuansa.
Neptunus lantas masuk ke dalam kamar mandi dan mulai mandi, Nuansa pun kemudian meninggalkannya dan kembali ke dapur.
***
Beberapa menit kemudian, saat Nuansa sudah berada di dapur, Neptunus akhirnya selesai mandi. Ia kembali ke dalam rumah dalam keadaan buka baju, dan bagian bawahnya hanya ditutupi oleh handuk.
Ketika kembali ke dalam rumah, tentu saja pria itu harus melewati dapur dulu, dan ketika ia berlalu begitu saja di dapur, jantung Nuansa mendadak berdetak 5 kali lebih cepat, dan itu tentu saja karena ia mungkin baru saja melihat pemandangan terindah yang pernah dilihatnya sejauh ini, yaitu tubuh atletis Neptunus.
Nuansa mematung bahkan setelah Neptunus sudah melewati dapur.
“Nuansa!” Durah memanggil Nuansa yang terdiam.
“Engh, ya, Ibu?” sahut Nuansa.
“Kenapa kau diam?” tanya Durah.
“A-aku … aku melihat badan-, m-maksudku … sebentar ya, Ibu,” ucap Nuansa, ia kemudian pergi dari dapur dan meninggalkan Durah dalam rasa bingung.
Nuansa berniat untuk pergi ke kamarnya karena ia jadi salah tingkah. Wajahnya memerah, dan jantungnya berdetak semakin kencang, ia seperti terkena serangan jantung usai melihat Neptunus dalam keadaan telanjang dada tadi, jadi ia ingin menenangkan dirinya lebih dulu di kamarnya.
‘Ok, itu terlalu hot,’ batin Nuansa sembari membuka pintu kamarnya dengan napas yang tidak beraturan, ia pun lantas langsung masuk ke kamarnya.
Mengejutkan, ternyata Neptunus sedang berpakaian di kamar Nuansa dalam keadaan pintu yang tidak terkunci, karena memang tidak bisa dikunci.
Sontak saja Neptunus dan Nuansa sama-sama syok, apa lagi Neptunus baru saja akan membuka handuk yang menutupi bagian bawahnya, dan sebelumnya, di hadapan Nuansa, handuknya sudah terbuka setengah, dan tentu saja hal itu semakin membuat Nuansa tidak bisa mengendalikan dirinya.
Neptunus secara refleks langsung menutupi bagian bawahnya sepenuhnya lagi, ini benar-benar mengejutkan baginya, karena ia baru akan berpakaian, dimulai dari membuka handuknya, namun tiba-tiba Nuansa masuk dan ikut terkejut.
“Apa yang kau lakukan di sini?!” tanya Neptunus.
“M-maaf, aku tidak tahu kalau kau di sini,” ujar Nuansa sembari berusaha untuk tidak melihat Neptunus yang sedang dalam keadaan yang berhasil membuat ia kesulitan bernapas itu.
Nuansa kemudian berniat untuk keluar, namun karena menutupi penglihatannya sendiri, Nuansa secara tidak sengaja menabrak meja dan hampir terjatuh.
Satu hal yang membuat Nuansa tidak benar-benar jatuh adalah, Neptunus menahan tubuhnya secara cepat, dan hal ini sukses membekukan suasana.
Aroma tubuh Neptunus yang sedang tanpa baju kali ini membuat Nuansa sangat nyaman karena pria itu benar-benar wangi sekarang.
Untuk sesaat, mereka terjebak dalam aksi saling tatap, dan sesaat kemudian, Nuansa sadar bahwa ia sedang dalam tangkapan Neptunus, dan dirinya sendiri sedang menahan tubuhnya dengan cara memegang lengan berotot Neptunus.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Neptunus sembari membantu Nuansa untuk berdiri lagi.
“Y-ya,” jawab Nuansa yang malu-malu, ia memilih untuk memalingkan pandangannya dari Neptunus, namun tetap saja ia tidak kuat untuk tidak menikmati ‘pemandangan’ itu, dan hal itu pun membuat Nuansa akhirnya mencuri-curi pandangan.
“Yakin?” Neptunus memastikan.
“Aku bilang iya!” tegas Nuansa yang akhirnya menghadap ke Neptunus sepenuhnya.
Dan entah kenapa, mereka sama-sama saling terdiam lagi sambil saling tatap-tatapan.
Beberapa saat kemudian, Nuansa melakukan hal yang sangat tidak terduga: ia dengan cepat mencium pipi kiri Neptunus dan kemudian langsung keluar begitu saja.
Hal ini membuat Nuansa benar-benar tidak baik-baik saja sekarang, dan ‘serangan jantungnya’ malah menular ke Neptunus yang hanya bisa mematung usai dicium oleh Nuansa tadi di bagian pipi.
‘Sial! Sial! Hal gila apa yang aku lakukan tadi?! Itu benar-benar memalukan!’ batin Nuansa saat dirinya telah menutup pintu kamarnya, tampaknya ia benar-benar merasa kacau sekarang karena tidak tahu harus merasakan apa, semuanya terjadi secara spontan.
Namun mau jujur atau tidak, Nuansa sebenarnya menikmati apa yang terjadi tadi, begitu pula dengan Neptunus yang benar-benar mematung sekarang dengan jantung yang berdetak 5 kali lebih cepat, dan tentunya dengan wajah yang perlahan memerah.