Nuansa - Chapter 78
“Siapa gadis itu sebenarnya?” tanya Emma pada Gladys.
“Maksudmu?” Gladys bertanya balik.
“Dengar, aku tahu kau tidak memiliki banyak waktu, begitu juga dengan aku, jadi sebaiknya kau tidak mengulur-ulur waktu.”
“Aku bertanya padamu, apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengulur waktu, Emma.”
“Aku tidak bodoh.”
“Tentu saja.”
“Sekarang jawab aku sungguh-sungguh, siapa sebenarnya Nuansa itu? Di mana Neptunus mengenalnya?” tanya Emma.
“Mana aku tahu, yang berkenalan kan mereka, bukan aku,” ucap Gladys.
“Kau pikir aku tidak tahu bagaimana dekatnya kau dengan Neptunus?”
“Lalu kenapa kau tidak pernah merasa cemburu dengan kedekatan kami?”
Emma terdiam.
“Kau selalu cemburu dan tidak suka dengan gadis yang sangat dekat dengan Neptunus, kan? Kau bukan hanya tidak suka saat melihat Neptunus memacari gadis yang bukan dirimu, tapi kau tidak suka melihatnya dekat dengan gadis manapun. Aku selalu dekatnya, jadi kenapa kau tidak pernah membenciku?” sambung Gladys.
“Itu bukan urusanmu,” ujar Emma.
“Kau orang yang tidak memiliki alasan yang rasional atas perbuatanmu yang telah menjauhi Tiana, Stephanie, dan Zhenya, kau benar-benar aneh.”
“Jawab saja-”
“Jadi sebaiknya kau tidak perlu mencari tahu tentang Nuansa meskipun hanya tentang inisial nama lengkapnya, karena kau tidak memiliki alasan yang rasional untuk melakukan hal itu,” Gladys menyela Emma.
“Tutup mulutmu, miskin!”
“Begitulah dirimu, kau berusaha membuat orang-orang takut padamu dengan menggunakan kekayaanmu. Dengar, uang orangtuamu memang lebih banyak dariku, tapi ingat, itu adalah uang orangtuamu, bukan uangmu, jadi aku sama sekali tidak takut padamu, bahkan jika kau memiliki banyak uang, aku tidak akan pernah takut padamu. Status sosial tidak pernah mempengaruhi rasa takutku, Emma, camkan itu,” pungkas Gladys, ia kemudian pergi meninggalkan Emma, sebab ojeknya memang sudah datang, namun sebelum Gladys benar-benar menghampiri ojek yang dia pesan tadi, Emma mengucapkan sesuatu padanya.
“Aku akan memberi tawaran yang menggiurkan untukmu, aku tahu kau pasti tertarik,” ucap Emma. Gladys lantas menghentikan langkahnya.
“Ayahmu sedang sakit keras, kan? Dan adikmu masih sekolah, iya, kan? Kau membutuhkan uang yang besar untuk menghidupi mereka, dan kau sendiri tentunya, jadi aku akan memberikanmu uang, tidak hanya uang, tapi sejumlah besar uang, yang tidak pernah kau bayangkan akan kau miliki pastinya,” lanjut Emma.
Gladys lalu berbalik badan, kembali menghadap ke Emma, namun ia tetap diam, ia memilih untuk mendengarkan saja, sementara Emma berjalan mendekatinya.
“Aku punya uang seratus juta yang akan kuberikan padamu dengan senang hati dan sangat ikhlas jika kau mau memberitahuku di mana alamat rumah Nuansa, dan menceritakan hal-hal tentang dirinya. Intinya, beritahu aku semua hal yang kau ketahui tentang gadis itu, dan akan kuberi kau seratus juta. Bagaimana?” tawar Emma.
“Kecuali jika kau ingin Adikmu dileluarkan dari sekolah dan membiarkan Ayahmu mati, ya tidak masalah,” sambungnya, dan Gladys masih tetap diam.
Emma kemudian tidak tahan lagi menunggu jawaban Gladys, sebab ini sudah tiga menit sejak mereka hanya saling tatap-tatapan.
“Oh, ayolah, terima saja! Aku tahu keluargamu benar-benar jatuh sejak Ibumu meninggal! Ayahmu sakit sejak saat itu dan kehidupan kalian langsung menjadi sangat susah sehingga kau harus menggantikan Ayahmu sebagai tulang punggung keluargamu, kan?! Walaupun kalian sebenarnya bukannya orang kaya sepertiku sebelumnya, tapi aku tahu bahwa kau memiliki selera tawar yang bagus, jadi kau pasti akan menerima tawaranku, iya, kan?” kata Emma.
Gladys masih diam.
“Baiklah, akan kutambah jumlahnya menjadi lima ratus juta! Bayangkan saja, kau mendapatkan lima ratus juta dengan tidak melakukan apa-apa, sangat menyenangkan, bukan?” lanjut Emma.
“Kau benar, aku tidak pernah sekaya dirimu bahkan sebelum keluargaku jatuh sejak kematian Ibuku, tapi asal kau tahu saja, aku senang bekerja dan mendapatkan uang dengan cara yang baik dan jujur. Juga, orangtuaku selalu mengajariku untuk menghargai orang, terutama mereka, orang-orangtua, dan teman-temanku, jadi aku lebih tahu caranya menghargai teman dari pada kau. Uang yang kau tawarkan menang banyak, tapi harga diriku sebagai seorang anak dan teman tidak bisa dibeli dengan harga berapapun, camkan itu!” seru Gladys, ia lantas pergi menghampiri ojek yang dipesannya tadi dan segera duduk di belakang sang tukang ojek.
“Maaf telah membuat Anda menunggu lama,” kata Gladys pada si tukang ojek.
“Oh, iya, tidak apa-apa,” ucap si tukang ojek, Gladys pun kemudian memakai helmnya.
“Kau menjaga harga dirimu sebagai seorang anak dan sebagai seorang teman, tapi kau sama sekali tidak menjaga harga dirimu sebagai seorang wanita. Kau menyedihkan,” ujar Emma pada Gladys.
Mendengar hal itu, tentu saja hati Gladys langsung terasa panas, gadis tersebut lantas meminta waktu kepada tukang ojek itu untuk mengurus Emma sebentar saja, dan ia mendapat persetujuan dari tukang ojek tersebut. Gladys pun kemudian turun dan menghampiri Emma sembari melepaskan helmnya.
“Apa maksudmu?” tanya Gladys pada Emma.
“Kau pikir orang-orang tidak tahu tentang dirimu?” Emma bertanya balik.
“Apa?”
“Kau menjual harga dirimu itu kepada Finn untuk mendapatkan uang darinya, kan? Kalian mengaku-ngaku sebagai pasangan di hadapan orang-orang dan berpura-pura sudah bertunangan, semata hanya agar untuk menutupi bahwa kau adalah-”
Plak!
Belum sempat Emma menyelesaikan ucapannya, Gladys langsung menamparnya dengan amat keras, sampai membuat si tukang ojek terkejut.
Gladys kemudian terlihat ingin mengatakan sesuatu kepada Emma dengan seluruh tubuh yang sedang bergetar saat ini, namun tampaknya ia mengurungkan niatnya itu, tetapi ia tetap mengatakan hal singkat kepada Emma untuk menyelesaikan pembicaraan mereka yang dirasa sudah terlampau jauh.
“Aku tidak akan mengotori diriku dengan berurusan denganmu lagi,” ujar Gladys, ia kemudian kembali kepada ojeknya.
“Hei! Penakut kau! Sini kau!” teriak Emma.
“Orang miskin saja belagu kau!” sambung Emma.
“Ayo kita jalan,” suruh Gladys pada tukang ojeknya.
“Aku akan mengacaukan kehidupanmu, gadis sialan!” seru Emma saat Gladys bersama ojek yang dipesannya mulai menjuahinya.
“Kurang ajar!” gumam Emma begitu ia sendirian sekarang.