Nuansa - Chapter 97
Neptunus akhirnya mengantar Nuansa pulang, mereka sekarang ini sedang berada di depan gang tempat rumah Nuansa berada, mobil Neptunus baru saja berhenti, jadi Nuansa masih berada di dalam mobil itu.
“Kau tidak keluar?” tanya Neptunus, Nuansa memang hanya diam sejak mereka berhenti, tidak melakukan persiapan apapun untuk keluar.
“Aku … aku ingin mengatakan sesuatu padamu,” ucap Nuansa.
“Apa?”
“Terima kasih.”
“Huh?”
“Terima kasih untuk semua kebaikan yang pernah kau lakukan padaku, mungkin tidak hanya kebaikanmu, tapi semuanya, hidupku benar-benar berubah sejak aku mengenalmu, dan terus akan berubah kedepannya, dan itu semua karena kau, kaulah pengaruh terbesarnya.”
“Kau salah, kau sendirilah pengaruh terbesarnya.”
“Tidak, Neptunus, tanpa kau aku tidak akan memiliki kehidupan yang lebih baik.”
“Aku harap aku bisa mengatakan hal yang sama.”
“Kenapa tidak? Aku yakin kita sama-sama sudah membawa pengaruh yang baik antara satu sama lain, walaupun hanya dalam waktu yang sebentar.”
“Well, mungkin aku tetap akan sama saja, tapi … kau benar, kita sama-sama sudah saling membawa pengaruh yang baik antara satu sama lain.”
“Apa maksudmu dengan tetap akan sama saja?”
“Engh … tidak ada, lupakan saja, aku akan mendoakan agar kehidupanmu terus berubah menjadi lebih baik.”
“Amin, terima kasih sekali lagi.”
“Ahahaha, kau tidak perlu berterima kasih sebanyak itu, ini bukan saatnya kita akan berpisah, masih ada besok.”
“Aku berterima kasih untuk makan malamnya.”
“Ooh, astaga, hahaha.”
“Ya … aku juga akan berterima kasih kepadamu atas malam yang indah ini, mungkin aku akan bermimpi malam ini.”
“Mimpi apa?”
“Mimpi basah.”
Nuansa terkekeh kecil. “Asem.”
“Yasudah, aku akan keluar, aku tidak mau berlama-lama lagi, bisa gila nanti aku,” lanjut Nuansa.
“Hahaha,” Neptunus tertawa.
“Tapi … sungguh, ini adalah malam yang tidak akan aku lupakan, tidak peduli nanti aku akan bermimpi apa, yang jelas aku tidak akan pernah melupakan malam ini,” sambung Neptunus.
“Makan Malam Salam Perpisahan,” ujar Nuansa sembari menutup pintu mobil Neptunus usai dirinya keluar.
“Makan Malam Salam Perpisahan,” kata Neptunus juga.
Keduanya lantas saling tersenyum.
“Baiklah, ini sudah jam sembilan, sudah cukup malam, aku rasa sebaiknya kau sudah berada di dalam rumahmu sekarang,” ucap Neptunus.
“Ya, hati-hati di jalan, ya,” ujar Nuansa.
“Kau perhatian sekali, terima kasih.”
Nuansa kemudian tertawa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, Neptunus pun lantas pergi.
***
Sementara itu, di rumah Emma, Emma tampak sedang gelisah, dia bersama Ihih, dan seorang pria yang merupakan tukang kebun di rumah itu sedang berkumpul di satu ruangan yang sama, yaitu ruang tamu.
Emma dan Ihih sama-sama terlihat sedang sangat gelisah, sementara si tukang kebun yang merupakan pria paruh baya tampak biasa-biasa saja.
Tiba-tiba telepon rumah berbunyi, Ihih lalu bergegas untuk menjawab panggilan tersebut, sementara Emma hanya bisa mematung dan menunggu Ihih selesai berbicara dengan si penelpon.
Tak lama kemudian, saat Ihih belum selesai berbicara dengan si penelpon, Ihih menyuruh Emma untuk menyalakan TV, Emma masih belum mengerti apa maksud Ihih dengan menyuruhnya menyalakan TV, namun ia tetap menyalakannya, karena percakapan Ihih dengan sang penelpon tidak terlalu terdengar jelas, sebab letak telepon rumah berada cukup jauh dari ruang tamu, dan Ihih meninggalkan telepon tersebut tadi demi menyuruh Emma menyalakan TV, sementara ia kembali ke telepon rumah untuk menuntaskan pembicaraannya dengan orang yang menelpon ke nomor telepon rumah ini.
Saat Emma baru menyalakan TVnya, Ihih kembali, ia menyuruh gadis itu untuk mencari saluran TV yang sedang menayangkan berita.
Dan apa yang ingin ditunjukkan Ihih kepada Emma akhirnya diketahui oleh Emma.
“Tidak … tidak mungkin … i-ini … ini mustahil!” gumam Emma yang tidak percaya dengan berita yang sedang ditontonnya, itu adalah berita mengenai kecelakaan pesawat yang ditumpangi oleh kedua orangtuanya, dan diberitakan bahwa seluruh penumpang dan awak pesawat tewas dalam kejadian nahas tersebut.
“Bibi, ini tidak benar, kan?! Aku tahu Ayah dan Ibu menaiki maskapai pesawat yang sama, tapi itu bukan pesawat yang mereka tumpangi, kan?!” tanya Emma pada Ihih.
“Maafkan aku, Nak, yang menelpon tadi adalah pihak kepolisian, mereka menjelaskan semuanya dan menyuruhku untuk menyalakan TV, mereka mengonfirmasi bahwa kedua orangtuamu juga merupakan penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan itu, mereka mengatakan akan terus memberikan perkembangan terbaru kepada kita, yang terpenting kita harus pergi ke kantor Polisi terdekat sekarang juga agar bisa mengikuti segala perkembangannya, nanti kita akan di arahkan ke pihak yang mengurus semua ini,” ujar Ihih.
“Bibi, semua penumpangnya tewas! Untuk apa ada perkembangan baru lagi?! Orangtuaku tewas, Bibi! Mereka penumpang di dalam pesawat itu!” teriak Emma dengan histeris, ia menangis dengan tubuh bergetar hebat sekarang, ini benar-benar merupakan berita yang sangat mengejutkan.
“Nak-”
“Apa mereka bisa mengembalikan orangtuaku?! Untuk apa ada perkembangan bodoh itu?! Katakan padaku, Bibi! Katakan!”
“Tenanglah, Nak.”
“Bagaimana aku bisa tenang, Bibi?! Orangtuaku tewas! Mereka tewas dalam kecelakaan itu! Mereka berdua! Dua-duanya! Dua-duanya, Bibi!’ Emma benar-benar hancur sekarang.
Ihih yang juga syok pun tidak tahu harus melakukan apa untuk bisa membuat Emma tenang sedikit, semua ini pasti sangat menguras emosinya. Ihih paham bagaimana Emma sangat syok dan sedih, namun semua ini tidak boleh merenggut kesehatannya dari segi mental maupun fisik.
Banyak yang harus Emma urus selain perasaan pribadinya yang sudah pasti tersayat-sayat saat ini. Emma mendadak harus meneruskan usaha kedua orangtuanya, kalau tidak ia bisa terancam jatuh miskin, dan masih banyak hal yang akan lebih menguras emosinya dari pada hal itu, yang pasti, kabar kematian orangtuanyalah yang saat ini yang paling menghancurkannya.
Emma bahkan berteriak-teriak histeris sekarang saking syoknya, terlihat jelas bagaimana hancurnya dia. Sejak sore dia sudah gelisah karena orangtuanya tidak memberikan kabar apapun, karena seharusnya mereka sudah tiba pada sore hari, dan mereka juga tidak bisa dihubungi, namun inilah yang di dapatkannya beberapa jam setelah kegelisahan mulai melandanya, kehancuran.
Emma benar-benar hancur, ia menangis dan berteriak sejadi-jadinya sampai kehilangan kesadarannya.