Terpaksa Menikahi Tuan Muda - Chapter 170 Masa SMU (Part 1)
Saat itu adalah masa remaja. Dunia
yang menyenangkan. Siklus kehidupan yang konon katanya paling membahagiakan.
Masa apa itu? Jawabannya adalah masa SMU. Saat kalian tidak perlu pusing tentang kehidupan,
selain PR, bangun pagi, guru killer dan upacara bendera dengan kewajiban
memakai atribut lengkap. Hari-hari adalah tentang sekolah, rumah dan
menghabiskan waktu dengan hobi masing-masing. Ngemil kuaci ramai-ramai sambil
membahas seisi kelas. Dari yang asik sampai orang-orang normalnya. Bisa juga ngedrama ramai-ramai di kamar salah
satu teman yang dirasa paling kaya, karena biasanya kamarnya besar dan punya
stok camilan.
Seperti itu pula Daniah menjalani masa remajanya.
Berteman dengan ceria dengan semua orang. Dia selalu menyimpan wajah murung
ketika melewati pintu gerbang rumahnya.
Setelah melewati gerbang sekolah wajahnya selalu full ceria dan senyuman.
Di SMU dia sudah mulai belajar,
bahwa apapun yang dia lakukan akan dipandang sebelah mata oleh ayah dan ibunya.
Hingga dia tidak pernah berharap lebih. Semenjak SMU Daniah mulai belajar untuk
mengatur setiap rupiah uang jajannya. Diapun tidak malu mulai belajar menjual
aksesoris ataupun binder-binder dengan gambar lucu-lucu. Begitulah dia
menjalani masa SMU.
Masa kalian mulai menata mimpi dan
merencanakan impian kalian. Ada banyak rencana hidup yang di tulis Daniah di
catatan hariannya. Muaranya hanya satu, hidup mandiri. Dia bahkan mulai
menabung sedikit demi sedikit untuk biaya kuliahnya. Sedari awal ibu tirinya
sudah bicara. Jangan bermimpi tentang biaya kuliah dari kami. Kalau kau mau
kuliah carilah uang sendiri. Kami mempersiapkan semuanya untuk adik-adikmu.
Hingga tak mungkin bermimpi lebih jauh lagi, kalau mengandalkan orangtuanya. Walaupun ayahnya masih membisu dan belum mengambil keputusan apa-apa. Karena kalau hanya kuliah di dalam negri untuk membiayai tiga orang Daniah merasa keluarganya masih sangatlah mampu dari segi finansial. Tapi karena ibu tirinya, dia jadi tidak pernah berharap lebih.
Baiklah Daniah, hidup memang harus
bekerja keraskan. Jangan pernah menoleh kebelakang lagi. Tegakan kepalamu dan
semangatlah. Walaupun ibu tidak mau membiayai kuliahmu, kau masih bisa mencari
uang dan mengejar mimpimu sendiri. Begitulah dia siang dan malam menyemangati
dirinya.
Bekerja di perusahaan besar, dengan
gaji tiga kali lipat yang bisa di berikan perusahaan ayahnya. Ini akan menjadi
modal awalnya untuk hidup. Tidak pernah berharap sedikitpun untuk masuk ke
perusahaan ayahnya.
Pagi itu dia kembali melewati pintu
gerbang sekolah dengan ceria. Tepat berpapasan dengan teman dekatnya Ve yang baru
turun dari mobil bersama ayahnya yang mengantar. Ve mencium tangan ayahnya sebelum keluar dari mobil. Masih melambaikan tangan seperti anak SD yang diantar sekolah orangtuanya.
Manisnya mereka.
“ Niah! Kemari! Tapi jangan kaget
ya.” Sahabatnya langsung melingkarkaan tangan di lengan Daniah mendekatkan
mulutnya ke telinga Daniah. Membuat gadis itu merinding geli.
“ Jangan sembarangan.” Mendorong
wajah temannya menjauh.
“ Sumpah! Ini info valid dari sumber
yang bisa di percaya. Niah, diakan berandalan sekolah. Guru-guru saja menutup
mata dengan semua kelakuannya bagaimana ini?” Dia panik sendiri, sambil
mempercepat langkah karena bell masuk sudah berdentang. Anak-anak yang lain
berlari, beradu cepat dengan penjaga sekolah yang mulai berjalan ke gerbang.
Kalau dia sudah menutup gerbang, tamatlah riwayat.
Hei, sembarangan juga ada tempatnya
donk. Kenapa juga aku jadi target cintanya yang berikutnya. Memang apa yang
dilihatnya dariku.
“ Memang sudah tidak ada murid
wanita populer di sekolah ini yang mengejarnya sampai dia mengalihkan sasaran
sama aku. Sudahlah Ve, jangan banyak bergosip sepulang sekolah. Pulang dan kerjakan PR mu, kamu banyak bergosip siang-siang setelah aku pulang ya?” Daniah masih
berfikir itu hanya gosip tidak penting. Mana mungkin berandalan sekolah
(versinya dan kawan-kawannya), atau pangeran sekolah versi siswa-siswa lainya
menargetkan orang sepertinya.
“ Beneran Niah. Anak-anak dengar
dia bicara tentangmu. Dia sudah membuat pengumuman kalau kamu pacarnya.”
Gila apa! bicara denganku empat
mata saja tidak pernah. Pacaran dari mana.
“ Sudahlah. Lagipula apa si yang
dia liat dari aku.” Sudah sampai di kelas dan duduk. Teman Daniah langsung
menyentuh bahu dan memutar tubuh Daniah menghadapnya. Dia terlihat berfikir
keras sambil mulutnya manyun.
“ Kamu kan manis. Apalagi rambutmu.
Haha.” Tawanya mengandung sarkas.
“ Mau mati ya?” sambil mengepalkan
tangan tepat di depan wajah sahabatnya.
“ Haha, tidak ampun. Tapi rambutmu
memang lucu si. Coba lihat.” Gulung-gulung, dia sudah mengulung rambut Daniah
di jarinya dengan tertawa.
Ya, ya terserah. Lakukan sesukamu.
Guru yang masuk menyelamatkan
rambut Daniah.
“ Daniah! Kak Haksan memanggilmu”
Daniah langsung menjatuhkan sendok di tangannya. “ Pergilah temui dia di tempat
dia biasanya berkumpul bersama para pengikutnya.”
“ Jangan bercanda.”
Sipengantar pesan loncat-loncat
sambil mencengkram tangannya sendiri. Panik. “Ku mohon, dia pasti memukulku
kalau kamu tidak pergi.”
“ Niah, jangan pergi.” Ve di
sampingnya menarik tangannya kuat. “ Benarkan yang aku bilang, kamu target
selanjutnya.”
Wajah Daniah terlihat serius. Dia
menatap si pengantar pesan dan teman baiknya Ve bergantian. “Tapi dia bisa kenapa-kenapa
kalau aku tidak datang. Sudahlah, jangan kuatir. Aku juga penasaran maunya apa.”
“ Niah, terimakasih ya. Kamu memang
malaikatku.” Si pengantar pesan Refleks
memeluk Daniah.
“ Ia, ia sudah. Kenapa kamu juga
bisa jadi pengantar pesan si.”
“ Katanya karena aku temanmu.”
Sial! Dia benar-benar tau
kelemahanku.
Setelah menghabiskan makan siang
Daniah pergi menuju tempat yang di sebutkan. Sengaja menuju waktu sebelum bell
istirahat berakhir. Dia akan memakai tanda itu untuk kabur, jika suasana mulai
tidak bisa dikondisikan. Ve yang memaksa mengikutinya dia cegah. Mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Dia Haksan. Pangeran sekolah sekaligus berandalan sekolah. Dia siswa dari orang terkaya satu sekolah. Siapapun tahu, kalau ayahnya adalah penyokong dana terbesar di sekolah. Dia berkencan dengan siapapun yang dia sukai. Parahnya para siswa setuju saja saat dia mengumumkan siapa nama pacarnya. Tanpa protes, karena dengan menjadi pacarnya mereka bisa mendapat fasilitas premium yang diimpikan semua wanita.
Dan kenapa harus aku! memang dia pernah melihatku dimana si? Dia mau apa!
Daniah melihat segerombolan siswa
sedang duduk mengelilingi Haksan. Tidak tahu apa yang dia ceritakan, tapi semua
tertawa kalau laki-laki itu tertawa. Saat dia diam semua juga diam mendengarkan
dengan khidmat. Ada siswa laki-laki dan perempuan. Semua yang ada di
sekelilingnya adalah siswa populer. Daniah nyaris bisa menyebutkan setiap
nama-nama mereka saking terkenalnya mereka di kalangan para siswa.
Haksan langsung berdiri saat
melihat Daniah mendekat.
“ Kau sudah datang? Duduklah, aku
sudah menunggumu.” Tidak canggung sama sekali. Dia benar-benar pro dalam hal
beginian rupanya.
Hei, apa yang kau lakukan
berandalan gila.
Haksan menarik tangan Daniah,
orang-orang yang tadi mengelilinginya juga menyingkir memberi jalan.
“ Kenapa lama sekali?” keduanya
sudah duduk. Sementara Daniah masih binggung, dan yang lain melihatnya seperti
tontonan penuh kekaguman. Ntahlah apa isi kepala mereka. Mungkin mencela atau
kagum. Bagaimana orang sepertinya bisa terpilih menjadi target cinta pangeran
sekolah.
“ Maaf, aku menghabiskan makan
siangku dulu tadi.”
Yang lain langsung tertawa
mendengar jawaban Daniah.
Kenapa si? Kalian gila ya, kenapa
kalian tertawa hanya karena laki-laki ini tertawa.
“ Maaf kak, bisa kita bicara berdua
saja.”
“ Aaa, baiklah kau malu ya.” Haksan
mengusir semua orang. Dan mereka semua benar-benar pergi. “ Kau akan terbiasa
dengan mereka nanti.”
Hei tunggu, tuan muda, aku tahu kau
seenaknya. Tapi kau sudah menyimpulkan apa sebenarnya. Kalau aku wanitamu.
“ Maaf kak, kenapa kenapa memanggil
saya kemari?”
Dan sejak kapan kita saling
menyapa, kenapa kamu sudah sok kenal, sok dekat dan sok akrab begini. Sudah
berasa aku ini pacarmu saja.
“ Aku sudah memproklamirkan kalau
kamu sekarang sudah jadi pacarku ke seisi sekolah.”
Hah! Gila ya!
“ Maaf kak, sepertinya aku tidak
pernah menyetujui apapun.”
Haksan terlihat terkejut dengan
kata-kata Daniah. Lalu dia tertawa setelahnya. “ Memang aku perlu persetujuanmu
kalau kita mau pacaran.”
Hah!
“ Biasanya siapapun yang aku tunjuk
sebagai pacarku mereka selalu senang dan tidak pernah prostes. Mereka malah
sangat bersyukur.”
“ Kalau begitu pilih saja salah
satu dari mereka.” Daniah mencengkram tangannya, berdoa laki-laki di depannya
tidak tersinggung dengan ucapannya.
“ Apa!”
Tepat bell berbunyi. Perhitungan
Daniah memang tepat. Dia bisa selamat.
“ Maaf kak sudah bell, saya harus
masuk.” Kaki Daniah yang mau melangkah sudah tertahan. Karena kaki panjang
Haksan terulur di depannya.
“ Memang siapa yang mengizinkanmu
pergi?” Mendongak kepala, senyum di wajahnya sudah sirna.
“ Sudah bell kak.”
“ Aku akan mengantarmu ke kelas,
tidak akan ada yang berkomentar walaupun kau terlambat masuk kelas sekalipun.”
Menarik tangan Daniah untuk duduk kembali. “ Kenapa? Kau menolak jadi pacarku.”
“ Ia.” Jawaban tegas Daniah yang
membuat dirinya sendiri terkejut. “ Maaf kak, aku sudah punya pacar.”
“ Hahaha.” Haksan tertawa keras
mendengar perkataan Daniah. “ Hei Niah, kau tidak bisa mencari alasan yang
lebih masuk akal.”
Apa! memang kau tau kalau aku
membual.
“ Sepulang sekolah kau bahkan kerja
paruh waktu. Di akhir pekan juga, kau sedang mengumpulkan uang untuk kuliahkan?
Lalu kapan kau pergi pacaran, apa dengan salah satu teman kerjamu.”
Bagaimana kau tau?’
“ Tentu saja aku tahu. Itu namanya
totalitas dalam mencintai.” Langsung menjawab seperti tahu arti dahi berkerut
Daniah.
Totalitas dalam mencintai kepalamu.
Itu stalker namanya, penguntit gila, itu tindakan kriminal tahu!
“ Maaf kak sepertinya kak Haksan
salah informasi. Aku masih punya keluarga yang bisa membiayai ku kuliah kenapa
aku harus susah-susah mengumpulkan uang.” Berkelit dan mencari alasan senormal mungkin.
“ Benarkah, apa ibu tirimu juga
berpendapat demikian.”
Daniah langsung membeku.
Bagaimana dia tahu. Dia benar-benar
penguntit gila.
bersambung