Terpaksa Menikahi Tuan Muda - Chapter 137 Ibu (Part 1)
Rumah utama memulai kehidupannya
kembali. Udara segar mulai masuk melalui ventilasi dan menganti suasana. Cuaca yang hangat dan sejuk karena angin pagi yang juga berhembus, membuat setiap orang bersemangat memulai hari.
“ Sayang, pasti akan menyenangkan
kalau bulan madu kita seperti bulan madu kebanyaakaan orang. Kita seharian
bermain di luar.” Mendengar rengekan itu berulang Saga mendorong tubuh Daniah
menempel di tembok. Pintu yang sudah terbuka handlenya dia lepaskan. Membuat pintu tidak terbuka lepar ataupun tertutup rapat.
“ Bicara sekali lagi tentang tema
bulan madu rakyat jelata kugigit bibirmu ya!” tangannya sudah meraih dagu
Daniah, seperti benar-benar akan melakukan apa yang ia katakan. Membuat gadis
itu mendapat serangan panik.
“ Ia, ia, aku tidak akan
mengatakannya lagi.” Tertawa, sambil berusaha melepaskan tangan suaminya dari
dagunya. Berhasil, tangan itu terlepas. Muah, muah, muah. Tiga kecupan disusul
tawa renyahnya, berusaha mencairkan situasi yang mulai agak menghangat. “Tema apapun pasti menyenangkan kalau bersamamu.” Katanya
sambil mengedipkan mata. Mengoda lagi.
Saga tergelak. “ Wahhh, sudah
berani main cium-cium ya.” Mengusap bibirnya sendiri sehabis mendapat kecupan
Daniah. Daniah malah tertawa, membuat Saga frustasi dengan keimutan istrinya. Menurut Saga yang sudah dibutakan cinta ya. sekarang semua ekspresi yang muncul di wajah Daniah selalu dia terjemahkan dengan bahasanya sendiri, yang terkadang seenaknya itu.
Mengemaskan sekali istriku ini.
Dengan telunjuknya Saga mendorong
tubuh Daniah, sampai menempel di tembok lagi. Jegrek, suara keras pintu
tertutup.
“ Sayang, kamu mau apa?” panik, karena Saga semakin maju kedepan
menyudutkan dirinya.
“ Mengigit bibirmu.” Masih bicara
santai, dengan seringai nakal muncul. “ Aku mau membalas kecupanmu tadi.”
“ Apa! aku kan.” Mulut Daniah
terkunci sudah tidak bisa bicara apa-apa, saat bibir Saga sudah menempel lekat di bibirnya, dan dia mengikuti kemauan Saga.
Aaaaaaa, kenapa aku iseng
menggangunya pagi-pagi begini si.
Cukup lama sampai akhirnya pintu
kamar terbuka.
Pagi hari yang cerah, suasana
hangat yang mulai berangsur mengantikan suasana dingin rumah megah ini. Rumah utama mulai menjelma menjadi
hunian nyaman bagi semua yang ada di dalamnya. Tanpa terkecuali. Mungkin sudut
bibir ibu mertua masih terlihat kurang nyaman melihat menantunya. Namun ia
berusaha menutupi itu dengan hanya melihat senyum anak lelakinya. Dia berusaha
mengalah ketika melihat kebahagiaan di mata putranya.
“ Kakak ipar selamat pagi!” Jen
memang sudah memperlakukan Daniah dengan baik, tapi semenjak tahu kebenaran
status Daniah dan Raksa, ntah kenapa sikapnya jauh lebih baik lagi. Suka
bermanja-manja dan bertingkah seperti bocah imut yang membutuhkan kasih sayang
kakak perempuan. Saga yang berjalan di samping Daniah sudah mengusir Jen dengan
tangannya. Jangan mendekat begitu perintah tuan muda melalui sorot matanya.
“ Kenapa belum berangkat? Apa kau
tidak terlambat?” Saga menepis tangan Jen yang mau melingkar di lengan kakak
iparnya. Membuat gadis itu mendengus lalu berjalan di samping Saga menuju meja
makan.
“ Hari ini aku akan pergi ke kantor
cabang, jadi agak siangan berangkatnya. Sudah lama kan aku gak sarapan dengan
kak Saga dan kakak ipar.” Melirik kakak iparnya di balik punggung Saga. Daniah hanya mengedipkan mata sambil tertawa tanpa suara.
“ Sudah kubilang kejar Raksa dengan sportif, jangan merengek pada kakak
ipar mu. Lupa yang ku katakan, ku beri waktu kau satu bulan. Kalau tidak
berhasil mengejarnya, lupakan Raksa dan jangan menggangunya. Biarkan dia fokus
belajar bekerja di Antarna.” Ultimatum tegas Saga. “ Kau juga serius belajar di
Antarna, kalau kau hanya main-main kusuruh Han mengirimmu ke luar dari gedung
pusat.”
“ Ia kak, aku akan serius bekerja!” Berteriak keras dengan semangat. Semua
demi kebaikan Jen, gadis itu tahu, hingga ia tidak protes sedikitpun. Bagaimana
kakaknya sudah menyiapkan proses belajarnya sebelum dia di perkenalkan secara resmi ke perusahaan nanti.
“Aku akan membantumu
diam-diam, hehe.” Daniah menyahut di samping Saga. ” Tapi kamu harus usaha sendiri ya, aku tidak akan terlibat terlalu jauh karena ini berhubungan dengan perasaan.”
Dimeja makan ibu Dan Sofia sudah duduk di tempat duduknya. Sofi mendengar apa yang di ucapkan Daniah tadi, lalu dia menyahut dengan kalimat bijak yang baru beberapa detik dia temukan di postingan teman kampusnya.
” Kak Jen, tahu tidak perbuatan mulia apa yang bisa dilakukan anak muda seperti kita.” Bicara dengan penuh kebanggaan setelah sekali lagi melirik hpnya. meyakinkan diri kalau semua kalimat sudah di hafal dengan benar.
Saga menarik kursi Daniah supaya dia duduk, setelahnya dia juga duduk.
” Apa!” Jen menjawab sambil mengeryit kesal. Sofi memang tidak mendukung usahanya mengejar Raksa, karena status Raksa yang sudah punya pacar.
” Perbuatan mulia yang bisa dilakukan oleh orang seperti kita adalah, cukup tidak menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.” Dia tertawa terbahak menyelesaikan kalimatnya. Daniah menahan senyum demi mendengar kata-kata polos Sofi, sementara Jen yang menatap paling sebal.
” Kurang ajar kamu.” Gumam-gumam pelan tidak mau makiannya di dengar yang lain, sambil mendelik kearah Sofi.
“ Apa! benarkan?” memilih pindah kekursi di samping ibu. Daripada kena pukul pikirnya. Sementara ibu tidak terlalu tertarik. Karena tahu sifat Jen. Dia memang mudah sekali jatuh cinta pada orang yang baik di sekitarnya. Tapi ya itu hatinya masih labil dan mudah sekali goyah. Dia mudah jatuh cinta tapi juga
mudah beralih hatinya
Dan akhirnya mereka menikmati sarapan pagi
dengan tenang setelah Sofi berhenti bicara mengutip beberapa kalimat bijak yang baru ia baca tadi. Sambil menghabiskan sarapan, Saga bicara.
“ Bu beberapa hari lagi aku dan
Daniah akan pergi?” Saga memandang ibunya setelah meletakan gelas jusnya yang
sudah kosong.
Ibu terlihat terkejut, pergi, pergi
kemana? Apa mereka mau pindah rumah begitu yang ada di pikiran ibunya. Lalu ibu refleks menatap Daniah tidak suka. Jen dan Sofi sama terkejutnya menghentikan
makan mereka.
“ Kak Saga mau ke mana?” Bersamaan
Jen dan Sofi bertanya.
“ Bulan madu.” Menjawab singkat.
Sambil meraih tangan Daniah di sampingnya. “ Kami kan belum pernah pergi bulan
madu setelah menikah.” Daniah cuma bisa tersenyum ketika semua pandangan mata tertuju padanya.
Jen dan Sofi mulai heboh berdua mendengar
jawaban Saga.
“ Kakak ipar mau bulan madu.
Cieee, nanti pulang sudah bawa kabar tentang keponakan ku ya.” Kata-kata Jen
yang spontan langsung merubah airmuka ibu. Dia terlihat tidak bisa menutupi
rasa tidak senangnya.
“ Ia kakak ipar.” Sofi ikut
menimpali.
Daniah yang melihat perubahan wajah
ibu terlihat canggung. Menepuk tangan adik iparnya agar berhenti meledek.
Kenapa kalian membahas hal beginian
pagi-pagi begini si.
Ibu mertua belum bicara sepatah
katapun. Tapi Daniah tahu, bahwa ibu berusaha menutupi rasa tidak sukanya.
“ Kakak ipar dan Kak Saga
berusahalah dengan keras. Semangat! Aku akan mendoakan supaya kalian segera
mendapat momongan. Aku juga ingin segera punya keponakan.”
Jen dan Sofi sudah ramai bicara berdua, tentang berapa mereka mau punya keponakan.
Sama sekali tidak bisa membaca airmuka ibu. Bahkan Saga sudah mulai terlihat
menahan diri karena melihat perubahan wajah ibu. Tapi dia masih diam saja dan melanjutkan makan.
Ku mohon hentikan Jen, kamu tidak
lihat wajah ibu mu apa.
“ Kenapa harus buru-buru, kalian
bisa menikmati pernikahan kalian dulu. Perihal anak, nanti saja dibicarakan.”
Kata-kata ibu membuat Saga menghentikan tangannya yang mau mengambil sanwich
keduanya. Dia melihat ibu dengan kesal.
Kumohon jangan sampai terjadi
pertengkaran.
“ Ibu, kak Saga jugakan sudah
hampir delapan bulan menikah kalau tidak salah. Itu kan namanya bukan
buru-buru, tapi memang sudah waktunya. Ia kan kakak ipar?”
Daniah belum
menjawab, dia meraih tangan Jen. Mencengkramnya pelan. Meminta mulut gadis itu
untuk diam sekarang juga.
“ Soal itu.” Daniah menjawab pelan.
Terhenti saat Saga bicara dengan suara cukup keras.
“ Hebiskan makanan kalian!”
Saga bicara dengan suara tegas, itu
artiya jangan ada yang bicara lagi. Suasana yang tadinya cukup nyaman berubah
menjadi kaku. Saga paham apa yang ibunya coba sampaikan tadi. Dia memang belum
bisa menerima Daniah. Bukan sebatas pada Daniah menjadi istrinya, tapi pada
posisi Daniah sebagai nyonya rumah ini. Wanita yang akan melahirkan penerus
bagi keluarga Saga Rahardian.
“ Saga.” Ibu bicara pelan sambil
menyentuh tangan kiri anaknya yang ada di atas meja. “ Ibu hanya ingin.”
“ Aku sudah selesai.” Pembicaraan tentang
anak masih akan menjadi menu sensitif di meja makan yang mengusik ketenangan, begitu yang dipikirkan Daniah. Karena Saga bangun dari duduk Daniah refleks bangun, walaupun masih tersisa
makanan di piringnya. Dia berlari menyusul Saga yang sudah berjalan lebih dulu.
“ Sayang, kenapa marah?” Daniah
mensejajari langkah Saga sambil melingkarkan tangan di lengan suaminya. Saat
mereka sudah berada di luar rumah, dan ibu tidak melihat mereka. “ Ibukan hanya
bicara karena dia perduli padamu.” Saga diam tidak menjawab, dia hanya berjalan
dengan cepat.
Sampai di depan mobil, sekertaris
Han sudah membuka pintu belakang. Mengangukan kepala ketika tuannya mendekat.
“ Han akan mengatur jadwal
konsultasimu ke dokter. Bersiaplah!” menyentuh pipi Daniah lembut.
Apa! dia tidak mengubris yang ku
bicarakan tentang ibu.
“ Jangan perdulikan apa yang ibu
katakan, kalau dia bicara yang menyakiti hatimu katakan padaku.”
Cih, memang aku wanita pengadu apa.
Saga memberi kecupan lembut di
kening dan bibir Daniah setelah itu masuk ke dalam mobil. Dia menjentikan
tangannya menyuruh Daniah mendekat.
“ Pikirkan saja berapa anak yang
kau inginkan.” Seringai tipis di bibirnya.
“ Apa!”
“ Aku pergi ya, masuklah, habiskan
sarapanmu.” Saga melambaikan tangan sebelum mobil berlalu. Daniah belum
beranjak sampai mobil hanya tampak seperti titik hitam. Menjauh menuju gerbang
utama.
Apa dia benar-benar akan memakai
momen bulan madu untuk fokus membuat anak. Aaaaaaaa!
Bersambung…………