The Demon CEO Finds Lost Love - Chapter 477
Ludius melepas pelukannya pada Silvia dan menghampiri Ibu mertuanya. Ia dengan sopan menundukkan setengah badan dan mencium tangan Ibu Yuliana. Memang agak canggung sih melakukan hal ini, tapi Ludius mencoba terbiasa dengan adat orang Indonesia yang mencium tangan orang tua sebagai wujud rasa menghormati.
“Ibu tenang sekarang setelah melihatmu kembali. Nak Ludius mungkin tidak tahu, Silvia 2 hari ini ngambek tidak jelas sampai tidakk mau makan loh. Haduh.. Ibu pusing di buatnya”. Keluh Ibu Yuliana sambil melirik anaknya sambil menahan tawa dengan senyum ramahnya.
“Ibu..! husst.. apa – apaan sih ibu ini, nggak kok. Siapa juga yang ngambek”. Sahut Silvia membela diri. Malu pastinya Ibunya sendiri membuka kedok kenakalannya di saat suami kembali dari berpergian. Padahal niat awalnya Silvia melakukan itu juga karena berharap Ludius melihatnya dan segera kembali. Tapi kenyataannya tetap saja malu setelah kejadian itu telah usai.
“Hmmm.. sekarang saja sudah ada suami Ibu di suruh diam. Nah kalau tahu malu kenapa ada acara ngambek – ngambek segala?” ledek Ibu Yuliana.
“Ishh.. Ibu ini, nggak bisa jaga rahasia dikit apah? Udah tahu anaknya lagi mallu – malunya. Masih saja di ledek”. Gerutu Silvia lirih.
Karena tidak ingin berlarut – larut dengan rasa haru, Ibu Yuliana mengajak anak dan menantunya untuk sarapan bersama. “Ayo Nak Ludius, kita sarapan bersama. Kamu juga Silvia, harus sarapan. Ibu nggak mau lagi lihat kamu ngambek – ngambek begitu”. Ujar Ibu Yuliana.
“Iya bu. Udah ah, jangan di bahas lagi. Lebih baik sarapan, aku juga lapar”. Karena perhatian Silvia teralihkan sejak pertama kali Ludius datang hingga ia mengabaikan hadiah yang Ludius berikan. Ia meletakkan begitu saja kotak perhiasan berisi Liontin yang Ludius belikan saat pergi ke pasar malam.
–
Kedatangan Ludius yang mendadak membuatnya meninggalkan sebagian barang bawaannya di mobil. Ia tidak sempat mengangkati barang bawaannya demi memberi kejutan pada Silvia.
Di ruang makan, Bibi Yun sudah menyiapkan sarapan dengan banyak menu yang di sukai Ludius dan Silvia. Begitu Ibu Yuliana, Ludius dan Silvia menuju ruang makan, semua menu suda tersaji. Ada sayur lodeh, tempe goreng yang menjadi menu andalan karena Ludius cukup ketagihan dengan rasa sederhana dari tempe goreng ini. rendang sapi, oseng capcay ala orang indo, wonton (pangsit kuah), dan masih banyak lagi.
“Bi.. wah, banyak sekali yang bibi masak?” celetuk Silvia saat melihat begitu banyak menu makanan tersaji.
Bibi Yun yang masih prepare makanan tersebut tersenyum. “Anggap saja ini hadiah karena Tuan sudah kembali. Silahkan di nikmati Nyonya besar dan Nyonya muda”. Ujar Bibi Yun.
“Uhm, aku memang lapar..” Silvia duduk di kursi samping Ludius.
“Kalau tahu lapar mengapa tidak makan dan pura – pura kuat dengan mogok makan? Karena aku sudah pulang, kamu harus makan yang banyak”.
Silvia melirik tajam ke arah Ludius. “Bahas saja terus. Senang kamu kan lihat aku mogok makan Cuma karena kamu nggak pulang – pulang?! Lain kali aku malas lakuin itu. Nysel aku!”. Katanya seraya membuang muka.
“Sudah – sudah.. berhenti berantemnya. Jangan kayak anak kecil ah. Kalian sudah mau jadi orang tua loh..” sela Ibu Yuliana menasehati anak dan menantunya.
Ibu Yuliana melihat mereka seperti punya anak baru lagi yang kerjaannya tiap hari selalu berantem. Ia hanya bisa mengelus dada dan memaklumi tingkah mereka berdua. Karena menurut Ibu Yuliana suasana seperti ini lebih baik dari pada melihat Silvia sedih karena suatu hal.
“Hufft… ini memang tabiat mereka. Biarkan saja lah,” gumam Ibu Yuliana.
Silvia terlebih dahulu mengambil wonton atau pangsit kuah di padu dengan sambal mentah dan sedikit nasi serta tempe goreng sebagai pelengkap. Lengkap sudah sarapann gado – gado ala Silvia.
Harap maklum yah, Silvia suka pedasnya itu kebangetan. Lagi hamil pun masih saja sambal tidak ketinggalan dari menu pelengkap makanannya, tidak peduli sarapan sekalipun.
“Sayang, kamu yakin sarapan dengan sambal sebanyak itu? Sambal mentah loh..” kata Ludius memperingatkan.
“Memangnya kenapa kalau sambal mentah? Aku sudah suamiku.. makan makanan berkuah seperti wonton ini kurang llengkap kalau tanpa sambal. Segini bagi orang Indonesia itu sedikit loh..” ujar Silvia membela diri.
Ludius membelalakkan matanya, ia tidak percaya selera orang Indonesia cukup mengerikan. Sambal satu sendok teh loh ini.. apalagi sambal mentah. Ludius geleng – geleng tidak habis pikir dengan cara makan mereka.
“Tapi itu satu sendok loh, Sayang. Memang tidak takut perutmu bakal mulas nanti?” tegur Ludius.
“Dengar suamiku, ini hanya sambal bukan racun yang membuat orang bisa mulas saat memakannya. Lagi pula kalau makan wonton tanpa sambal, rasanya jadi hambar.” Silvia tiba – tiba melebarkan senyumnya dan melihat Ludius dengan tatapan mencurigakan. “Ehm.. apa jangan – jangan Tuan besar Lu ini tidak suka pedas?”. Tanya Silvia yang merujuk pada ledekan.
‘Mampuzz kau kena jebakan istrimu sekarang, Ludius!’. batin Ludius mengumpat diri sendiri. Ia menelan ludahnya sendiri sambil memikirkan cara untuk lepas dari ledekan istrinya.
Melihat reaksi dan ekspresi Ludius, Silvia langsung tersenyum girang. ‘Jackpot! Ha ha ha.. rupanya suamiku benar – benar tidak suka pedass. Ya ampun, dia ketua Naga imperial loh. Tapi tidak suka pedas. Pffft..’. batin Silvia menertawakan Ludius sekeras – kerasnya dalam hati.
“Mana mungkin aku tidak suka pedas. Hanya saja aku perlu menjaga pola makanku agar tidak ada kejadian perut mulas dan sebagainya. Bukannya mencegah lebih baik dari mengobati?”. Sergah Ludius membela diri. Ia tidak ingin menjadi bahan ledekan istrinya, karena jika itu terjadi, harga diri seorang Ludius bakal turun drastis.
“Pfft… ha ha… bisa saja kau ngelesnya suamiku. Baiklah.. aku tidak akan tanya itu lagi. Kamu baru pulang dari perjalanan jauh, kita lanjutkan saja sarapannya.” Ujar Silvia. Ia mulai menyantap makanan yang ada di depan mejanya.
Ibu Yuliana masih menikmati makananya, ia hanya bisa diam dan menggeleng – gelengkan kepalanya melihat sikap kedua anaknya.
–
15 menit telah berlalu sejak Silvia dan Ludius diam dari saling ejek mereka. Tepat saat itu Bibi Yuliana datang dan membisikkan sesuatu pada Ludius. “Tuan Lu, Nona Shashuang dan Tuan Muda Azell datang berkunjung. Haruskah saya menyuruh mereka kembali?”, bisik Bibi Yun.
“Tidak perlu Bi, biarkan saja mereka masuk. Aku juga tidak mungkin melakukan itu di saat ada Azell” jawab Ludius. Ia mengambil tissu untuk membersihkan mulut dan tangannya.
Dari arah pintu penghubung ruang makan dengan ruang tamu, seseorang dtang dan menyapa Ludius, “Pagi.. apakah kedatanganku mengganggu sarapan kalian?”. Tanya seorang wanita yang ternyta Shashuang.
Author Note :
Hallo kakak readers semua di manapun kalian berada? bagaimana dengan bab kali ini? adakah yang bisa embun bantu. kalau ada yang perlu di pertanyakan silahkan tulis di kolom komentar atau di review yah.. embun bakal lihat satu persatu kok kalau ada waktu senggang.
ngomong – ngomong soal novel nya embun, menurut kalian bagian mana yah yang nggak menarik atau perlu di revisi? biar embun telaah lagi dan perbaiki kedepannya. embun usahakan dengan sepenuh hati kok. soalnya embun juga masih sibuk di kekhidupan nyata.
ada salamsalam nih dari pemain Novelnya embun, salam dari abang Lu, Silvia Zhuan, Longshang, Wangchu, Kakak Lian, Linzy abigail, Putri Nadia, Putri Emilia, Pangeran Richard.
terlebih dari pemain pendukung seperti Ibu Yuliana, Bibi Yun, Queenza Nicol, Leerin, Zhenyi, Zack Li, dan masih banyak lagi yang belum bisa embun sebutin satu persatu.
kalau gitu, di tunggu kritik saran, Komentar, PS serta reviewnya dong. biar embun makin semangat ngetiknya. kalau bisa buka babnya pakai koin yah,,, biar embun dpt penghasilan walau dikit ttp di syukuri kok.
embun juga nggak maksa, bagi yg mau ajh. kalian udah mau baca ajh embun udah terima kasih bgt..