The Demon CEO Finds Lost Love - Chapter 460
Wangchu memang sudah menjadi tangan kanan Ludius sejak lama. Tapi kadang ia juga tidak bisa memahami jalan pikiran Tuannya yang berpikir jauh ke depan. Kecerdikan Ludius memang tidak dapat di prediksi apalagi jika dia sudah memulai. Maka tidak ada yang bisa lepas darinya. Bahkan kelicikan musuh mungkin saja saat ini sudah terbaca dengan jelas oleh Ludius.
Lama Wangchu terdiam membuatnya tersadar bahwa ia masih melakukan panggilan dengan Ludius,
[“Aku sudah memperhitungkan hal ini sebelumnmya. Dari awal aku melihat Dokter Martin merasa ada yang janggal darinya. Maka dari itu aku sisipkan mata – mata di dalam tempat tinggalnya. Kau juga tahu, di setiap tempat dan sudut kediaman Lu sudah terpasang cctv yang secara otomatis terhubung dengan ku. Meski mereka menghack sekalipun, aku masih memiliki cadangan alamat IP dan dapat memulihkannya dengan cepat. Ini karena aku tidak ingin kecolongan untuk kesekian kali”]
[“Kalau kau sudah memprediksi akan hal ini, mengapa masih membiarkan pria yang bernama Dokter Martin itu ada di sisi Silvia? Bukankah itu terlalu beresiko?”]
[“Aku sudah memperhitungkan hal ini dengan matang. Jika dia memang ingin melakukan suatu hal pada Silvia, mereka pasti sudah bertindak cepat setelah kepergianku. Intinya.. biarkan mereka mengira aku masuk dalam permainan mereka. Ikuti saja apa yang mereka inginkan. Kita akan menyerang jika waktunya sudah tiba”]
[“Kau mau mengambil resiko sebesar ini, Ludius. Apa kau sudah memikirkannya matang – matang?”]
[“Memang beresiko Wangchu, apalagi ini juga sama saja mengorbankan Silvia dalam hal ini. Tapi apa kau punya pilihan lain selain mengikuti permainan mereka? Kau tahu sendiri kita belum memiliki kuasa untuk bisa menyembuhkkan Silvia. Hanya dengan menyerahkan Silvia pada mereka, baru kondisi kesehatan Silvia dapat membaik. Aku percaya mereka tidak akan melakukan hal yang berbahaya sekali kita masih menyetir pergerakan mereka”]
[“Baiklah, aku akan ikuti permainanmu. Masalah orang yang kita pasangi alat pelacak masih dalam tahap penyelidikan yang lebih mendetail. Ada beberapa orang yang di temui umpan kita di sekitar Tiongkok dan Hongkong. Identitas mereka masih dalam tahap pencarian”]
[“Baiklah, aku akan menantikan hasilnya. Untuk saat ini, fokuslah pada Perusahaan yang ku tinggalkan. Aku hanya khawatir pihak dari Dewan Direksi masih bersikukuh untuk mengambil kursi Presiden Direktur. Apalagi saham Perusahaan 10% sudah di tangan orang lain”]
[“Kau tidak perlu khawatir Ludius. Aku akan urus semuanya dengan baik. Kau selesaikan saja tugasmu di sana dan segera kembali. Aku hanya tidak tega melihat Silvia jauh darimu di tengah kehamilannya”]
Tut tut tut
Ludius sudah menutup panggilannya dengan Wangchu. Situasi saat ini benar – benar membuat Wangchu kaget. Tidak menyangka saja Ludius mau mengambil keputussan beresiko seperti itu. Tapi memang tidak ada jalan lain untuk saat ini selain mengikuti permainan musuh sembari mencari celah untuk menyerang balik.
“Aku harap kau tidak menjadikan Silvia sebagai tumbal dalam membasmi musuhmu Ludius. Aku tahu sekali sifatmu dulu, meski kini kau sudah berubah tapi sifat liarmu masih mengalir deras di dalam pembuluh darahmu. Kau selalu bermain cantik dalam menyingkirkan musuhmu tanpa mengotori tanganmu sendiri demi mempertahankan posisimu agar tetap menjadi yang teratas. Semoga saja ini hanya pikiranku yang terlalu ngaco”. Gumam Wangchu.
***
Setelah 2 jam lamanya barbeque an bareng, Silvia akhirnya memilih kembali ke kamar setelah mendengar semua pengakuan dari orang yang memakai identitas Dokter Martin. Meski Silvia mendengar dan tahu itu semua, ia tidak bisa berbuat apapun selain diam untuk sementara waktu demi keselamatan Ludius.
Paska acara makan bersama yang berakhir pukul 18.20 waktu setempat, semua tamu membubarkan diri dan berpamitan satu persatu dengan Ibu Yuliana yang menggantikan Silvia menemani teman – temannya.
Tidak terkecuali Dokter Martin, ia menyempatkan diri menemui Silvia ke kamarnya untuk menyerahkan beberapa vitamin yang belum sempat Dokter Martin berikan sore tadi di halaman samping mansion.
–
Tok tok tok
Di depan pintu kamar yang di tempati Silvia terdengar suara ketukan pintu, Silvia saat ini sedang berbaring sambil memandangi beberapa fotonya bersama Ludius yang berada di ponsel. Suara ketukan pintu tak bertuan membuat Silvia berpikir pasti orang itu. Hanya dia yang berani lancang mengetuh pintu tanpa bersuara.
“Masuk!”. Seru Silvia dengan nada kasar.
Terdengar suara pintu terbuka dan benar saja, yang datang adalah Dokter Martin. Tentu saja Dokter Martin palsu. Ia masuk ke dalam dan langsung menemui Silvia yang sedang berbaring membelakanginya.
“Nyonya Silvia.. maafkan atas kelancangan saya yang tiba – tiba masuk ke dalam pada waktu yang sudah cukup gelap”.
“Jika kau tahu perbuatanmu lancang, mengapa masih saja masuk tanpa ada orang lain yang tahu. Kau terlalu banyak membuat kecurigaan pada orang – orang mansion. Aku cemas sikap kurang ajarmu ini akan terbaca oleh orang lain”, kata Silvia masih membelakangi Dokter Martin.
Dokter Martin yang membawa tas medis mengeluarkan beberapa obat berupa pil vitamin dan penghambat kerusakan sel dalam darah. Ia tahu Silvia masih tidak bisa menerima kenyataannya, jadi Dokter Martin memilih menaruh obatnya di atas meja.
“Aku kemari hanya untuk membawakan obat serta vitamin yang Master siapkan khusus untukmu Nyonya Silvia. Dia sangat memperdulikanmu dan mengesampingkan egonya. Kalau begitu saya permisi dan tidak akan mengganggu istirahat anda”.
Dokter Martin pergi meninggalkan Silvia sendiri, dan mempercepat langkahnya keluar dari kamar Silvia,
Setelah di rasa Dokter Martin meninggalkan kamar, Silvia langsung berbalik arah. Ia beranjak dari berbaringnya dan mengambil bungkusan dan sebuah kotak perhiasan kecil di sampingnya.
Karena penasaran, Silvia mengambil kotak perhiasan kecil tersebut dan melihat isi di dalamnya meski ia harap – harap cemas, khawatir terdapat jebakan di dalamnya. Perlahan Silvia membuka isi kotak tersebut, dan siapa sangka di dalamnya terdapat sesuatu yang cukup mengejutkan.
“Sebuah Liontin?! Maksudnya apa coba dia memberikanku sebuah Liontin?”. Gumam Silvia dengan rasa terkejutnya yang belum hilang. Di tambah mendapatkan hal ini dari musuh suaminya. Di dalam kotak tersebut terdapat sepucuk surat yang membuat tangan Silvia gemetar.
Author Note :
Holla holla.. Embun sapa kakak kembali. bagaimana menurut kalian chapter kali ini? bukankah Pemimpin dari Dark Phantom itu sesuatu banget?! dia memanfaatkan sekali kesempatan untuk bisa mendekati Silvia mumpung Ludius lagi jauh disana.
eh.. tapi apakakh semudah itu Pemimpin Dark Phantom mendekati Silvia? ingat, Ludius sudah membaca pergerakan Pemimpin Dark Phantom. Ludius masih diam karena memanfaatkan hal ini agar mereka mau menyembuhkan Silvia terlebih dahulu. Baru setelah itu Ludius menyerang balik mereka,
jadi tentu saja sekarang Ludius seolah berada di posisi kalah telak untuk memancing musuh pada titik terlemah mereka. bukankah siasat ini terlalu licik.
yups… kedepannya kita akan melihat kelicikan Ludius dan liarnya pemikirannya lebih dari ini. jika ingin menghadapi musuh picik maka kita harus menjadi licik agar bisa memahami pola pikir mereka.
jadi bagaimana pendapat Kakak semua? apakah abang Lu ini termasuk kejam tak berperasaan?
di tunggu yah kritik sarannya, komentarr, PS, Review serta ratingnya.
he he he maafkan embun jika konfliknya begitu njrimet dan tidak mudah dipahami dengan sekali baca. embun memang sengaja membuat konflik yang sambung menyambung demi mendapatkan satu jawaban.
memang buat orang sakit kepala, tapi semoga dengan ini bisa membuat kakak semua memahami bahwa dunia ini penuh dengan kelicikan. jika konflik dunia MAFIA dapat dengan mudah di pecahkan, maka semua orang berbondong2 menginjakkan diri di dunia bawah seperti ini.
jadi, embun cuma mau menunjukkan seperti inilah dunia bawah yang kejam, dimana orang yang terlalu polos pasti akan binasa. jika ingin bertahan hidup maka harus gunakan kecerdikan dan kelicikan,
Makanya embun jarang buat plot tentang kisah cinta atau pelakon dan sebagainya. Tapi lebih ke politik dan kekejaman di balik layar.
salam sayang dan cinta dari Embun Nada,