System Technology And Superpower - 55 Bab 55
Sudah lama Bimo menunggu, namun Pria Langsing belum juga menunjukan batang hidungnya. Dia dengan sabar menunggu sambil memperhatikan keadaan Yudhistira.
Meski ia tahu bahwa Yudhistira tak bersalah mengenai pembantaian yang terjadi pada keluarganya, tetap saja ia memiliki dendam pada keluarga Yudhistira. Ini adalah alasannya untuk membawa Yudhistira ke markas untuk melakukan eksperimen pada tubuhnya.
Ini juga merupakan kesempatan kedua yang diberikan oleh Bimo kepada Yudhistira untuk merubah dirinya. Jika Yudhistira berhasil, maka ia masih bisa melanjutkan hidupnya. Sebaliknya, jika dia gagal bereksperimen pada tubuhnya, maka itu adalah takdirnya untuk segera meninggalkan dunia ini.
Setelah banyak merenungi perilakunya di masa lalu, Bimo menyadari bahwa sifat Yudhistira ini karena dimanja dan juga kurang hadirnya orang tua dalam mendidik seorang anak.
Yudhistira pernah berkata pada Bimo kalau ia melakukan semua kenakalannya karena ingin diperhatikan oleh kedua orang tuanya, namun kedua orang tuanya selalu saja sibuk. Untuk Arjuna, dia sibuk dalam mengurus bisnis dan juga bermain dengan perempuan sehingga waktu untuk Yudhistira sangat minim. Untuk Kirana, dia selalu berpergian ke luar negeri untuk mengurus bisnis yang dirintisnya sendiri.
Tapi, bukannya menyemangati anaknya, mereka hanya menambah beban pada Yudhistira dengan menyuruhnya belajar semua mata pelajaran di sekolah dengan sangat giat dan melatih basket hingga Yudhistira hebat dalam bermain basket.
Ibunya memanjakan Yudhistira dengan semua hal yang Yudhistira inginkan, baik itu barang maupun hal lainnya.
Sifat Yudhistira ini terjadi karena dia adalah korban dari kurang hadirnya orabg tua dalam mendidik anaknya.
Memikirkan bagaimana keadaan Yudhistira di masa lalu, Bimo menjadi sedih.
Selagi ia memikirkan itu, suara rumput terinjak terdengar di telinga Bimo. Ia dengan cepat mengalihkan perhatiannya ke luar rimah.
Wajah waspada Bimo berubah menjadi pura-pura kesal. Ia berkata, “Akhirnya kamu kembali juga. Cepat bawa anak ini ke markas, aku tak ingin melihatnya lebih lama. Wajahnya membuatku muak.”
“Haha, baiklah orang besar tsundere, aku akan membawanya sekarang juga. Semoga balas dendammu berhasil,” ucap Pria Langsing dengan tersenyum.
Pria Langsing kemudian membawa Yudhistira di punggungnya, ia kemudian berkata, “Aku akan membawanya sekarang. Cepatlah kembali, misi selanjutnya akan diberikan lusa.”
Setelah itu, ia menjauh dari gubuk tua itu. Tapi, setelah beberapa meter menjauh, ia menoleh ke belakang dan berkata, “Mulai saat ini, panggil aku Rio.”
Dia kemudian pergi keluar kota Banukarta melewati hutan yang mulai gelap.
Bimo dengan wajah bingung melihat punggung Rio yang perlahan menhilang di hutan. Ia tak menyangka bahwa pria langsing yang sering bersamanya di markas akhirnya memberi tahunya tentang namanya. Selain itu, ia juga merasakan aura pembunuhan yang disembunyikan oleh Rio semakin berkurang.
Dengan tersenyum ia berkata, “Aku tak tahu kejadian apa yang membuatnya berubah seperti ini. Aku juga tak tau apakah keterampilan menyembunyikan auranya yang meningkat atau aura pembunuhannya menurun. Aku berdoa semoga dia berubah ke arah yang lebih baik lagi.”
Ia kemudian menatap ke arah kota, “Biarkanlah malam ini kalian berdua beristirahat. Keesokan harinya, aku akan membuat kalian menyesal telah dilahirkan di dunia ini.”
Ia menatap ke arah kota dengan wajah dingin.
….
Keesokan harinya, Arjuna bangun dengan wajah lesu. Pada tengah malam, pengawal yang bersama Yudhistira mengatakan bahwa kemarin Yudhistira menghilang. Ia awalnya mengira bahwa Yudhistira hanya bermain dengan wanita di hotel, tapi ternyata dugaannya salah.
Ia telah menyuruh pengawalnya untuk memeriksa di setiap hotel kota Banukarta, namun tak menghasilkan informasi yang berguna. Ia kemudian memeriksa bar yang terakhir dikunjungi Yudhistira, dan menemukan sedikit petunjuk.
Yudhistira terlihat kemarin di bar sedang berpesta bersama temannya. Setelah ditanyai tentang Yudhistira, mereka mengatakan bahwa setelah Yudhistira meminum banyak anggur merah, dia keluar menuju ke toilet. Namun, setelah keluar lama, Yudhistira tak kunjung kembali.
Mereka semua juga mengira bahwa Yudhistira bersama dengan perempuan lain untuk menyewa kamar di hotel, karena itu mereka tak khawatir sedikitpun karena Yudhistira sering melakukan hal ini.
Selain itu, semua pengunjung bar tersebut ditanyai oleh pengawal keluarga Wirawan dan juga karyawan Bar. Namun, tak mendapatkan petunjuk mengenai Yudhistira.
Ini menyebabkan Arjuna menjadi lesu. Meskipun ia tak memperhatikan anaknya, tapi itu tetaplah darah dagingnya bersama dengan Kirana. Malam itu juga ia langsung mengabari Kirana bahwa Yudhistira hilang.
Mendengar kabar tersebut, Kirana dengan cepat membeli tiket pesawat ke kota Banukarta. Untung saja ia hanya di Surabaya, jadi itu tak jauh dari Banukarta.
Arjuna duduk termenung di kursinya memikirkan bagaimana nasib anaknya. Ia tahu bahwa ia memiliki banyak musuh bisnis. Ia tahu bahwa jika ia ingin anaknya dilepaskan, mereka akan langsung menghubunginya untuk membayar tebusannya. Namun, hilangnya Yudhistira ini tak ada kabar apapun dari musuh bisnisnya.
Kemudian, seseorang terlintas dalam pikirannya. Orang yang membuat anaknya hilang adalah Bimo. Namun, setelah berpikir ulang lagi, Arjuna menghilangkan pikiran itu.
Bimo sudah mati, bagaimana bisa dia menculik Yudhistira? Tak ada keajaiban di dunia ini yang bisa menghidupkan orang yang telah mati. Jika itu ada, aku akan memborong itu semua.
Begitu pikir Arjuna.
Ketika Arjuna masih sibuk memikirkan siapa pelakunya, suara mobil terdengar. Seorang wanita cantik keluar dari mobil dengan panik.
Wanita cantik ini langsung membuka pintu tanpa permisi, ia juga berlari dengan cepat menuju Arjuna yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.
“Sayang, apakah ada kabar terbaru mengenai Yudhistira?” tanya wanita itu dengan nada yang panik.
Arjuna mendongak, ia melihat bahwa wanita ini adalah istrinya. Dengan suara lesu dia menjawab, “Oh, Kirana. Masih belum ada kabar lebih lanjut mengenai Yudhistira.”
“Kau ini! Sebagai seorang Ayah, tak bisakah kau menjaganya dengan baik? Bagaimanapun juga, dia adalah anak kita satu-satunya!” dengan kesal, Kirana mengatakan hal itu.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Kirana, emosi Arjuna tersulut. Ia dengan kasar berkata, “Dasar wanita jalang! Kau sebagai Ibu juga tak becus mengurus anak. Kau malah bermain dengan berondongmu yang ada dimana-mana itu! Sedari Yudhistira kecil, kau tidak memperhatikannya dan lebih memilih untuk bermain dengan para gigolo!”
“Kau, kau, kau! Berani-beraninya kau menuduhku seperti itu! Bukankah kau yang benar-benar melakukan hal itu, bermain dengan berbagai wanita saat aku tak ada di rumah? Aku menitipkannya padamu untuk kau mengurusnya sementara aku akan mencari uang untuk kelak dia di masa depan. Tapi, kau malah mengbaikannya!” dengan penuh air mata Kirana mengatakan hal itu.
“Kau! Seharusnya kau percaya padaku dalam mencari nafkah! Bukannya mengurus anak dan rumah, kau malah kesana kemari mencari uang seolah-olah kau tak mempunya suami!”
Setelah mengatakan itu, Arjuna menampar wajah Kirana dengan keras.
Kirana memegangi pipinya, ia menundukan kepalanya. Dengan suara terisak ia berkata, “Kau laki-laki bajingan! Aku melakukan semua ini untuk mengurangi bebanmu, dan lagi bisnis yang kau jalani saat ini adalah bisnis ilegal yang bisa membuatmu tertangkap kapan saja. Kau … benar-benar laki-laki dan suami yang sangat buruk!”
Arjuna kembali menampar wajah Kirana tanpa menjawab lagi apa yang dikatakan oleh Kirana.
Dia dengan penuh amarah berteriak, “Pengawal, usir wanita ini!”
Kirana menatap Arjuna dengan mata penuh amarah, ia dengan suara dingin berkata, “Berani-beraninya kau! Aku ini istrimu!”
Dengan wajah menghina dan tatapan menjijikan yang ditujukan pada Kirana, ia berkata, “Huh? Istriku? Mulai saat ini, kau bukan lagi istriku!”
Kirana membeku, ia tak menyangka bahwa Arjuna akan mengatakan hal ini. Ia menatap Arjuna dengan penuh kekecewaan.
“Baiklah! Aku juga sudah memikirkan ini sejak lama. Aku bertahan padamu hanya karena aku tak ingin Yudhistira mempunyai orang tua yang sudah bercerai. Tapi, pada akhirnya aku tak tahan lagi. Jika sejak dulu aku memutuskan hal ini, aku tak akan melihat Yudhistira yang seperti sekarang!” ucap Kirana dengan penuh kekecewaan.
“Tak perlu kau mengusirku, aku akan pergi dari rumah ini. Selain itu, aku akan mengurus surat cerai. Untuk harta, aku tak membutuhkannya karena aku mempunyai hartaku sendiri,” lanjutnya.
Setelah mengatakan itu, dia pergi dari vila Arjuna sambil menyentuh pipinya yang bengkak.
“Wanita sialan! Akan kubunuh kau nanti!” ucap Arjuna sembari menatap punggung Kirana.
….
Satu jam lamanya telah berlalu sejak kepergian Kirana, Arjuna telah memerintahkan seluruh pengawalnya untuk mencari informasi mengenai Yudhistira. Ia juga telah melaporkan ke polisi, namun untuk pelaporan orang hilang harus menunggu 2×24 jam¹.
“Sial! Kemana anak gila itu pergi? Menambah bebanku saja!” Arjuan menggerutu penuh kekesalan.
Meski menggerutu seperti itu, ia tetap khawatir dengan keadaan Yudhistira
Namun, baru saja ia selesai mengatakan kekesalannya, keributan dari luar vila terdengar keras.
Arjuna terkejut mendengar suara ini.
“Siapa yang buat keributan pagi-pagi begini?”
Dengan penuh kekesalan, Arjuna berjalan keluar dari vilanya.
Namun, baru saja melangkahkan kaki, seseorang bertubuh besar dengan pakaian serba hitam muncul di depannya.
“Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku padamu. Kau yang membunuh istri dan anak-anakku dengan kejamnya. Kau juga sudah membuatku hampir mati dan mempermalukanku.”
Arjuna penuh dengan ketakutan menatap pria besar di depannya. Ia tak menyangka, bahwa apa yang dipirkannya benar-benar terjadi.
Bimo, yang telah ia siksa sampai sekarat kini hidup kembali dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
“Bimo….?”
Bimo menatapnya dengan kejam, tubuhnya bergetar. Dengan suara kegembiraan, dia berkata, “Ya, ini adalah aku.”