Nuansa - Chapter 77
“Maksudku … sebaiknya jangan terlalu lama menjalin hubungan tanpa ikatan, kalian sudah sangat cocok, kalian sama-sama baik, jadi untuk apa berlama-lama, kan?” ucap Bulan.
“Anu, Bibi … sebenarnya … kami …” Nuansa bingung harus mengatakan apa, ia bahkan hampir keceplosan untuk memberitahu Bulan mengenai hubungannya dengan Neptunus yang sebenarnya.
“Hm? Apa?” tanya Bulan.
Tanpa sengaja, Nuansa melirik ke pintu ruang tamu, ternyata Neptunus berada di sana sambil bersandar di dinding dengan sebuah toples berisi kedelai goreng yang dipegangnya, tak lupa Neptunus juga mengunyahi kedelai-kedelai tersebut dengan sangat lancar.
‘Kapan dia kembali? Apa bibi Bulan menyadarinya?’ batin Nuansa.
Nuansa lantas kembali fokus pada Bulan.
“Sebenarnya kami belum terlalu saling kenal. Maksudku … kami rasa kami masih perlu pengenalan yang lebih dalam lagi,” ujar Nuansa.
“Oooh, begitu rupanya. Kalau kalian merasa seperti itu, yasudah, tidak apa-apa, tunggu saja sampai kalian benar-benar siap, biar kedepannya semuanya akan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan memaksa atau mendesak, karena terkadang aku ingin menggendong bayi lagi, kau tahulah kalau meskipun nanti akhirnya aku akan menikah lagi, tidak mungkin aku akan memiliki anak lagi, jadi satu-satunya harapan adalah Neptunus. Tapi itu hanya keinginan yang terkadang-kadang, maklum saja, usiaku sudah terhitung tua, jadi … aku kadang rindu pada masa saat anak-anakku masih bayi, mereka menjadi hiburan nomor satuku saat itu, hahaha.”
Nuansa lalu tersenyum.
“Orangtuaku juga sering berkata kalau mereka sangat ingin ada kehadiran bayi atau anak kecil di keluarga kami, mereka rindu untuk menimang-nimang bayi seperti saat aku masih bayi dulu, tapi … ya, begitulah, Bibi,” kata Nuansa.
“Begitulah orangtua, biar kau tahu saja. Tapi … kalian anak muda pasti baru akan memahaminya setelah seusia kami, dan disaat itu tiba, kalian pasti tidak akan jarang membicarakan tentang pernikahan dengan anak kalian,” ucap Bulan.
“Salah satu kenikmatan masa tua ya, Bibi.”
“Ahahaha, ya, begitulah,” kata Bulan sembari menghabiskan kopinya.
“Aku tidak memiliki banyak waktu untuk beristirahat, sekarang aku harus kembali bekerja, aku pamit ya,” kata Bulan.
“Ah, iya, Bibi, hati-hati di jalan ya,” ucap Nuansa seraya berdiri, sama seperti Bulan. Mereka berdua kemudian berpelukan, dan Bulan pun berniat untuk pergi dari sana.
“Neptunus?!” ujar Bulan yang terlihat sangat terkejut begitu menyadari keberadaan Neptunus.
“Se-sejak kapan kau berada di situ?!” sambungnya.
Neptunus melirik Nuansa, lalu menjawab Ibunya. “Baru saja.”
Bulan lantas terlihat lega begitu mendengar jawaban putranya tersebut.
“Oh, yasudah, Ibu pergi dulu ya,” kata Bulan.
“Hati-hati di jalan, Ibu,” ucap Neptunus, Bulan lantas hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman, lalu pergi, meninggalkan Nuansa dan dan Neptunus di ruang tamu.
“Jadi … membahas tentang cucu, ya?” ujar Neptunus pada Nuansa setelah Ibunya pergi.
“Memangnya kau tertarik?” tanya Nuansa.
“Menurutmu?” Neptunus bertanya balik.
“Tidak.”
“Hahaha, tidak, aku sangat tertarik. Jujur, aku sangat ingin punya anak, anak kecil itu sangat lucu.”
“Kau ingin memiliki anak lalu hanya merawatnya ketika dia masih kecil saja karena kelucuannya hanya ada pada saat dia masih kecil saja? Astaga, kau sama sekali tidak cocok untuk menjadi orangtua.”
“Tidak begitu juga. Ah, kau ini.”
“Hahaha.”
“Bagaimana denganmu? Berencana untuk memiliki anak suatu saat nanti?” tanya Neptunus pada Nuansa.
“Aku adalah seorang perempuan, tentu saja aku sangat ingin untuk merasakan rasanya melahirkan dan menjadi seorang Ibu,” kata Nuansa.
Neptunus kemudian tersenyum.
“Kau akan menjadi seorang Ibu yang sangat hebat, dan kau akan mendapatkan pria terbaik di dunia ini,” ujar Neptunus.
“Amin.”
Mereka berdua lantas sama-sama tersenyum.
“Ngomong-ngomong, kau benar-benar memiliki niat untuk memiliki anak?” tanya Nuansa.
“Tentu saja,” jawab Neptunus.
“Lalu bagaimana dengan sumpahmu?”
Neptunus terdiam sesaat. “Huh?”
Nuansa lantas sadar bahwa ia telah salah bicara.
“Engh, tidak, tidak, lupakan saja,” kata Nuansa.
Suasana kemudian mendadak jadi hening.
“Gladys benar-benar menceritakan segala hal padamu, ya?” ujar Neptunus yang memecah keheningan.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud apa-apa,” ucap Nuansa.
“Tidak apa-apa, aku senang kau mengetahui cukup banyak hal tentang aku.”
“Nep, aku-”
“Sudahlah, lupakan saja, tidak usah dibahas lagi. Aku ke dapur dulu, ya? Mau menaruh kedelai ini.”
“Baiklah.”
Neptunus pun lantas pergi dapur.
“Mulut! Mulut!” gumam Nuansa yang memarahi dirinya sendiri usai Neptunus pergi.
***
Sore akhirnya tiba, Gladys sedang bersiap untuk pulang karena memang jam kerjanya hanya sampai sore, dan restoran tempat dia bekerja pun tutupnya sore.
Gadis itu selalu jadi yang terakhir pulang, dan biasanya Finn yang mengantarnya pulang, namun Finn sudah mengatakan kepadanya bahwa ia tidak bisa mengantarnya pulang hari ini, Finn meminta maaf atas hal tersebut, namun Gladys tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali, ia akan pulang menggunakan ojek online
Kini Gladys pun sedang menunggu ojek yang dipesannya datang. Gadis itu berdiri di depan restoran favorit Neptunus tersebut, dan tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya.
“Aku memesan ojek, kan? Bukan taksi?” gumam Gladys sembari memeriksa ulang orderannya, dan ternyata ia memang memesan sebuah ojek, bukan taksi.
‘Jadi mobil siapa ini?’ batin Gladys. Sesaat kemudian, seorang gadis keluar dari dalam mobil tersebut, dan ternyata itu adalah Emma.
“Emma?” lirih Gladys seraya mengernyitkan dahinya.
“Hai,” Emma menyapanya begitu keluar dari dalam mobilnya.
“Ada apa?” tanya Gladys.
“Aku minta waktu sebentar,” kata Emma.
“Apa?”
“Aku ingin bertanya-tanya kepadamu.”
“Tentang apa?”
“Tentang Nuansa.”
Gladys terkejut mendengar hal itu, ia bahkan menarik napas sedikit, menandakan ia memang terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Emma barusan.