System Technology And Superpower - 45 Bab 45
“Hm?”
Daniel menatap tasnya yang ada di depan mata.
“Sepertinya ini akan berguna,” katanya dalam hati sambil menggunakan tas itu.
Daniel berkonsentrasi penuh. Saat pria serba hitam itu datang, ia langsung menembakan peluru dari senjata apinya.
Tapi sayang, peluru itu meleset dari pria serba hitam itu.
“Benar saja, pengalaman di game virtual reality tetap saja berbeda dengan di dunia nyata. Sepertinya kuharus berlatih lagi,” pikirnya.
Pria serba hitam hitam itu dengan cepat membalas tembakan Daniel.
Daniel melihat arah lintasan peluru itu. Ia kemudian berkata dalam hati, “Jika aku menghindari ini, pasti akan mengenai Bella. Apa boleh buat.”
Dia berbalik dan memeluk Bella.
Tembakan itu mengenai buku tebal yang ada di tasnya, tapi tetap saja itu menembus sampai ke tubuhnya.
Merasakan peluru mengenainya, Dia tak menjerit. Ia berkata dalam hati, “Ternyata sakit juga ya terkena peluru … meski tak sesakit peluru laser di game virtual reality.”
“Sepertinya aku harus berakting kali ini,” lanjutnya berpikir.
Dengan kontrol tubuhnya meningkat, ia berpura-pura lemas dan jatuh dalam pelukan Bella.
Ia menggigit bibirnya hingga berdarah agar aktingnya terlihat lebih natural.
“Bella … maafkan aku, a-ku, aku tak bisa menjagamu dengan bai…..” dengan senyuman yang berlumur darah, ia berkata dengan suara serak seakan maut sudah menjeputnya.
Dengan ini dia menutup matanya perlahan.
Bella yang melihat ini, langsung berteriak dengan histeris.
Air mata Bella mengalir deras diwajahnya.
Daniel yang berpura-pura mati, saat mendengar teriakan dan tangisan Bella, tumbuh penasaran di hatinya. “Astaga, tak kukira dia akan menangis dan berteriak sehisteris seperti ini. Bagaimana ya reaksinya saat dia tahu aku berpura-pura mati? Aku jadi penasaran.”
Dia terus mendengarkan percakapan antara Bella dan pria serba hitam.
Saat pria itu berkata, “Mimpi? Benar, ini mimpi burukmu!”
Daniel merasakan sesuatu, “Perasaanku tak enak.”
Pria serba hitam itu menginjak tubuhnya dengan keras.
Daniel kesal tubuhnya diinjak-injak, tapi demi kealamian aktingnya, dia harus rela terinjak seperti ini.
“Tunggu saja kau, akan kubalas lebih parah dari ini.” dendam sudah berkobar di dalam hatinya.
Setelah menginjak Daniel dengan keras, pria serba hitam itu mulai melemahkan mental Bella dengan cara terus menerus menekannya tentang kematian Daniel yang bagi Bella, dia tak bisa menerima ini.
Bella menutup wajahnya dan menangis sejadi-jadinya. Sedangkan pria itu, dia hanya tertawa terbahak-bahak melihat mental Bella telah runtuh.
“Sepertinya aku harus memulainya sekarang.”
Setelah beberapa lama hanya mendengarkan pecakapan mereka, Daniel sudah memutuskan waktunya untuk beraksi.
….
Sebuah mobil mewah melaju dengan cepat ke arah gang yang sepi.
“Semoga saja aku sempat menyelamatkan Bella,” kata pria dengan rambut pirang.
Pria ini adalah Ayahnya Bella, Bryan van Liestiel.
Saat sampai di sebuah gang yang ramai, dia segera turun.
Melihat Bram yang sedang bertarung, dia langsung berlari dan ikut terjun bertarung.
Bram terkejut saat melihat Bryan ikut bertarung. Ia dengan cepat menyapa, “Tuan, bagaimana bisa Anda ikut bertarung juga?”
Bryan sedang memukul salah satu penculik. Mendengar pertanyaan dari Bram, ia menjawab sambil menghindari serangan dari para penculik, “Bagaimana bisa aku hanya diam saja, sementara anakku sedang diculik?”
Setelah Bryan menyelesaikan kalimatnya, suara teriakan putus asa seorang wanita terdengar dari dalam gang.
Mendengar ini, wajah Bryan dan Bram langsung pucat.
Salah seorang penculik tertawa gembira. Ia berkata, “Haha, kami sudah menyelesaikan misi kami.”
Kemudian, wajah Bryan berubah menjadi warna merah penuh dengan amarah. “Beraninya kalian menyentuh anakku!”
Bryan beraksi memukul para penculik dengan ganas agar bisa masuk ke gang.
Meski begitu, berapa kalipun ia menjatuhkan para penculik itu, ada penculik lain yang menahannya untuk tak masuk ke kedalaman gang.
Salah seorang penculik yang jatuh karena pukulan Bryan tertawa mengejek. Ia berkata dengan nada mencemooh, “Tidak akan kami biarkan kau memasuki gang. Tidak semudah itu, Ferguso!”
Salah seorang pengawal keluarga Liestiel terpancing emosinya. Ia kemudian membanting musuhnya kepada orang yang memanggil Tuannya Ferguso dan berkata, “Nama Tuanku adalah Bryan, bukan Ferguso! Dasar Esmeralda!”
Penculik yang berbicara sebelumnya juga terpancing emosinya. “Aku bukan lah Esmeralda, tapi Aku Pulgoso oh Marimas!”
“Marimar, bukan Marimas!” jawab pengawal keluarga Liestiel itu.
Akhirnya, mereka berdua pun bertarung sambil menyebutkan nama tokoh di salah satu telenovela tahun 90-an.
….

(Ilustrasi dalam gang)
Pria serba hitam itu menyeringai sambil terus melemahkan mental Bella yang telah runtuh.
“Bagaimana rasanya orang yang kamu cintai mati tepat di depanmu? Teruslah bayangkan kematiannya yang hanya melindungi cewek merepotkan sepertimu. Kau hanyalah beban baginya. Jika dia bisa berbicara padamu saat ini, yang dia katakan pastilah penyesalan karena membuang nyawanya sia-sia hanya untuk gadis sepertimu.”
Bella semakin tertekan, putus asa, dan semakin bersedih. Dia terus bergumam menyalahkan dirinya sendiri.
“I-ini semua salahku. Jika saja Daniel tak kuajak, a-aku, aku yakin dia tidak alan mati seperti ini. I-ini adalah salahku….”
Melihat ini, pria serba hitam itu semakin tertawa gembira.
Namun, tawa gembira akan segera terhenti.
….
Daniel yang sedang berbaring mengerakkan kakinya dengan kekuatan dan kecepatan maksimum menuju ke arah kaki pria serba hitam itu.
Dengan kecepatan dan kekuatannya yang terfokus pada kakinya, pria serba hitam itu akan lambat merespon, bahkan jika dia akan mengetahui bahwa Daniel akannya menyerangnya, itu tetap akan terlambat.
Tapi sayangnya pria serba hitam itu telah mengabaikan keberadaan Daniel sepenuhnya hingga dia tak menyadari bahwa Daniel sudah menyerangnya.
Tubuh pria serba hitam itu terbang beberapa saat, kemudian terjatuh dengan kepala lebih dahulh.
“AAAAA!” pria serba hitam itu berteriak kesakitan. Sudah dipastikan kakinya retak karena tendangan Daniel dan juga lehernya berbunyi ketika dia jatuh.
Bella tak menghiraukan teriakan kesakitan pria serba hitam itu. Dalam pikirannya kini hanyalah berisi penyesalan karena telah ‘membunuh’ Daniel secara tak langsung.
“Yah, bagaimanapun juga, bahkan jika aku mati dan bisa berbicara pun aku tak akan menyesali telah melindungi Bella. Ternyata susah juga berakting pura-pura mati.” celotehan ringan Daniel itu membuat Bella dan pria serba hitam itu terkejut.
“Kau … bagaimana bisa kau masih hidup?” pria serba hitam itu bertanya dengan wajah penuh dengan ketakutan.
“Tentu saja aku masih hidup. Apa hakmu bertanya seperti itu padaku?” tanya Daniel dengan nada mencemooh.
Sedangkan Bella, ia menghentikan gumamannya. Ia kemudian menyingkirkan tangannya dari wajahnya dan menemukan Daniel sedang menepuk-nepuk celananya yang kotor karena tanah.
“Daniel, kamu …”
Daniel teringat sesuatu dan menepuk dahinya. Ia bergumam, “Astaga, bagaimana bisa aku membersihkan celanaku yang kotor sementara bajuku berlumuran darah.”
“Anak bodoh,” kata pria itu sambil mengarahkan senjata api pada Daniel yang sedang membersihkan pakaiannya.
“Yah, aku tidak sebodoh itu.” Daniel menghilang dari pandangan pria serba hitam itu.
Daniel menendang pergelangan tangan pria serba hitam itu.
Suara patah tulang terdengar.
“ARGH!” pria serba hitam itu berteriak kesakitan sekali lagi.
“Ini balasan karena telah menginjakku dengan keras.”
Daniel kemudian menganggkat kakinya tinggi-tinggi. Lalu, dengan cepat jatuh ke dada pria serba hitam itu.
Teriakan kesakitan yang sangat menyeramkan terdengar sekali lagi.
Tulang rusuk pria itu patah dengan bunyi yang keras.
“Aku akan memberikanmu hadiah lain.”
Daniel kemudian mencekik pria serba hitam dan mengangkatnya dengan lancar seolah-olah pria hitam itu seringan kapas.
Pria serba hitam itu tak tinggal diam, ia memcoba berontak dengan tangan kirinya yang masih sehat. Namun, perlawanannya tak menghasilkan apa-apa.
“Ini untuk kau yang telah membuat mental Bella runtuh.”
Daniel mengambil ancang-ancang, kemudian dia melemparnya dengan keras sampai menyentuh dinding gang.
Pria serba hitam itu memutahkan banyak darah.
Suara keramaian di ujung gang tak lagi terdengar. Tapi, Daniel tak memperdulikan itu.
Dia berlari dengan cepat dan menginjak kepala pria serba hitam itu.
“Ini untukmu yang telah berani mencoba membunuhku.”
Kepala pria serba hitam itu tertanam ke dalam dinding gang.
Daniel kemudian mengambil sebuah pisau yang terletak di tanah.
Ia mengarahkan pisau ke leher pria serba hitam dan bergumam, “Aku takkan sebodoh dirimu yang tak memastikan dengan akurat apakah musuhmu telah mati atau belum. Selamat jalan, semoga perjalanan manismu di neraka menyenangkan.”
Daniel kemudian menusuk leher pria serba hitam.
Darah merah terciprat ke bajunya yang sudah penuh dengan darah.
Kemudian, seorang pria dengan nada berat bertanya padanya, “Nak, siapa kau?”
Daniel menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang pria berambut pirang menatap tajam padanya.
Daniel juga membalas dengan nada mengancam, “Kamu siapa? Apakah kamu adalah teman pria ini?”
Kemudian Daniel mengembalikan posisi tempurnya dan bersiap menyerang pria berambut pirang itu.
Udara di sekitar menjadi dingin dan suasananya menjadi berat.
Tetapi, saat keduanya saling menatap tajam, Bella yang sedari tadi terdiam kini berlari ke arah Daniel.
Bella kemudian berteriak dan memeluk Daniel dengan erat.
Dia kemudian menangis dan mengatakan, “Daniel bodoh! Kamu membuatku sangat khawatir. Dasar bodoh!”
Daniel menerima pelukan itu dan membalas pelukan Bella dengan erat juga.
Suasana yang berat berubah menjadi suasan hangat.
Pria berambut pirang itu kembali rileks dan menghela napas lega.