Nuansa - Chapter 92
Di dalam mobil Neptunus, Nuansa tiba-tiba merasa haus, dia pun kemudian mencari minuman di dalam mobil tersebut, namun tidak ada.
“Dia tidak menyediakan sebotol air putih untuk berjaga-jaga?” gumam Nuansa, tampaknya ia baru menyadari bahwa Neptunus tidak pernah menaruh sebotol air putih di dalam mobilnya untuk berjaga-jaga, karena menurut Nuansa, hal itu wajib apabila seseorang memiliki mobil.
“Huft,” keluh Nuansa, ia lantas memutuskan untuk keluar dari dalam mobil tersebut.
Saat keluar, Nuansa secara tidak sengaja melihat Vega yang sedang berjalan santai menuju gerbang bersama beberapa temannya, ada laki-laki, ada pula yang perempuan.
‘Sepertinya ini karena mereka tidak membuat janji dulu untuk bertemu di mana, duh,’ batin Nuansa, ia tentu saja langsung berlari menghampiri Vega.
“Vega!” seru Nuansa. Vega lalu menoleh ke arah Nuansa, begitu juga dengan keenam temannya.
“Kak Nuansa?” ujar Vega.
“Di mana dia?” sambung Vega.
“‘Dia’?” Nuansa terlihat bingung.
“Kak Neptunus.”
“Dia sedang kencing, dia bilang kalian tidak menjajikan tempat untuk bertemu sebelumnya, dan kebetulan aku ingin pergi ke kantin untuk membeli air dan aku melihatmu, mobilnya terparkir di area parkir dan kau malah pergi ke arah gerbang, maksudku … sebaiknya lain waktu kalian menjanjikan tempat untuk bertemu dulu, karena … huh, sudahlah.”
“Siapa dia?” bisik seorang gadis pada Vega.
“Kak Nuansa, pacarnya kakakku,” jawab Vega.
“Halo, salam kenal,” kata Nuansa.
“Ah, iya. Kau mulus sekali, Kak,” ucap teman Vega tersebut.
“Iya, kah?”
“Iya. Namaku Rea, boleh aku tahu apa perawatan yang kau jalani sehingga kau memiliki kulit mulus seperti itu?”
“Hmm, tidak ada,” jawab Nuansa sembari melihat-lihat kulitnya.
“Ahahahaha, kau berbohong, kan?”
“Sepertinya ini karena dulu aku sering mandi lumpur.”
“Tunggu, apa?”
“Ya, orangtuaku punya kebun di belakang rumah kami, dan aku selalu pergi ke kebun setiap hari, dan Ayahku malah selalu memandikanku menggunakan lumpur-lumpur di sana, dia bilang lumpur-lumpur itu berkhasiat untuk mencerahkan, menghaluskan, dan memuluskan kulit, dan aku tidak percaya, aku menangis karena aku jadi terlihat mengerikan karena seluruh tubuhku dipenuhi oleh lumpur, itu sekitar sepuluh tahun yang lalu, mungkin lebih, tapi lama kelamaan aku terbiasa memakai lumpur-lumpur itu dan malah ketagihan, tapi aku tidak percaya pada apa yang Ayahku katakan mengenai khasiatnya, aku hanya ketagihan sebab itu menyenangkan, tapi kurasa Ayahku benar, karena setahuku kulitku tidak pernah seperti ini, aku tidak menyadari perubahannya karena aku tidak pernah memperhatikan bagaimana kulitku, tentu saja aku selalu melihatnya, tapi … aku hanya tidak pernah memperhatikannya, tapi begitu memerhatikannya, kurasa kau ada benarnya, Rea, kulitku mulus, dan itu pasti karena kegiatan mandi lumpur yang dulu sangat rutin kulakukan, sekarang masih kulakukan, tapi tidak sesering dulu, paling hanya beberapa minggu sekali.”
“Engh … kau yakin kau hanya menggunakan lumpur untuk mendapatkan kulit seperti itu?”
“Aku tidak pernah melakukan perawatan apapun.”
“Benarkah? Kau orang kaya, kan?”
“Kau bisa menanyakannya pada Vega.”
Rea kemudian melirik Vega.
“Dia seorang penjual keripik singkong,” ucap Vega pada Rea.
“Pengusaha keripik singkong maksudmu? Yang sudah memiliki cabang besar di mana-mana?” tanya Rea.
“Tunggu, aku seperti mengenalimu,” ujar salah seorang teman lelaki Vega.
“Ah! Ibuku sering membeli keripikmu, aku pernah melihatmu! Kami selalu berhenti saat melihatmu, sebenarnya kami memang sengaja menghampirimu karena keluargaku sangat menyukai keripikmu,” sambungnya.
“Benarkah?!” sahut Nuansa dengan antusias.
“Ah, kau anaknya Nyonya Gina, ya?!” lanjut Nuansa.
“Iya!”
“Wah, kita bertemu lagi di sini, siapa namamu?”
“Itzan.”
“Senang bisa bertemu denganmu lagi.”
“Tunggu, apa kau bercanda?” tanya Rea pada Itzan.
“Tidak, kami pernah bertemu sebelumnya, dia adalah pedagang keripik singkong keliling, keluargaku adalah pelanggan setianya,” jawab Itzan.
“Pedagang keripik singkong keliling?!”
“Ya, tapi aku tidak menyangka kau ternyata calon kakak iparnya Vega, kak Neptunus pasti salah satu pelangganmu, kan? Dia berlangganan sangat setia dan lama-lama kalian saling menyukai, iya, kan? Tidak heran memang kalau bisa ada pelangganmu yang jatuh cinta padamu, mengingat parasmu yang memang harus diacungi jempol,” kata Itzan pada Nuansa.
“Ah, aku akan mengaatakan hal itu pada Ibumu, kau ternyata pandai memuji perempuan,” ujar Nuansa.
“Jangan, jangan, tolong, Ibuku akan sangat marah jika aku berani jatuh cinta saat aku masih dalam masa sekolah.”
“Kau tidak berencana untuk menikung Neptunus, kan?”
“Tidak, tapi aku takut Ibuku berpikir begitu.”
“Hahaha, baiklah.”
“Kau benar-benar seorang pedagang biasa?!” tanya Rea pada Nuansa.
“Ya, dia hanya orang biasa, tapi dia sangat hebat dan pekerja keras, Ibuku sangat salut padanya, Ibuku selalu menyuruh adikku untuk mencontohnya untuk menjadi seseorang yang pantang menyerah sesulit apapun hidupnya, sebenarnya padaku juga, sih,” Itzan menjawab pertanyaan Rea.
“Kau harus mencoba perawatan lumpur itu,” ucap Nuansa pada Rea.
“Bagaimana? Datang ke rumahmu?” tanya Rea.
“Boleh saja.”
“Sungguh?!”
“Ya, tapi rumahku sebenarnya tidak layak untuk dijadikan tempat bertamu sekalipun kau hanya ingin pergi ke kebun belakang, tapi tak apalah.”
“Wah! Baiklah, aku akan pergi ke rumahmu sekarang juga, aku ikut denganmu.”
“Tunggu, apa?”
“Boleh?”
“Boleh saja, tapi …”
“Tapi kami berdua akan melakukan makan malam romantis malam ini,” ucap Neptunus yang tiba-tiba saja sudah berada di antara mereka berdelapan.
Semuanya langsung menoleh ke arah Neptunus.
“Hai,” Neptunus kemudian menyapa Rosy, teman perempuan Vega yang satu lagi. Vega dan keenam temannya itu terdiri dari empat laki-laki dan tiga perempuan, dan Neptunus selalu menaruh perhatian kepada Rosy yang memiliki tubuh ‘berisi’.
“Hai,” Rosy menyapa Neptunus balik dengan ramah, dan tiba-tiba salah satu teman laki-laki Vega mendekat kepada Rosy.
“Ehm, hanya memberitahu, tapi … kami sekarang berpacaran,” kata anak itu.
“Apa?!” ucap Neptunus tak terima.
“Jadi jangan coba-coba merusak hubungan kami.”
“Ayo, Rosy, kita pulang,” sambungnya.
“Engh, kami pamit ya,” ujar Rosy dengan ramahnya, suaranya yang comel dan perawakannya yang imut semakin membuat Neptunus tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis tersebut. Pacarnya yang bernama Noah itu kemudian membawanya ke area parkir, kemudian mereka menaiki motor gede Noah.
“Oh, aku selalu suka pada gadis itu,” bisik Neptunus pada Nuansa.
“Kenapa?” tanya Nuansa.
“Kau tidak melihatnya, tubuhnya-”
Nuansa lantas menjewer Neptunus tanpa membiarkan pria itu menyelesaikan ucapannya.
“Pikiranmu itu benar-benar perlu dibersihkan,” kata Nuansa.
“Jadi … tidak bisa hari ini, ya?” tanya Rea pada Nuansa.
“Tidak bisa, maaf ya,” jawab Neptunus.
“Ish, Neptunus, kau ini apa-apaan!” ucap Nuansa.
“Mungkin besok bisa,” Nuansa menjawab pertanyaan Rea.
“Baiklah, aku akan datang ke rumahmu besok, alamatnya di mana?” kata Rea.
“Vega nanti akan memberitahumu via pesan.”
“Ok.”
“Engh, jemputanku sudah datang, aku pamit dulu ya,” sambung Rea, yang lainnya kemudian menyahutinya, dia pun lantas pergi dari sana.
“Jadi … bagaimana dengan kalian, boys? Kami akan pulang,” kata Neptunus pada Itzan dan tiga teman laki-laki Vega yang lainnya.
“Aku sebenarnya berniat untuk mengantar Rea pulang, tapi ternyata dia dijemput, jadi aku akan pulang sendiri,” jawab Alan, salah satu dari mereka.
“Well, aku sebenarnya berniat untuk mengantar Vega pulang-”
“Tidak usah, aku yang menjemputnya,” Neptunus menyela Itzan yang menjawabnya.
“Ya … tapi kau menjemputnya, jadi … aku juga akan pulang sendiri,” sambung Itzan.
“Ahaha, tidak apa-apa, besok kau bisa mengantarku pulang,” ucap Vega pada Itzan.
“Benarkah?” sahut Itzan dengan antusias.
“Vega, apa-apaan kau ini?” protes Neptunus.
“Memangnya kenapa?” tanya Vega, Neptunus lalu terdiam.
“Ugh, baiklah,” ucap Neptunus, Itzan tampak gembira mendengar hal itu.
“Tapi aku mengawasimu, jangan macam-macam kau,” kata Neptunus pada Itzan.
“Siap!” ujar Itzan.
“Dan … kau?” tanya Neptunus pada yang terakhir, yang satu ini agak sedikit ‘belok’, alias agak gemulai.
“Aku berencana untuk ikut dengan Rea ke rumah kak Nuansa untuk perawatan kulit itu, tapi karena di undur jadi besok, yasudah aku pulang saja,” jawabnya, namanya adalah Alvaro.
“Baiklah, kalian semua akan pulang, jadi, Vega, kita pulang sekarang,” ajak Neptunus.
“Tunggu dulu, kau ingin ikut bersamaku dan Rea besok?” tanya Nuansa pada Alvaro.
“Ya,” jawab Alvaro.
“Engh, tidak salah?”
“Tidak, memangnya kenapa?”
“Tidak apa-apa.”
“Dia memang sedikit berbeda,” bisik Neptunus pada Nuansa.
“Namanya saja yang keren,” lanjutnya.
“Ssssht,” kata Nuansa.
“Aku … pulang dulu, ya,” Vega berpamitan pada Itzan.
“Uh, ok,” ujar Itzan, Nuansa tersenyum melihat mereka berdua.