Terpaksa Menikahi Tuan Muda - Chapter 190 Pulang
Dari awal Saga memang tidak
merencanakan berapa lama dia akan bulan madu. Han hanya memperkirakan waktu seminggu
sudah lebih dari cukup. Ada banyak hal di perusahaan yang harus ditangani
langsung olehnya. Tapi sepertinya semua rencana hanya tinggal rencana. Bulan
madu tanpa melakukan apapun juga tidak mungkin. Keputusan kembali lebih cepat
dari jadwal adalah pilihan terbaik.
Han dan pak Mun memilih beberapa
orang untuk tinggal di vila, selebihnya kembali lebih awal ke ibu kota. Aran
termasuk dalam barisan yang kembali ke ibu kota. Dengan tatapan penuh harap dia
meminta untuk tinggal. Tapi Han bahkan sama sekali tidak meliriknya.
Cih, dia benar-benar seperti orang
asing kalau di depan banyak orang.
Aran membawa semua perasaan
kecewanya. Mengikuti langkah kaki para pelayan lainnya untuk berbenah dan
berangkat pulang.
Hebat sekali mereka ya, bahkan
tidak ada yang bertanya kenapa dan kenapa. Mereka benar-benar mengikuti aturan
dengan baik.
Padahal bisa jadi diantara banyak orang ini hanya Aran yang tahu
alasan kepulangan mereka yang dipercepat.
Bulan madu ditutup dengan cerita dramatis tentang datang
bulan. Daniah yang merengek kecewa dan mengatakan dia baik-baik saja tetap
tidak berhasil menggagalkan rencana kepulangan. Padahal masih banyak hal yang
ingin dia lakukan di pulau cantik ini. Merekapun belum ke kota XX, ada beberapa
oleh-oleh yang sudah dia incar bahkan sebelum berangkat.
“ Kita akan pergi lagi nanti.” Begitu gampangnya Saga menjawab.
Aaaaa, aku bagaimana harus
menjelaskan si!
Dan seperti itulah akhirnya semua
berakhir. Hal yang akan Daniah ingat dari tempat ini adalah heroisme Saga
menyelamatkannya dari Haksan, sekaligus cerita memalukannya tentang datang
bulan
Keesokan harinya mereka benar-benar
meninggalkan pulau XX dan kembali ke ibu kota.
Tidak tahu informasi apa yang diberikan
sekertaris Han pada suaminya, tapi Daniah melihat diwajah suaminya masih tergantung cemas. Bahkan dalam perjalanan
pulang yang biasanya iseng dia hanya banyak diam sambil memainkan rambut dan
menciumi Daniah tanpa banyak bicara. Walaupun perjalanan pulang benar-benar
tenang tapi Daniah bisa merasakan keanehan dan perubahan sikap suaminya.
Dia ini kenapa si? Seperti sedang
melihat istrinya menderita saja.
Sudah meninggalkan bandara dengan
menggunakan mobil. Udara panas ibu kota langsung menyergap wajah. Aroma kesibukan dan teriknya matahari,
berputar. Bercampur dengan oksigen yang masuk ke hidung. Kalau sudah seperti
ini terasa sekali perbedaan udara
pulauXX yang berhembus lembut dengan udara ibu kota. Baru sejenak, rasanya
Daniah merindukan angin laut yang lembut yang berlarian di dela-sela rambutnya.
Menyudahi kekecewaan, dia melihat
suaminya yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu masih memeluknya sambil
bermain dengan ujung rambutnya.
Dia ini gak ada bosannya apa mainan
rambut.
“ Sayang.”
“ Hemm.”
“ Apa kau baik-baik saja.” Daniah
menyentuh kening dan leher saga bergantian dengan punggung tangannya. “ Kamu
tidak sakitkan?” Menempelkan pipi sekarang, merasai panas tubuh suaminya.
Melihatmu diam begini aneh tahu.
Tapi dia tidak demam. Tapi anehnya kenapa kamu diam saja tuan muda. Biasanya tangan dan bibirmukan tidak berhenti beraktivitas.
Sebelum keberangkatan dari
vila, Daniah sudah mencoba mengorek
keterangan melalui sekertaris Han, jawaban dia menyebalkan. Dia hanya
mengangkat kedua bahunya sambil mengelengkan kepala. Jawaban semacam itu tidak membuat Daniah menyerah begitu saja.
“ Tidak mungkin kau tidak tahu!” Merentangkan tangan, mencegah Han yang sudah mau pergi. “Apa
tuan Saga marah?”
Kau bahkan tahu kalau tuan Saga
mendesah sedikit saja
“ Marah? Kepada nona? Kenapa?”
Malah balik bertanya yang membuat orang menatap tajam. Kesal.
“ Ia. Eh tidak, jangan marah
kepadaku.” Binggung, merasa tidak melakukan kesalahan apapun. “ Tapi, kenapa dia tenang sekali. Aku yang ingin mendebatnya
untuk memundurkan waktu bulan madu saja jadi takut sebelum bicara.” Berkata
jujur. Setelah semalam mengatakan keputusannya Saga mulai hemat bicara.
Laki-laki itu hanya membahas sedikit tentang sakit perutnya. Bertanya tentang
benarkah Daniah siap jika Tuhan memberinya anak nanti setelah datang bulan
lewat.
Daniah menjawab dengan yakin, kalau
dia akan sangat bahagia semalam. Tapi gadis itu menangkap ada senyum getir di
wajah suaminya. Sampai akhirnya Saga hanya diam dan memeluknya. Saat diajak
bicarapun dia hanya menjawab hemm, hemm.
“ Tidak.” Han menjawab singkat.
Tidak apa? jawab yang jelas kenapa?
“ Terus kenapa? Sepertinya banyak
sekali yang tuan Saga pikirkan. Apa terjadi masalah di perusahaan.”
“ Tidak.”
“ Sekertaris Han bisa tidak si
menjawab dengan benar.”
“ Tidak.”
Bug! Terserah mau tuan Saga marah
kalau dia menyentuh laki-laki lain Daniah tidak perduli. Yang paling penting
setelah memukul Han dia puas.
“ Maksud saya tuan muda tidak marah
nona. Dia juga sedang tidak memikirkan masalah apapun. Dia hanya sedang memikirkan
nona.” Sambil menatap tangan yang habis memukulnya. Tidak sakit memang, tapi
kalau ketahuan tentu dia akan merasakan sesuatu yang jauh lebih sakit ketimbang
itu.
“ Aku. Memang aku kenapa? Aku
baik-baik saja. Jangan bilang kalau kau belum paham juga kalau orang datang
bulan bisa melakukan aktivitas normal.”
“ Saya tahu nona.”
“ Kenapa tidak menjelaskan pada
tuan Saga!” Seketika hati menjadi gusar tidak terkira.
“ Karena tuan muda tidak mau tahu
makanya saya tidak menjelaskan.”
Apa! dia ini benar-benar ya.
Dan bahkan sampai di perjalanan
status Saga masih siaga dalam kebisuan. Dia terlihat menerawang membuat Daniah
semakin takut dengan apa yang dipikirkan suaminya.
“ Sayang, kamu kenapa si?”
“ Niah.”
“ Ia kenapa?” langsung menghadapkan
wajah antusias. Bahkan dia menyentuh pipi suaminya lembut.
“ Berjanjilah padaku.”
Apa? kau mau aku berjanji apa?
“ Apapun keputusanku mengenai
kehamilan nanti. Kau tidak boleh protes atau membantahku.”
Kenapa? Ada apa dengan kehamilan.
Daniah
Saya tahu, anda mencemaskan itu
sepanjang perjalan ini tuan muda. Han semakin merasa bersalah dengan
keputusannya menyodorkan laporan mengenai kehamilan dan melahirkan kemarin.
Mobil sudah memasuki area parkir
rumah utama. Di depan rumah sudah terlihat beberapa orang berdiri sigap
menyambut. Pak Mun sudah dengan setelan pakaian rapi seperti biasanya. Beberapa
pelayan wanita berdiri dibelakangnya. Ibu dan juga seorang wanita asing yang tidak di kenali Daniah.
Perasaan tidak enak langsung menyergap hati Daniah. Dia meraih tangan suaminya,
melingkarkan tangan di lengan suaminya. Menandai, kalau laki-laki di sampingnya ini adalah suaminya.
Dia bukan wanita yang pernah ibu
katakankan. Seorang wanita yang pantas menjadi ibu bagi anak-anak tuan Saga.
Tiba-tiba nalurinya sebagai wanita,
berjalan dengan baik melihat wanita lain muncul. Dan tidak tahu karena efek
hormon dalam tubuhnya yang sedang bergejolak. Hatinya tersayat, dan itu
terlihat jelas di wajahnya.
Dia cantik sekali seperti Helen. Gumam Daniah lirih.
“ Sayang, siapa.” Belum selesai
kalimatnya.
“ Kak Saga.” Daniah kaget saat
wanita itu berlari dengan gaya cerianya mendekati suaminya. Ibu terlihat tersenyum senang dengan apa yang di lakukan gadis itu. Matanya berpendar memberi dukungan.“ Akhirnya kakak pulang. Sudah lama sekali.”
Saga menahan kepala gadis yang
menghambur dan mau memeluknya dengan tangannya.
“ Maaf tuan.” Sigap Han menahan gadis cantik yang terlihat kesal itu.
Cih, dasar bocah.
“ Kak Saga ini aku Amera.”
Amera? Siapa Amera? Apa dia juga
mantan tuan Saga.
“ Nona Amera apa nona tidak merasa
kalau sikap nona sudah tidak sopan pada tuan muda dan nona Daniah.” Han masih
memegang tangan gadis yang keras kepala ingin memeluk Saga itu.
“ Lepaskan dia Han.” Perlahan Han melepaskan
tangan gadis bernama Amera itu. Dia menjadi girang dan masih berusaha mendekat tidak perduli tatapan jengah yang tertuju padanya. Terutama dari wanita yang masih melingkarkan tangan di lengan Saga. “ Jaga sikapmu Amera, kau bukan anak-anak lagi.” Saga bicara tegas, membuat gadis itu cemberut, tapi berhasil membuatnya diam.
” Kau datang bersama ibu?” Meneruskan langkah sambil melingkarkan tangan di bahu Daniah.
“ Ia Kak, aku kangen sama kak Saga, apa ini Daniah, ibu sudah banyak cerita tentang istri kak Saga.”
” Lakukan saja yang ingin kau lakukan di ibu kota. Jangan mengganguku.” Benar-benar pergi berlalu meninggalkan Amera yang mematung diam mendengar kata-kata Saga.
Huh! Kak Saga masih sama sombong dan angkuhnya begitu, bagaimana bisa ibu bilang kalau dia sudah berubah. Dan istri kak Saga benar-benar jauh berbeda dengan Helen. Mereka benar-benar tidak selevel.
” Nona Amera.”
” Apa?” Han yang selalu menyebalkan dari dulu. Mendekat.
” Saya tidak tahu apa yang nyonya janjikan kepada nona. Tapi nona pasti tahu dengan pastikan, saya bukan orang yang berbelas kasih. Terutama untuk orang-orang yang menggangu kenyamanan tuan muda.”
Dia benar-benar menakutkan, tapi akukan dapat dukungan dari ibu.
” Bahkan nyonya sekalipun tidak bisa melindungi anda, kalau sampai nona melewati batas.”
Apa! Bagaimana dia bisa tahu!
Saat Han meninggalkannya dan melewati ibu dengan menggangukan kepalanya, tangan Amera bergetar. Dia mengenal Han dengan baik, kalau apa yang dikatakannya tidak pernah main-main.
Bersambung